LIPUTAN KHUSUS:

Koalisi #SaveSagea Tuntut Penghentian Tambang Nikel di DAS Sagea


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Perubahan kualitas air Sungai Sagea di Halteng diduga akibat tercemar sedimen tambang nikel. Sehingga Koalisi #SaveSagea menuntut agar tambang nikel di DAS Sagea dihentikan.

Tambang

Senin, 30 Oktober 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Warga yang tergabung dalam Koalisi #SaveSagea kembali menuntut aktivitas tambang nikel di Halmahera Tengah (Halteng), Provinsi Maluku Utara (Malut), dihentikan. Tuntutan tersebut buntut dari dugaan pencemaran Sungai Sagea, yang selama ini menjadi sumber penghidupan dan dikeramatkan oleh leluhur warga setempat.

Dalam pernyataan resminya, Koalisi menjelaskan, Sungai Sagea sejak beberapa tahun terakhir mengalami pencemaran berulang. Pencemaran itu semakin sering terjadi sejak Juli hingga September 2023. Air sungai berubah warna keruh kekuningan, menyebabkan ribuan warga kesulitan mengakses air bersih, hingga melumpuhkan aktivitas pariwisata komunitas di Gua Bokimaru.

Koalisi telah melakukan pengamatan langsung sebaran hulu-hilir pencemaran, kemudian menganalisis penyebab keruhnya sungai tersebut. Hasilnya, meski sering keruh ketika terjadi hujan lebat, secara visual kekeruhan ini berbeda dari yang terjadi sebelumnya. Lebih mirip sungai-sungai yang telah tercemar sedimentasi tambang seperti di Sungai Kobe dan Sungai Waleh.

"Selain itu, #SaveSagea juga mengumpulkan foto citra satelit dari Maret hingga Agustus, dan ditemukan terdapat bukaan lahan dan pembuatan jalan di wilayah Sagea Atas, yang mana kawasan tersebut masuk dalam konsesi PT Weda Bay Nickel (WBN)," ujar Adlun Fikri, dari Koalisi #SaveSagea, Sabtu (28/10/2023) kemarin.

Tampak dari ketinggian kondisi air Sungai Sagea yang diduga tercemar akibat aktivitas tambang di wilayah Sagea, Kecamatna Weda Utara, Halmahera Tengah, Maluku Utara, pada 24 Agustus 2023. Foto: Auriga Nusantara/Yudi Nofandi.

Adlun menjelaskan, PT WBN merupakan perusahaan pertambangan nikel yang terintegrasi dengan PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) dan memiliki luas konsesi sebesar 45.065 hektare. Yang mana wilayah Sagea Atas, yang mencakup Jiguru, Bokimekot, dan Pintu, juga termasuk dalam konsesi perusahaan.

Dari pantauan lapangan, lanjut Adlun, Koalisi #SaveSagea menemukan terdapat pembuatan jalan untuk pengerahan alat pengeboran (eksplorasi) oleh PT WBN. Sehingga pencemaran yang terjadi di Sungai Sagea terindikasi kuat disebabkan oleh operasi PT WBN yang membuat jalan di atas anak sungai dalam wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Sagea.

Adlun mengungkapkan, temuan Koalisi #SaveSagea sejalan dengan hasil kunjungan lapangan dari Forum Koordinasi DAS Moloku Kie Raha, yang tertuang dalam berita acara kunjungan lapangan mereka pada 26-27 Agustus 2023. Dalam poin 1 menyatakan bahwa secara faktual di lapangan sudah terdapat perubahan biofisik yang disebabkan faktor non alam/antropogenik (aktivitas manusia).

"Kemudian pada poin 4 yang berbunyi, berdasarkan sebaran IUP di sekitar DAS Ake Sagea, perlu dilakukan pengawasan terpadu dan objektif terhadap aktivitas pertambangan," katanya.

Menurut Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Ake Malamo, lanjut Adlun, DAS Sagea memiliki luas 18.200,4 hektare, dan terdapat 3 sungai besar dan ratusan anak-anak sungai. Ironisnya, kata Adlun, di sekitar DAS Sagea ini sudah terdapat lima Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang, sebagian konsesinya masuk dalam DAS Sagea.

Lima IUP tersebut yakni PT Weda Bay Nickel seluas 6.858 hektare, PT Dharma Rosadi Internasional seluas 341 hektare, PT First Pasific Mining seluas 1.467 hektare, PT Karunia Sagea Mineral seluas 463 hektare, dan PT Gamping Mining Indonesia seluas 2.170 hektare.

"Dari 5 IUP di atas, baru PT WBN yang melakukan aktivitas di bagian hulu DAS Sagea. Sehingga peristiwa keruhnya air Sungai Sagea tidak bisa dilepas-pisahkan dari DAS yang telah dirusak oleh PT WBN. Ketika turun hujan material tanah bekas bukaan lahan akan tererosi ke sungai yang berdampak juga pada tercemarnya ekosistem sungai hingga terganggunya wilayah tangkap nelayan di hilir," kata Adlun.

Atas dugaan dugaan pencemaran Sungai Sagea itu, Adlun menambahkan, warga Sagea dan Kiya, Halmahera Tengah menuntut pemerintah agar menghentikan operasi PT WBN di hulu DAS Sagea atau wilayah Sagea, serta segera evaluasi dan penegakan hukum yang tegas serta melakukan pemulihan atas kerusakan yang sudah terjadi.

"Segera lakukan penciutan konsesi PT WBN yang masuk di area DAS Sagea, dan cabut seluruh izin tambang yang ada di sekitar DAS Sagea, mulai dari Dharma Rosadi Internasional, PT First Pasific Mining, PT Karunia Sagea Mineral, dan PT Gamping Mining Indonesia," ucap Adlun.