LIPUTAN KHUSUS:

RTRW Aceh Perlu Mengintegrasikan Koridor Satwa


Penulis : Gilang Helindro

Agar satwa kunci Aceh lestari, Rancangan Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah (Raqan RTRW) Aceh perlu mengintegrasikan koridor satwa.

Satwa

Jumat, 20 Oktober 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Demi menjamin keberlangsungan hidup empat satwa kunci di Provinsi Aceh, Rancangan Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah (Raqan RTRW) Aceh perlu memberikan perlindungan secara komprehensif dengan pengintegrasian koridor satwa. Direktur Walhi Aceh, Ahmad Shalihin mengatakan, tujuan pengaturan pola ruang dalam RTRW Aceh itu untuk meminimalisir interaksi negatif manusia dengan satwa. Adapun terputusnya koridor satwa, ujarnya, karena ada pengalihan fungsi lahan yang masif. 

“Karena itu jalur migrasi satwa merupakan salah satu isu yang krusial dalam pembahasan Raqan tersebut,” katanya Kamis, 19 Oktober 2023.

Ahmad menyebut, interaksi negatif manusia dengan satwa kunci di Aceh terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan catatan Walhi Aceh, sejak 2019-2023, total kejadian interaksi negatif satwa dengan manusia sebanyak 113 kali--68 kali melibatkan harimau, 33 kali gajah, orang utan 11 kali dan badak satu kali. Dalam interaksi negatif ini gajah yang paling banyak mati, yaitu sebanyak 22 ekor, kemudian harimau 11 ekor, dan orang utan satu ekor.

“Sebanyak 60 persen kejadian interaksi negatif satwa-manusia itu dekat dengan pemukiman warga dan ini memiliki kerentanan tingkat tinggi kalau tidak segera diatasi. Karena manusia dan satwa hidup dalam satu ekosistem,” katanya.

Satu individu harimau sumatra mati di kebun warga di Meukek, Kabupaten Aceh Selatan, Sabtu (11/3/2023). Foto: Antara

Untuk menyelesaikan interaksi negatif satwa-manusia yang terus meningkat, kata Ahmad, penting diatur pola ruang agar tidak tumpang tindih antara ruang pergerakan satwa dengan areal budidaya. "Karena 70 persen lebih pergerakan satwa sekarang berada di luar kawasan lindung dan konservasi," kata dia.

“Karena kebanyakan interaksi negatif manusia dengan satwa selama ini terjadi di Area Penggunaan Lain (APL), sehingga penting dalam RTRW Aceh memasukkan koridor di seluruh Aceh yang terintegrasi, sehingga jalur migrasi satwa tidak terputus saat ada pengalihan fungsi lahan,” dia menegaskan.

Catatan Walhi Aceh, 2019-2023 total kejadian interaksi negatif manusia dengan satwa sebanyak 113 kali.

Sejauh ini, menurut catatan Walhi Aceh, koridor yang sudah terakomodir dalam pola ruang Raqan RTRW Aceh baru tiga. Dia di antaranya yaitu Koridor Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Tengah dan Bener Meriah yang disebut dengan koridor Peusangan dan Bener Meriah, Aceh Utara disebut Koridor Cot Girek.

Ada 6 koridor lainnya yang belum terakomodir dalam RTRW Aceh sekarang, yaitu koridor Aceh Besar, Pidie, koridor Aceh Jaya, koridor Aceh Barat, Nagan Raya, koridor Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Gayo Lues, koridor Aceh Selatan, Subulussalam dan koridor Aceh Timur, Aceh Tamiang, Gayo Lues.

Keenam koridor ini penting untuk segera dibuat, karena kejadian interaksi negatif antara satwa-manusia sejak 2019-2023 yang banyak terjadi di Aceh Timur, sebanyak 23 kejadian dan Aceh Selatan 19 kejadian, namun hingga sekarang belum terakomodir dalam pola ruang Raqan RTRW Aceh.

“Hampir semua kabupaten itu terjadi interaksi negatif antara manusia dengan satwa, maka sangat mendesak koridor satwa masuk dalam RTRW untuk menyelamatkan satwa, terutama 4 satwa kunci,” katanya.

Menurut Ahmad, dimasukkannya 9 koridor dalam pola ruang Raqan RTRW Aceh dapat memastikan konektivitas ekologis melalui koridor sebagai salah satu cara terpenting untuk memastikan spesies dapat berpindah antar kawasan dan mempertahankan kekuatan genetik.

Selain itu, ujarnya, menjadikan koridor kehidupan liar sebagai peluang pengembangan komoditi berkesesuaian bernilai ekonomi, sebagai bentuk implementasi pemanfaatan bentang alam dengan prinsip berbagi ruang.

Untuk mendorong pembangunan koridor satwa tersebut, Walhi Aceh telah menggelar FGD Pengintegrasian Koridor Satwa dalam Raqan RTRW Aceh. FGD dihadiri peserta lintas sektor, dari lembaga swadaya masyarakat, warga yang sering mengalami interaksi negatif manusia dengan satwa, pihak pemerintah dan beberapa pemangku kepentingan lainnya.

“Semua masukan dari FGD ini nantinya kami akan siapkan satu dokumen dalam bentuk rekomendasi dan kami akan serahkan ke Komisi IV DPRA yang sedang membahas Raqan RTRW Aceh,” ungkapnya.

Senada dengan Ahmad, Wahyu Pratama, Staf Legal Lembaga Suar Galang Keadilan (LSGK) Aceh menyebut saat ini memang terjadi penyempitan ruang hidup satwa dan koridor satwa. “Perlu aturan-aturan yang mengarah kepada perlindungan satwa,” katanya.

Berdasarkan Perdirjen KSDAE Nomor P8 tahun 2016, koridor satwa adalah areal atau jalur bervegetasi yang cukup lebar baik baik alami ataupun buatan yang menghubungkan dua atau lebih habitat atau kawasan konservasi atau ruang terbuka dan sumberdaya lainnya, yang memungkinkan terjadinya pergerakan atau pertukaran individu antar populasi satwa atau pergerakan faktor-faktor biotik. 

Areal ini diharapkan dapat mencegah terjadinya dampak buruk pada habitat yang terfragmentasi pada populasi karena in-breeding dan mencegah penurunan keanekaragaman genetik akibat erosi genetik (genetik drift) yang sering terjadi pada populasi yang terisolasi.

“Apabila tidak ada pembangunan koridor satwa, kehidupan satwa liar terpengaruh. Dampak yang paling besar adalah meningkatnya laju kepunahan bagi satwa yang dilindungi,” kata Wahyu.