LIPUTAN KHUSUS:
Konferensi Tenurial 2023: Konflik hingga Kemiskinan Kian Meluas
Penulis : Gilang Helindro
Forum ini digagas untuk melihat lebih mendalam dan mengkritisi konsentrasi penguasaan dan monopoli tanah oleh pengusaha dan badan-badan usaha swasta maupun negara.
Agraria
Selasa, 17 Oktober 2023
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Satu dekade terakhir, krisis agraria dan ekologis dinilai semakin parah terjadi di Indonesia. Dalam catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), selama Pemerintahan Presiden Joko Widodo 2015-2022, sedikitnya terjadi 2.710 letusan konflik agraria yang berdampak pada 5,88 juta hektare. Letusan konflik disebabkan ragam bisnis dan investasi, pembangunan infrastruktur, pertambangan, hingga berbagai proyek-proyek strategis nasional dan pariwisata premium.
Data ini terungkap dalam Konferensi Tenurial 2023 yang diselenggarakan di Jakarta dari kemarin hingga hari ini.
“Situasi ini adalah buah dari kebijakan ekonomi-politik dan hukum yang liberal dan kapitalistik. Tanah-tanah rakyat, kekayaan agraria dan sumbedaya alam dijadikan komoditas yang bisa diambil paksa untuk kepentingan investasi dan ragam bisnis skala besar,” kata Dewi Kartika, Ketua Steering Committee Konferensi Tenurial 2023, pada Senin, 16 Oktober 2023.
Karena itu pula, menurut Dewi Kartika, konferensi kali ini mengambil tema Mewujudkan Keadilan Sosial dan Ekologis Melalui Reforma Agraria dan Pengelolaan SDA. Forum ini kata Dewi, digagas untuk melihat lebih mendalam dan mengkritisi konsentrasi penguasaan dan monopoli tanah oleh pengusaha dan badan-badan usaha swasta maupun negara yang telah mengakibatkan ketimpangan, konflik agraria, kerusakan alam, dan kemiskinan struktural yang semakin meluas.
“Konflik agraria dan perampasan tanah telah meningkatkan jumlah petani gurem dan petani tidak bertanah di Indonesia. Sebab, pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan dan investasi tersebut sebagian besar menargetkan tanah-tanah pertanian produktif rakyat,” katanya.
Berdasarkan Data Sensus Pertanian 2013, sedikitnya 11,51 juta keluarga petani berstatus petani gurem. Lima tahun 2013-2018, guremisasi kelas petani melonjak tajam menjadi 15,8 juta keluarga atau bertambah sekitar 4,29 juta keluarga (BPS, Survey Pertanian Antar Sensus, 2018). Fakta terbaru, sebanyak 72,19 persen petani merupakan petani gurem dimana 91,81 persen diantaranya adalah petani laki-laki dan 8,19 persen merupakan petani perempuan Regulasi Pro-Investasi.
Konferensi Tenurial 2023 dihadiri lebih dari 800 peserta dari berbagai wilayah di Indonesia. Kehadiran peserta yang merupakan perwakilan dari wilayah dan juga organisasi ini adalah bentuk partisipatif konferensi untuk menyerap suara-suara dari akar rumput.
Di antara hal yang menjadi sorotan penting adalah adanya berbagai regulasi yang dinilai semakin membuat perampasan tanah pertanian dan wilayah adat semakin mudah dan masif. Hal ini disoroti oleh Erasmus Cahyadi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
“Pemerintah justru melahirkan berbagai regulasi yang bertujuan memfasilitasi investasi dan segelintir kelompok elite bisnis dan elite politik. Mulai dari revisi UU Minerba, UU Cipta Kerja, UU IKN, Revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP),” katanya.
Sementara itu, regulasi yang mengarah kepada keadilan sosial dan lingkungan tidak kunjung diselesaikan dan diimplementasikan, seperti TAP MPR IX/2001, UUPA 1960, UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, Perpres Reforma Agraria, hingga RUU Masyarakat Adat.
Eras juga menekankan bahwa dalam satu dekade pemerintahan Presiden Jokowi dinilai gagal memenuhi janji Nawacita. Reforma agrarian yang seharusnya mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyat tidak terjadi, justru semakin menyingkirkan rakyat.
Muhammad Isnur dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) memberikan catatan tentang kebebasan sipil yang makin terancam, yang selaras dengan semakin masifnya investasi dan regulasi pro-investasi.
“Tantangan dan ancaman yang dihadapi gerakan masyarakat sipil adalah menyempitnya ruang publik, yang terlihat dari aktivasi para pendengung pemerintah di dunia maya, maraknya pembubaran paksa diskusi-diskusi publik, stigmatisasi terhadap perjuangan masyarakat, kriminalisasi terhadap demonstran dan aktivis, dll,” katanya.
Pembangunan Masif yang Berimbas Kerusakan Alam
Dalam Konferensi Tenurial 2023, problem tentang kerusakan alam juga menjadi sorotan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mencatat bencana ekologis banjir terbesar terjadi di Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat tahun 2021-2022.
BNPB mencatat sebanyak 24.379 rumah terendam banjir, kurang lebih 112 ribu warga mengungsi, dan 15 orang meninggal dunia. Bahkan Presiden Jokowi sendiri mengatakan banjir tersebut merupakan yang terbesar dalam 50 tahun terakhir.
“Model pembangunan yang menghamba pada modal dan kepentingan korporasi besar tersebut telah mengakibatkan kerusakan alam, meningkatnya bencana ekologis dan konflik sosial,” ujar Zenzi Suhadi, Direktur Eksekutif Nasional WALHI.
Menurutnya, masyarakat tidak hanya kehilangan tanah, tapi juga kehilangan pengetahuan lokal dan kekayaan tradisional yang selama ini telah terbukti mampu menjaga bumi dan sumber daya alam.
Konferensi Tenurial 2023 akan ditutup pada tanggal 17 Oktober 2023, yang diharapkan mampu menghasilkan rekomendasi dan gagasan baru dari berbagai problem tenurial yang ada.
“Selain itu, Konferensi Tenurial ini juga menjadi ajang konsolidasi gerakan rakyat untuk memperkuat diri dan posisi gerakan, sehingga ke depan perjuangan rakyat akan semakin menemukan jalan yang semakin kuat,” katanya.