LIPUTAN KHUSUS:

Karimunjawa Kembali Jadi Lahan Parkir Tongkang Batu Bara


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Meski menyandang status sebagai kawasan taman nasional, Karimunjawa jadi tempat parkir tongkang batu bara.

Kelautan

Minggu, 24 September 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Masyarakat Karimunjawa bersama Greenpeace Indonesia serta berbagai komunitas melakukan aksi membentangkan spanduk berukuran 5×15 meter bertuliskan Save Karimunjawa di tengah laut dengan menggunakan kayak, Selasa (19/9/2023) kemarin. Aksi yang menjadi rangkaian Global Climate Strike tersebut dilakukan karena Karimunjawa kini tengah dalam ancaman limbah tambak dan tongkang batu bara.

Dalam keterangan resmi yang dibagikan Greenpeace Indonesia, dijelaskan, meski menyandang status sebagai kawasan taman nasional, Karimunjawa tidak serta merta lepas dari berbagai permasalahan lingkungan. Pada Mei 2018, kapal legendaris Greenpeace Rainbow Warrior beraksi menghadang kapal tongkang batu bara yang kerap parkir di wilayah Karimunjawa, sehingga merusak terumbu karang dan mencemari lautan.

Sejak aksi tersebut, pengawasan dari pemerintah hanya bertahan selama 3 bulan, kemudian Karimunjawa kembali disinggahi tongkang-tongkang tersebut. Belum selesai dengan permasalahan lalu lalang dan parkirnya tongkang batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), taman nasional ini juga terancam dengan keberadaan tambak-tambak udang ilegal.

Bambang Zakariya, Koordinator Lingkar Juang Karimunjawa (Lingkar), mengatakan, proyek tambak udang vaname mulai masuk ke pulau itu sekitar 2016. Satu tahun kemudian, tambak udang yang tadinya hanya ada di satu titik bertambah menjadi empat titik.

Grenpeace Indonesia bersama berbagai komunitas masyarakat melakukan aksi dengan membentangkan spanduk bertuliskan Save Karimunjawa, di perairan Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah, Selasa (19/9/2023). Foto: Greenpeace Indonesia.

"Di setiap titik tersebut ada 6 petak sampai 36 petak tambak. Jumlah tambak terus bertambah dan saat ini mencapai 39 titik," katanya.

Zakariya mengatakan, masyarakat setempat melakukan penolakan terhadap tambak-tambak ilegal itu. Penolakan masyarakat bukan tanpa alasan, tetapi karena tambak-tambak yang ada membuang limbahnya langsung ke laut.

"Akibatnya jelas terumbu karang, rumput laut dan ikan-ikan mati tercemar. Keberadaan tambak-tambak tersebut juga memicu konflik horisontal di masyarakat antara nelayan dengan petambak," tutur Bambang lebih lanjut.

Dalam penelusuran langsung di lapangan menggunakan kayak, ditemukan sejumlah kawasan mangrove yang rusak akibat sedimen limbah tambak, dan jaringan pipa air laut untuk tambak yang merusak karang. Jika industri ini tidak dihentikan, maka limbah ini lambat laun akan merusak keindahan bawah laut dan menghancurkan pariwisata di Karimunjawa.

Dinar Bayu, Koordinator Komunitas dari Greenpeace Indonesia mengatakan, krisis iklim sudah di depan mata dan mengancam kita semua termasuk kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Naiknya suhu laut dapat memicu pemutihan karang, serta hilangnya biota laut, selain itu naiknya permukaan laut mengancam daerah pesisir dan kehidupan nelayan.

"Karena itu transisi ke energi terbarukan yang lebih bersih mendesak untuk dilakukan segera di Indonesia," kata Dinar.

Dinar berpendapat, pemerintah juga harus melakukan penegakan hukum terhadap tambak dengan tegas, mengacu pada Perda RTRW Kabupaten Jepara terbaru, yang melarang adanya tambak di Taman Nasional Karimunjawa. Selain itu pengawasan terhadap kapal tongkang batu bara diperketat agar tidak merusak terumbu karang.

"Sudah seharusnya taman nasional ini dilindungi dari krisis iklim dan berbagai praktik industri merusak, agar keindahan bawah laut Karimunjawa tetap ada untuk selamanya," ucap Dinar.