LIPUTAN KHUSUS:
Anak Gen Z Indonesia: Dari NTT, Mendunia Berkat Serangga
Penulis : Aryo Bhawono
Para penghobi serangga tak hanya ikut tenar karena namanya diabadikan dalam spesies serangga baru temuan mereka. Mereka turut terlibat dalam penulisan publikasi ilmiah spesies serangga baru.
Biodiversitas
Senin, 18 Desember 2023
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Davis Marthin Damaledo awalnya tak banyak tahu soal seekor serangga yang dibawanya. Serangga yang menyerupai ranting kecil berukuran sekitar 20 sentimeter itu hinggap di sebuah pohon jambu biji di Desa Oemasi, Kecamatan Nekamese, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dua tahun kemudian namanya tercantum dalam publikasi ilmiah spesies baru, Nesiophasma sobesonbaii, sebagai salah satu penulis.
Waktu itu sekitar Maret 2021, Davis yang baru saja duduk di bangku SMA sedang menggeluti kembali hobinya mengumpulkan serangga. Hobi itu ia tinggalkan semasa SMP. Bapaknya yang menyarankan ia mencari serangga di pepohonan jambu air di Desa Oemasi.
“Kami berdua kemudian berkendara ke sana. Desa itu dulunya penuh dengan pohon jambu biji, tapi karena banyak pembangunan sekarang tinggal sedikit. Di salah satu pohon itu saya menemukan serangga tersebut,” ucapnya ketika ditelepon pada Minggu (18/12/2023).
Ia pun membawa pulang serangga itu meski belum dapat mengidentifikasinya. Rekannya di jejaring penghobi serangga yang lebih berpengalaman membantu mengidentifikasi, Garda Bagus Damastra. Saat itu hanya diketahui genusnya adalah Nesiophasma.
Bantuan Garda berlanjut dengan komunikasi dengan peneliti serangga asal Kanada, Frank H. Hennemann. Serangga itu dibiarkan menetas di rumah Davis, lalu induknya yang sudah mati dikirim untuk diteliti lebih lanjut.
Hasil identifikasi menyebutkan bahwa serangga ranting yang ditemukan Davis itu merupakan spesies baru.
“Yang paling saya perhatikan adalah adanya garis merah di sepanjang toraks. Ini ciri khasnya,” ucapnya.
Davis dan Garda pun terlibat dalam penelitian dan menjadi penulis publikasi spesies baru yang dinamakan, Nesiophasma sobesonbaii. Publikasi itu berjudul ‘Nesiophasma sobesonbaii n. sp. – a new giant stick insect from the island of Timor, Indonesia (Insecta: Phasmatodea)’ pun terbit pada Maret 2023, dua tahun setelah Davis membawanya dari kebun jambu biji. Hingga saat itu Davis masih duduk di kelas 3 SMA 5 Kupang.
Sedangkan tiga peneliti dari luar yang terlibat penelitian ini adalah Hennemann, Royce T. Cumming, dan Stéphane Le Tirant.
Nama Sobesonbaii sendiri diambil dari pahlawan nasional asal NTT, Sobe Sonbai III
Spesies baru serangga ranting Nesiophasma sobesonbaaii yang diidentifikasi oleh Davis Marthin Damale
Lebih lanjut publikasi ini menyebutkan Nesiophasma sobesonbaii merupakan serangga endemik Pulau Timor. Persebaran satwa ini berada di dua lokasi, yakni Desa Oemasi tempat Davis menemukannya dan di Distrik Lautem, Malahara Mainina, Timor Leste.
Keterlibatan dalam penulisan publikasi ini kian membuka mata Davis akan keanekaragaman hayati, terutama serangga, di tempat tinggalnya. Selama ini dokumentasi serangga di sekitar kepulauan bagian selatan garis pembatas satwa Wallacea sangat sedikit.
Beberapa penelitian terbaru mengenai phasmatodea membahas taksa kepulauan Maluku, kepulauan Sulawesi, Peleng, dan kepulauan Sula, atau Pulau Morotai di utara Halmahera. Dokumentasi serangga ranting di Pulau Timor hanya menyebutkan satu spesies saja, yakni Eurycnema versirubra.
Serangga ranting di Pulau Timor, Eurycnema versirubra, atau kerap disebut sebagai lalat kujawas (Euryc
Serangga yang biasa disebut lalat kujawas ini tumbuh di tanaman inang yang sama dengan Nesiophasma sobesonbaaii, pohon jambu biji. Namun masyarakat sekitar percaya bahwa serangga ini beracun dan dapat menyebabkan kematian. Banyak orang yang menemui lalat kujawas justru membunuhnya.
