Ruang Tangkap Nelayan Jateng Makin Sempit Dirampas Industri

Penulis : Gilang Helindro

Kelautan

Rabu, 17 April 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Ruang tangkap nelayan Jawa Tengah menyempit setelah pemerintah menetapkan pesisir dan laut sebagai kawasan industri untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Fahmi Bastian, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jawa Tengah (Walhi Jateng) dalam keterangan resminya mengatakan, nelayan Semarang kehilangan wilayah tangkapnya karena wilayah pesisir Semarang kini menjadi kawasan industri. Nelayan di Batang juga mengalamai hal sama, karena di sana akan dibangun kawasan industri terpadu beserta pelabuhan.

"Begitu pun di kawasan Selatan Jawa Tengah, seperti Cilacap, yang akan menjadi kawasan industri. Semuanya akan semakin menghilangkan wilayah tangkap nelayan,” kata Fahmi, dikutip Selasa, 16 April 2024. “Padahal, selama ini masyarakat sudah berkonflik dengan PLTU," dia menambahkan. 

Selain terdampak langsung oleh industri di pesisir, nelayan juga terancam oleh degradasi lingkungan. Misalnya akibat banjir di sepanjang Pantai Utara Demak dan Pekalongan. 

Nelayan mengumpulkan ikan tanjan hasil tangkapan di Desa Lombang, Juntinyuat, Indramayu, Jawa Barat, Senin (13/3/2023). Foto: Antara Foto/Dedhez Anggara/foc

Banjir tersebut menyebabkan tenggelamnya desa-desa pesisir yang menjadi tempat tinggal nelayan. “Bahkan, di Pekalongan kita sudah sulit menemukan nelayan yang masih beraktivitas di pesisir dan laut,” ungkap Fahmi.

Menurut catatan Walhi Jateng, wacana pembangunan giant sea wall akan memperburuk kondisi nelayan. Proyek ini akan menghancurkan wilayah tangkap nelayan serta menghilangkan profesi mereka.

“Wacana pembangunan giant sea wall akan menghancurkan wilayah tangkap nelayan serta menghilangkan profesi mereka,” ungkap Fahmi.

Belum lagi pengerukan pasir laut yang ditetapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di perairan Demak seluas 574.384.627,45 m2 dengan volume sebanyak 1.723.153.882,35 m3.

Fahmi mengatakan, jumlah tersebut sangat besar. Penambangan pasir ini juga akan semakin menghancurkan kehidupan nelayan. Akumulasi dari berbagai kehancuran ini telah menyebabkan pengurangan jumlah nelayan di Jawa Tengah sebanyak 10 ribu orang pada lima tahun terakhir. Pada tahun 2018, jumlah yang tercatat sebanyak 266 ribu jiwa menjadi 254 ribu jiwa pada tahun 2022.

Akumulasi masalah menyebabkan jumlah nelayan di Jawa Tengah berkurang 10 ribu orang pada lima tahun terakhir.

Menurut Fahri, ada persoalan perencanaan pembangunan di wilayah pesisir dan laut Jawa Tengah yang selama ini tidak pernah melibatkan nelayan. Karena itu pihaknya mendesak pemerintah untuk melibatkan nelayan pada setiap rencana pembangunan. “Termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Pembangunan Jangka Panjang, khususnya saat bicara kedaulatan pangan di wilayah laut memastikan keterlibatan nelayan,” ungkap Fahmi.

Muhammad Karim, Akademisi Perikanan dan Kelautan dari Universitas Trilogi Jakarta menilai, hak masyarakat pesisir dan pulau kecil telah beralih menjadi privatisasi untuk industri, korporasi, dan oknum tertentu. “Saat ini terjadi alokasi pemanfaatan,” ungkap Karim.

Ironisnya, kata Karim, perlindungan atas wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil cenderung diabaikan, apalagi eksploitasi wilayah pesisir sebagai pertambangan justru melenyapkan kekayaan biodiversitas, terutama spesies endemik yang banyak ditemukan di pulau-pulau kecil.

SHARE