LIPUTAN KHUSUS:

Hasil COP28: Dana Kompensasi Kerusakan Iklim Kurang Ambisius


Penulis : Gilang Helindro

Amerika Serikat dan Jepang hanya menyumbang dana seperlima dari yang dijanjikan oleh Uni Emirat Arab.

Lingkungan

Rabu, 06 Desember 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Sejumlah negara telah menyatakan komitmen untuk menggelontorkan dana loss and damage dalam menanggulangi efek akibat perubahan iklim. Namun, menurut Pius Ginting, Koordinator Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER), dana kompensasi kerusakan iklim itu kurang ambisius. 

Loss and damage adalah konsep di mana negara-negara kaya, sebagai penghasil emisi karbon terbesar, membayar kepada negara-negara miskin. Alasannya, negara-negara miskin ini lebih menderita akibat terkena dampak perubahan iklim yang tidak mereka sebabkan. Sudah begitu, negara-negara dengan kontribusi emisi gas rumah kaca (GRK) yang relatif lebih rendah tersebut lebih rentan dalam menghadapi kekeringan, kenaikan permukaan air laut, cuaca ekstrem, dan bencana iklim lainnya.

Pius menilai, nominal dana yang dijanjikan negara kaya masih jauh dari yang diharapkan dan kurang ambisius. Ia dalam hal ini menggarisbawahi dana yang dijanjikan Amerika Serikat dan Jepang. Menurut Pius, dana tersebut hanya kurang dari seperlima dana yang dijanjikan oleh Uni Emirat Arab.

“Padahal, AS dan Jepang merupakan negara industri pertama dengan jejak emisi historis yang tinggi. Peran Bank Dunia sebagai penyimpan dan penyalur dana juga patut dikritisi karena memiliki kedekatan khusus dengan AS,” ungkap Pius dalam keterangan resminya, Selasa, 4 Desember 2023.

Sejumlah negara menyatakan komitmen untuk menggelontorkan dana loss and damage dinilai kurang ambisius. Dok: COP28

Diketahui, gabungan dana tersebut akan dikumpulkan Bank Dunia dan direncanakan mulai 2024.

Pius mengatakan perwakilan negara-negara berkembang akan dilibatkan dalam proses alokasi dana. Tapi, kata dia, jumlah dana yang dikumpulkan juga perlu selalu diawasi secara berkala. 

Dalam laporan The Loss and Damage Collaboration untuk COP28, dana loss and damage yang dibutuhkan untuk menanggulangi dampak buruk bencana hidrometeorologi di negara-negara berkembang mencapai  US$ 400 miliar atau Rp 6,1 kuadriliun per tahun. 

Studi lainnya oleh Independent High-Level Expert Group on Climate Finance menyebutkan bahwa hingga 2030, dibutuhkan dana antara US$ 150–300 miliar untuk menghadapi dampak langsung dan rekonstruksi yang dibutuhkan.

Meski jumlah dana kurang ambisius, Pius menyambut baik rencana alokasi dana loss and damage ini sebagai bentuk tanggung jawab negara-negara maju terhadap dampak buruk perubahan iklim. Untuk mengatasi kekurangan dana, ujarnya, adalah penting untuk meningkatkan mitigasi dan pengurangan gas rumah kaca. "Agar loss and damage tidak membesar," dia menegaskan. 

“Langkah ini penting, mengingat efek perubahan iklim akan semakin mengancam kehidupan bila kenaikan temperatur global melebih 1,5 Celsius dari era pra-industri,” kata Pius.

5 Negara yang menggelontorkan dana loss and damage 

Lima negara maju yang menggelontorkan dana untuk menanggulangi perubahan iklim berdasarkan besarannya adalah:

  1. Uni Emirat Arab, berkomitmen menyediakan dana sebesar US$ 100 juta setara Rp 1,5 triliun guna mengatasi perubahan iklim dan transisi energi dalam mencapai target Net Zero Emission 2023.
  2. Jerman, berkomitmen menggelontorkan dana untuk mengatasi perubahan iklim yakni sebesar US$ 100 juta setara Rp 1,5 triliun. 
  3. Inggris, berkomitmen untuk memberikan dana sebesar £60 juta setara Rp 1,1 triliun.
  4. Amerika Serikat, berkomitmen menggelontorkan dana sebesar US$ 17,5 juta setara dengan Rp 270,6 miliar
  5. Jepang, berkomitmen mengalirkan dana US$ 10 juta atau setara dengan Rp 154,6 miliar.