“Padahal sebenarnya dia tidak beracun, kalaupun disebut hama saya rasa tidak juga karena jumlahnya sedikit. Mungkin karena bentuknya yang besar maka orang takut,” ucap dia.
Davis mengaku cukup bangga dengan perannya. Ia pun bertekad mendalami ilmu serangga.
Koleksi serangga milik Davis Marthin Damaledo. Foto: Dokumnetasi Davis Marthin Damaledo
Sedangkan bagi Garda, keterlibatan dalam publikasi spesies baru sendiri bukan sepenuhnya pengalaman baru. Ia pernah membantu identifikasi spesies baru serangga daun (Phyllium) hasil temuannya di kaki Gunung Arjuna, Desa Bermi, Krucil, Probolinggo, Jawa Timur.
Publikasi berjudul ‘Notes on the leaf insects of the genus Phyllium of Sumatra and Java, Indonesia, including the description of two new species with purple coxae (Phasmatodea, Phylliidae)’ menamai serangga temuan Garda dengan Phyllium gardabagusi, sesuai namanya. Spesies ini menambah spesies temuan sebelumnya, yaitu Phyllium hauslohner dan Phyllium jacobsoni.
“Memang yang pertama saya tidak terlibat dalam penulisan. Ketika turut membantu dan terlibat penulisan ini sangat membanggakan sekaligus menyenangkan,” ucap dia.
Garda Bagus Damastra (Kanan) tengah berburu serangga bersama tiga rekannya. Sumber Foto: akun instag
Beberapa penghobi serangga di Indonesia seringkali disematkan namanya sebagai nama serangga temuan mereka. Sebut saja publikasi tujuh spesies serangga ranting dan daun pada Agustus 2023 lalu berjudul ‘On seven undescribed leaf insect species revealed within the recent “Tree of Leaves” (Phasmatodea, Phylliidae)’.
Publikasi itu memuat temuan tujuh serangga baru dari Asia, yakni Phyllium iyadaon dari Pulau Mindoro-Filipina, Phyllium samarense dari Pulau Samar-Filipina, Phyllium ortizi dari Pulau Mindanao-Filipina, Pulchriphyllium heracles dari Vietnam, Pulchriphyllium delislei dari Kalimantan Selatan, Pulchriphyllium bhaskarai dari Jawa, dan Pulchriphyllium anangu dari barat daya India.
Pulchriphyllium bhaskarai ditemukan oleh Edy Bhaskara, penghobi serangga.
Akademisi Pertanian IPB, Damayanti Buchori, mengungkapkan peran penghobi untuk menemukan spesies baru serangga sangat signifikan. Mereka memiliki ketekunan dan jejaring informasi.
Selama ini dirinya pun sering berhubungan dengan para penghobi serangga, baik untuk membahas spesies tertentu maupun berdiskusi secara umum mengenai perkembangan identifikasi spesies baru.
Ia menyebutkan spesies serangga di Indonesia belum seluruhnya teridentifikasi dan terdokumentasi.
Data mengenai jumlah spesies serangga sendiri terus berkembang. International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List mengidentifikasi 2,16 juta spesies di dunia hingga 9 Desember 2022. Dari jumlah itu, spesies yang merupakan hewan tercatat sebanyak 1,59 juta. Serangga tercatat sebagai hewan dengan spesies terbanyak di dunia, yakni 1,05 juta.
Perhitungan lain, Departemen Geografi dan Lingkungan di Universitas Hawaii di Mānoa, AS, menyebutkan jumlah spesies ini mencapai 3 juta, atau sekitar separuh dari seluruh spesies hewan di bumi.
“Pemerintah sendiri seharusnya berani mengklaim bahwa separuh dari jumlah spesies serangga di dunia berada di Indonesia karena negara ini merupakan hotspot biodiversitas. Hal ini pun akan mendorong identifikasi dan dokumentasi. Dan peran penghobi akan sangat penting karena mereka memiliki ketekunan,” ucapnya.
Ia menekankan keterlibatan mereka dalam penulisan publikasi merupakan hal penting. Kerja keras mereka berkontribusi dalam ilmu pengetahuan lebih diakui jika nama mereka tercantum sebagai bagian dari penulis publikasi temuan baru.