LIPUTAN KHUSUS:
Datangi Jakarta, Warga Buli: Cabut Izin Tambang Nikel di Watowato
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Selain itu warga juga meminta agar Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) tidak diterbitkan untuk perusahaan tambang nikel yang memiliki konsesi di wilayah Bukit Watowato itu.
Energi
Jumat, 17 November 2023
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Warga Buli menuntut perizinan tambang yang diberikan kepada PT Priven Lestari, di Kabupaten Halmahera Timur (Haltim), Maluku Utara (Malut), dicabut. Warga juga meminta agar Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) tidak diterbitkan untuk perusahaan tambang nikel yang memiliki konsesi di wilayah Bukit Watowato itu.
Tuntutan tersebut disampaikan tiga belas perwakilan warga Buli yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Buli Peduli Watowato, yang datang ke Jakarta, dalam sebuah aksi yang digelar di markas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Selasa (14/11/2023) lalu. Selain KLHK, Aliansi juga menyampaikan tuntutan secara langsung kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rabu (15/11/2023) kemarin.
Selain menuntut Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar, tidak mengeluarkan PPKH untuk PT Priven Lestari, Aliansi juga meminta KLHK melakukan evaluasi dan mencabut Izin Lingkungan PT Priven Lestari dan melakukan penegakan hukum atas operasi PT Priven Lestari yang mulai membangun jalan tambang di kawasan hutan.
"Menurut orang di Gakum KLHK, setelah dia cek di database mereka, ternyata PT Priven belum mengajukan IPPKH (kini disebut PPKH)," kata Said Marsaoly, dari Aliansi Masyarakat Peduli Watowato, Selasa kemarin.
Said melanjutkan, Aliansi juga menuntut Menteri ESDM Arifin Tasrif dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melakukan evaluasi dan mencabut izin tambang PT Priven Lestari. Namun, dalam pertemuan Rabu kemarin, pihak Kementernian ESDM menyebut PT Priven sudah mempunyai Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Meskipun RKAB dimaksud bukan untuk kegiatan produksi.
"Setelah kita laporkan, mereka (ESDM) baru tahu kalau PT Priven sudah membuat jalan tambang. Mestinya, menurut mereka, Priven tidak bisa membuat jalan tambang oleh karena RKAB-nya bukan untuk produksi tapi hanya untuk perawatan dan eksplorasi," ujar Said.
Tuntutan terakhir, lanjut Said, agar Kapolri Listyo Sigit Prabowo meminta bawahannya di Polres Haltim untuk tidak bersekongkol dengan perusahaan, apalagi melakukan kriminalisasi. Sebab, kata Said, diduga ada upaya kriminalisasi terhadap warga. Dugaan itu didasarkan oleh adanya surat panggilan dari kepolisian setempat terhadap 13 warga Kecamatan Maba yang menolak tambang pada Juli 2023 lalu, dengan tuduhan mengada-ada, yakni penganiayaan, pengancaman, dan perusakan.
Said mengungkapkan, perusahaan nikel tersebut beberapa waktu belakangan sudah mulai melakukan pengukuran lahan warga untuk pembebasan lahan. PT Priven bersama sejumlah warga dan Babinsa, juga diketahui masuk ke areal berhutan untuk menghitung tanaman warga dan mengindentifikasi batas-batas kebun warga.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mencatat, lebih dari dua dekade, Pulau Halmahera di Malut menjadi sasaran empuk bagi konglomerat raksasa. Puluhan miliar dolar telah dikucurkan ke dalam zona mega tambang ini untuk tujuan perebutan pulau, penggalian tambang, dan pembangunan pabrik pengolahan nikel serta pabrik baterai.
Perluasan dan percepatan pembongkaran tubuh Halmahera ini diklaim sebagai mitigasi perubahan iklim, yang mendukung propaganda ekonomi hijau dan rendah karbon di Global South. Klaim ini tentu kontradiksi dengan realitas yang terjadi. Penambangan dan operasi pabrik smelter nikel yang dilengkapi dengan pembangkit listrik dari batubara telah memicu perluasan kerusakan daratan dan perairan Halmahera, berikut memicu kemiskinan sistemik dan terdegradasinya kesehatan warga.
Contoh nyata atas realitas itu terjadi di Lelilef dan Gemaf di Halamhera Tengah, tempat di mana PT IWIP beroperasi, atau di Kawasi, pulau Obi, Halmahera Selatan tempat di mana Harita Group beroperasi. Dua wilayah itu, menurut Jatam, adalah zona pengorbanan. Pembongkaran nikel dan operasi pabrik smelter dan PLTU meninggalkan kerusakan, kehilangan dan mewariskan penyakit yang sulit dipulihkan, serta melenyapkan hak veto rakyat.
Hal yang sama di Halmahera bagian timur. Penambangan nikel telah mengokupasi daratan, mencemari pesisir dan perairan laut, serta memporak-porandakan pulau kecil, seperti Pulau Gee dan Pulau Pakal. Di Haltim, terdapat 27 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan total luas konsesi mencapai 172.901,95 hektare.
Dari total izin tambang itu, PT Aneka Tambang (Antam) adalah salah satu perusahaan pemegang konsesi terbesar yang sudah memorak-porandakan wilayah daratan Halmahera, termasuk pesisir, laut hingga pulau kecil Gee dan Pakal.
Jika ditambah kehadiran PT Priven Lestari di kawasan Bukit Watowato, dengan luas konsesi 4.953 hektare, masyarakat di Kecamatan Maba dengan jumlah penduduk 13.195 jiwa dari 10 desa bakal terancam. Kawasan Bukit Watowato sendiri merupakan benteng terakhir atau ruang tersisa Haltim. Bukit Watowato juga merupakan tempat yang sakral bagi warga Buli.
Di Bukit Watowato terdapat kawasan hutan lindung dan hutan desa yang berfungsi sebagai wilayah resapan air. Dari kawasan hutan Watowato inilah mata air mengalir melalui tiga sungai besar dan beberapa anak sungai yang selama ini menjadi sumber air utama bagi ribuan warga. Di kaki Bukit Watowato juga terdapat lahan pertanian/perkebunan warga yang ditanami pala, cengkeh, dan nanas.