LIPUTAN KHUSUS:
Gakkum LHK Tangkap Perusak Cagar Alam Faruhumpenai
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Pelaku terancam hukuman penjara paling lama 5 tahun, denda paling banyak Rp7,5 miliar.
Hukum
Selasa, 05 Maret 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Pelaku perusakan dan perambahan kawasan Cagar Alam (CA) Faruhumpenai, yakni IL (49) dan ED (43), diringkus oleh petugas Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sulawesi, Jumat (1/3/2024). Keduanya terancam hukuman penjara paling lama 5 tahun.
Selain menahan IL dan ED, Gakkum KLHK juga menyita satu excavator dan satu gergaji mesin yang digunakan para pelaku untuk membangun perkebunan sawit di dalam kawasan CA Faruhumpenai, di Dusun Dandawasu, Desa Parumpanai, Kecamatan Wasuponda, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan.
Sebelumnya, Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi juga telah melakukan operasi gabungan di CA Faruhumpenai dan berhasil mengamankan satu alat berat serta menetapkan AB (50) dan SY (52) sebagai tersangka. Saat ini berkas kedua tersangka telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Luwu Timur, Sulawesi Selatan, untuk menjalani persidangan.
Pembukaan lahan kawasan CA Faruhumpenai ini terendus dari aduan masyarakat, yang kemudian ditindaklanjuti dengan operasi lapangan oleh Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, bersama dengan Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sulawesi Selatan. Para pelaku berikut barang bukti dibawa ke Makassar untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Setelah dilakukan pemeriksaan, Penyidik Balai Gakkum KLHK menetapkan IL (49) dan ED (43), sebagai tersangka atas perbuatan melanggar Pasal 78 ayat (3) Jo Pasal 50 ayat (2) huruf ”a” Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang telah diubah pada Pasal 36 angka 17 dan angka 19 Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, dan atau Pasal 40 ayat (1) Jo Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. dengan ancaman pidana paling tinggi 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp7.500.000.000.
Hasil pemeriksaan diketahui bahwa aktivitas pembukaan lahan tersebut sudah mendapatkan teguran dan peringatan dari petugas BBKSDA Sulwesi Selatan. Namun dua tersangka tetap melakukan pembukaan lahan perkebunan sawit, dengan menggunakan alat berat serta menggunakan chainsaw untuk menebang pohon dan mengolah kayu untuk diperjualbelikan.
Kedua pelaku berperan sebagai penanggung jawab lapangan. Selain itu dari hasil pemeriksaan kedua pelaku, didapatkan informasi bahwa lokasi kegiatan pembukaan lahan tersebut, dilakukan di lahan milik (IW) yang juga turut memberikan modal untuk membuka lahan perkebunan sawit. Selanjutnya Penyidik Balai Gakkum KLHK telah melakukan pemanggilan terhadap (IW) untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Sementara itu, dua tersangka saat ini dilakukan penitipan penahanan di Rumah Tahanan Tahti Polda Sulawesi Selatan. Sedangkan barang bukti alat berat excavator dan chainsaw dititipkan di Kantor UPT KPH Angkona di Malili Kabupaten Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan.
Kepala Balai Gakkum KLHK, Aswin Bangun, mengatakan, ini kali kedua Gakkum KLHK melakukan operasi di CA Faruhumpenai. Pihaknya akan berkoordinasi dengan para pihak untuk mencegah dan menjaga CA Faruhumpenai yang saat ini terancam.
"Kami akan terus melakukan pengungkapan kemungkinan adanya keterlibatan pelaku lain, pemodal dan aktor intelektual yang turut serta dalam perusakan CA Faruhumpenai untuk perkebunan kelapa sawit," kata Aswin.
"Dalam kesempatan ini kami juga mengirimkan pesan, sekaligus peringatan kepada siapa saja yang melakukan pelanggaran hukum dengan cara merusak alam demi mendapatkan keuntungan pribadi, untuk menghentikan perbuatannya," imbuhnya.
Menurut Aswin, kawasan konservasi merupakan harta yang tak ternilai, pusaka dan benteng terakhir sebagai penyangga kehidupan kita, yang harus dijaga dan dilindungi bersama. Selain itu kawasan konservasi juga merupakan habitat flora dan fauna dilindungi yang terancam punah.
Sehingga Aswin berharap para pelaku mendapatkan hukuman seberat-beratnya agar dapat menimbulkan efek jera. Sebab, perbuatan para pelaku kejahatan seperti ini, katanya, tidak hanya merusak sumber daya alam dan ekosistem, tapi juga merusak peradaban dan keberlangsungan generasi yang akan datang.
"Kawasan CA Faruhumpenai itu sendiri merupakan habitat satwa dilindungi seperti Burung Maleo, Anoa, Tarsius dan satwa lainnya. Selanjutnya, kami akan bersinergi dengan Gakkum KLHK, TNI, Polri, pemerintah daerah serta masyarakat, dalam menjaga hutan, khususnya upaya menjaga kawasan konservasi khususnya di Sulawesi Selatan," kata Jusman, Kepala Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan.