LIPUTAN KHUSUS:

Jatam Sulteng Minta Peninjauan Izin Tambang di Banggai


Penulis : Aryo Bhawono

Mereka khawatir kerusakan lingkungan di Morowali dan Morowali Utara menular ke Banggai.

Tambang

Kamis, 08 Februari 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulawesi Tengah mendesak peninjauan ulang izin tambang di Kabupaten Banggai, Sulteng. Mereka khawatir kerusakan lingkungan di Morowali menular ke kabupaten itu jika pertambangan nikel kian marak dan dikembangkan menjadi kawasan industri pengolahan nikel. 

Data Jatam Sulteng menunjukkan ada sekitar 20 perusahaan tambang nikel dan beberapa kegiatan pertambangan batuan mendapatkan izin di Kabupaten Banggai. 

“Ancaman pertambangan di Kabupaten Banggai ini tak hanya di sekitar kawasan tambang saja melainkan juga seluruh aliran sungai hingga pesisir,” ucap Koodinator Jatam Sulteng, Moh Taufik pada Senin (5/2/ 2024).

Ia mencontohkan tambang milik PT Koninis Fajar Mineral (KFM) di hulu Sungai Pongian, ternyata merusak seluruh kawasan aliran sungai itu hingga ke pesisir. Desa-desa di Kecamatan Bunta terkena imbas lumpur dan di kawasan pesisir terkena dampak, hasil tangkapan mereka berkurang. 

Jatam Sulteng mendesak peninjauan izin tambang di Banggai, Sulawesi Tengah. Foto: Jatam Sulteng

Ia menyebutkan terdapat sekitar 20 izin pertambangan di kabupaten itu, beberapa merupakan tambang nikel dan selebihnya batuan. Meski begitu, baru sekitar 3 perusahaan yang sudah melakukan operasi produksi namun dampak lingkungannya sudah dirasakan oleh warga. 

“Jumlah ini, izin dan yang beroperasi akan terus bertambah, kerusakan berpotensi akan lebih masif. Dan kawasan pesisir akan menerima dampak dua kali lebih besar,” kata dia. 

Dampak bencana sudah dirasakan warga sekitar kawasan tambang. Banjir bandang menerjang di lima desa di Kecamatan Bunta pada 2022, yakni Desa Tuntung, Pongian, Nanga Nangaon, Kalaka, dan Salabenda.

Lima desa itu berada di kawasan pertambangan nikel yaitu PT Koninis Fajar Mineral (KFM) dan PT Aneka Nusantara Internasional.

Banjir bandang juga terjadi di Desa Huhak di kecamatan yang sama pada 2023 hingga melumpuhkan jalan Trans Sulawesi yang menghubungkan Banggai dengan Luwuk.  

Hal yang lebih meresahkan, kata Taufik, adalah rencana pembangunan kawasan industri pengolahan nikel di Kabupaten Banggai. 

Sejak tahun 2021 lalu, pemerintah Kabupaten Banggai, berupaya mengubah tata ruang daerah agar smelter dapat dibangun di kabupaten itu. Mereka berharap upaya ini dapat mengundang investor. 

Pada 2022, Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura menyatakan ada dua investor besar yang akan membangun smelter di Banggai. Taufik khawatir pemerintah daerah dan pusat mengarahkan pembangunan kawasan industri nikel seperti di Morowali.

“Agar potensi dampak diakibatkan kegiatan pertambangan dan pengolahannya tidak terjadi di wilayah Kabupaten Banggai dan hal yang terpenting adalah meninjau kembali izin-izin tambang. Karena berpotensi menimbulkan konflik baru di masyarakat,” tutupnya.