LIPUTAN KHUSUS:

UNESCO Tetapkan Hutan Hujan Sumatera Dalam Bahaya


Penulis : Aryo Bhawono

Sudah 12 tahun Hutan Hujan Sumatera berstatus dalam bahaya.

Hutan

Senin, 09 Oktober 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  UNESCO melanjutkan status ‘dalam bahaya’ bagi Hutan Hujan Tropis Sumatera (Tropical Rainforest Heritage of Sumatra/ TRHS). Usulan deforestasi oleh pemerintah dan pembangunan infrastruktur jalan menjadi pertimbangan penetapan status ini.

Sidang sidang Komite Warisan Dunia (World Heritage Committee/ WHC) UNESCO ke-45 di Riyadh, Arab Saudi, pada 10-25 September 2023 menetapkan Hutan Hujan Tropis Sumatera sebagai warisan dunia dalam bahaya. Penetapan ini tak berubah sejak 2011 atau sudah selama 12 tahun. 

Dokumen UNESCO WHC/23/45.COM/7A.Add.2, Convention Concerning the Protection of the World Cultural and Natural Heritage memutuskan mempertahankan Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera (Indonesia) dalam Daftar Warisan Dunia dalam Bahaya.

UNESCO menaruh perhatian terhadap deforestasi yang terus terjadi akibat perambahan, pembangunan jalan. Dampaknya adalah konflik satwa, menurunnya spesies kunci, dan meningkatnya isolasi ekologis.

Salah satu sudut bentang TNBBS . Kawasan ini merupakan bagian dari warisan dunia Hutan Hujan Tropis Sumatera UNESCO. Sumber foto: Dokumen UNESCO-Marc Patry.

Komite ini menyesalkan tindakan pemerintah yang terus mempertimbangkan usulan deforestasi dan pembangunan infrastruktur. Tindakan pemerintah itu justru bertolak belakang dengan niat pemulihan lingkungan.

Misalnya saja, tulis dokumen itu, laporan usulan penebangan 1.306 hektare hutan di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan 49.000 ha di sekitar TNKS serta Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Pemerintah perlu memastikan konektivitas kawasan dengan ekosistem di sekitarnya, terutama dengan koridor satwa liar. Implementasi langkah-langkah perbaikan lainnya, seperti menyepakati kerangka kerja metodologi yang sama untuk memantau setiap spesies, masih tertunda.

WHC mendesak pemerintah untuk memprioritaskan kegiatan restorasi, menghentikan penebangan, dan penegasan batas kawasan. Pemerintah juga diminta untuk menyerahkan rincian terkait rencana pembangunan yang dinilai mengancam situs.

Mereka meminta rincian dampak pembangunan jalan dalam kawasan. Pasalnya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pembangunan jalan Karo-Langkat menyebutkan tak ada dampak pembangunan terhadap satwa. Namun perlu antisipasi dan mitigasi.

Jarak Pembangunan Jalan Trans Sumatera dari Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) digambarkan jauh namun temuan justru menunjukkan dekat. Makanya pemerintah memastikan integritas TNGL terlindungi, terutama mengingat pentingnya ekosistem Leuser yang lebih luas. 

Terdapat beberapa data yang belum diserahkan pemerintah Indonesia seperti informasi pembangunan jalan Muara Situlen-Gelombang, yang diduga akan memotong 18 km melalui TNGL. Informasi nihil juga terdapat pada pengembangan empat bendungan PLTA (Bendungan Soraya, Bendungan Jambo Aye, Bendungan Kluet, dan Bendungan Samarkilang), dan proyek-proyek pertambangan di dekat properti di Ekosistem Leuser.