LIPUTAN KHUSUS:

Tanpa Intervensi, Emisi Industri Indonesia Naik Pesat pada 2060


Penulis : Kennial Laia

Emisi di lima sektor industri di Indonesia akan mencapai tiga hingga empat kali lipat pada 2060.

Perubahan Iklim

Jumat, 27 Oktober 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Saat ini emisi gas rumah kaca di sektor industri Indonesia menyumbang 8-20% dari total nasional. Angka ini diperkirakan meningkat signifikan pada 2060 jika pemerintah tak melakukan intervensi atau dekarbonisasi. 

Pemodelan terbaru Institute for Essential Services Reform (IESR) menunjukkan bahwa emisi di lima sektor industri, yakni semen, besi dan baja, bubur kertas dan kertas, amoniak, dan tekstil akan mencapai tiga hingga empat kali lipat pada 2060. Peningkatan ini juga akan mengganggu target iklim nasional Indonesia, yang bertujuan memangkas 31,89% emisi dengan upaya sendiri dan 43,20% dengan dukungan komunitas internasional. 

Manajer Program Transformasi Energi IESR, Deon Arinaldo, menyebut dekarbonisasi di sektor industri, yang menjadi motor ekonomi utama di tanah air, merupakan prasyarat untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, serta menjadikan Indonesia negara maju beremisi rendah. Industri dengan produk rendah karbon akan menjadi yang paling kompetitif. 

“Indonesia dapat menerapkan pilar dekarbonisasi industri yaitu meningkatkan efisiensi energi, elektrifikasi kebutuhan energi, beralih ke bahan bakar rendah karbon seperti energi terbarukan, dan efisiensi pada penggunaan material,” kata Deon pada Lokakarya Diseminasi Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Indonesia dan Rekomendasi Kebijakan, Rabu, 25 Oktober 2023. 

Ilustrasi industri besi dan baja. Dok Indonesian Iron & Steel Industry Association

“Masing-masing industri unik, sehingga perlu diantisipasi situasi dan konteks masing-masing saat menyusun peta jalan dan regulasi yang mendukung,” ucap Deon. 

Dalam laporannya, IESR yang bermitra dengan Lawrence Berkeley National Laboratory menilai dekarbonisasi industri di Indonesia dapat tercapai sebelum 2060. Berdasarkan data IESR, dari total 17 entitas bisnis di lima sektor yang dianalisis, masing-masing perusahaan telah menetapkan target dekarbonisasi dengan porsi yang berbeda-beda. Namun hanya industri bubur kertas dan kertas yang mempunyai target dekarbonisasi yang spesifik.

Analis Senior IESR, Farid Wijaya, mengatakan industri skala besar seperti semen, besi dan baja, tekstil, bubur kertas dan kertas, dan amoniak memiliki motivasi tinggi untuk melakukan dekarbonisasi. Namun, masih ada tantangan terkait konsumsi energi yang tinggi, ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, pengelolaan limbah, dan emisi gas rumah kaca pada proses dan rantai nilai. Tantangan lainnya terletak pada biaya yang tinggi serta manfaat manfaat keekonomian dalam upaya dekarbonisasi.

“Selain itu, regulasi yang tersedia belum terlalu mengikat baik terhadap industri, industri lanjutan, dan konsumen untuk mendorong dekarbonisasi industri,” ujar Farid. 

Menurut Farid, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian dan kementerian teknis lainnya seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, perlu menetapkan regulasi yang kuat serta memberikan dukungan dan insentif untuk industri. Pemerintah juga harus memastikan bahwa produsen, konsumen, dan pasar mendukung produksi rendah emisi yang dihasilkan dari dekarbonisasi industri.

Peneliti Teknologi Lingkungan dan Energi di Lawrence Berkeley National Laboratory, Hongyou Lu, mengatakan pemerintah Indonesia perlu segera mengembangkan strategi nasional untuk setiap jenis sektor industri. Misalnya, untuk industri besi dan baja dapat memfokuskan penerapan electric arc furnace sebagai langkah elektrifikasi prosesnya untuk strategi jangka waktu pendek, serta melakukan efisiensi energi dan material. 

Sementara, pada semen, strategi dekarbonisasi termasuk meningkatkan penggunaan bahan pengganti material klinker (supplementary cementitious materials), menerapkan langkah efisiensi material dan efisiensi energi (jangka pendek), serta beralih ke sumber bahan bakar rendah emisi (jangka menengah-panjang).

Tidak hanya itu, pemerintah juga perlu membuat strategi nasional untuk produksi energi hijau seperti hidrogen dan amoniak, teknologi lintas sektor seperti aplikasi pompa panas (heat pump), serta teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon untuk sisa emisi yang tidak bisa dilakukan dekarbonisasi.

“Untuk melakukan berbagai strategi dekarbonisasi ini, Pemerintah Indonesia perlu membangun perencanaan yang terkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan dalam pengembangan infrastruktur rendah karbon, seperti jaringan pipa, tempat penyimpanan, sistem transmisi dan distribusi tenaga listrik, sehingga memungkinkan industri untuk mengakses energi terbarukan,” kata Hongyou Lu.

Hongyou Lu mengatakan, dekarbonisasi industri menjadi hal yang tidak dapat dihindari dan melibatkan banyak aspek. Dekarbonisasi industri berpotensi mengembangkan industri baru, menumbuhkan ekonomi lokal, mengurangi polusi udara, dan meningkatkan daya saing Indonesia di pasar internasional.

Hal ini perlu dilakukan agar produk industri Indonesia masih dapat memenuhi peraturan lingkungan hidup yang lebih ketat untuk barang impor dan mekanisme penetapan harga karbon yang telah efektif di beberapa negara tujuan ekspor, seperti Uni Eropa.