LIPUTAN KHUSUS:
Sangihe Masih Terancam Tambang Emas
Penulis : Aryo Bhawono
Alat-alat berat masih bercokol di Pulau Sangihe pasca pencabutan izin operasi PT Tambang Mas Sangihe (TMS).
Tambang
Rabu, 20 September 2023
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Alat-alat berat masih bercokol di Pulau Sangihe pasca pencabutan izin operasi PT Tambang Mas Sangihe (TMS). Warga pun khawatir pulau seluas 736,98 km2 itu masih dalam ancaman tambang.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mencabut izin operasi PT TMS melalui SK No 13.K/MB.04/DJB.M/2023 tentang Pencabutan Keputusan Menteri ESDM No 163.K /MB.04/DJB/2021, tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Operasi Produksi Kontrak Karya PT. TMS, pada Jumat, 8 September 2023. Namun puluhan alat berat untuk pertambangan masih bercokol di Pulau Sangihe. Puluhan ekskavator ini ditengarai milik penambang ilegal.
Aktivis Save Sangihe Island (SSI), Alfred Potolondo mengungkap pulau kecil itu masih dalam ancaman tambang, baik PT TMS maupun penambang ilegal.
“Kalau dari pelaku tambang ilegal itu ada sekitar 30-40 unit ekskavator. Itu mereka tetap lanjut,” ucapnya ketika dihubungi redaksi pada Selasa (19/9/2023).
Ia mengungkap kepolisian telah menindak pelaku tambang emas ilegal di daerah Kupa pada awal Agustus 2023 lalu. Namun pelaku di daerah Bowone masih melakukan aktivitas dan tidak ada penindakan hukum. Daerah ini, kata dia, merupakan wilayah konsesi PT TMS.
Sedangkan kerusakan lingkungan terus terjadi. Bukit di pinggir Teluk Binebas dikupas hingga menyisakan sedimentasi setinggi dua meter di perairan. Air di teluk itu pun berubah menjadi kecoklatan.
Ia khawatir penambang ilegal ini terhubung dengan perusahaan kontraktor PT TMS, yakni PT Mahamu Hebat Sejahtera. Perusahaan itu disebutkan dalam website milik Baru Gold Corporation, pemegang saham mayoritas PT TMS, sebagai kontraktor yang akan melakukan penambangan di lahan seluas 65 hektar dari 42.000 ha konsesi PT TMS.
Sedangkan sikap pemerintah belum menunjukkan sikap untuk menyelamatkan Sangihe dari tambang PT TMS. Ia mengeluhkan pernyataan Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Ditjen Minerba ESDM, Yose Rizal, yang menyebutkan kontrak karya PT TMS masih berlaku dan perusahaan itu dapat mengajukan kembali izin Operasi Produksi dengan melengkapi syarat-syarat tertentu.
"Jadi PT TMS setelah dibatalkan peningkatannya maka dapat mengajukan kembali peningkatan tahap ke kegiatan Operasi Produksi dengan melengkapi persyaratan sesuai ketentuan," ucap Yose seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Seharusnya, hemat Alfred, pemerintah harus konsisten melaksanakan putusan MA. Salah satu poin Putusan Kasasi No. 650 K/ TUN/ 2022 itu menyebutkan bahwa penambangan di pulau kecil tidak dapat dilakukan karena melanggar UU No 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir.
Bukit di pinggir Teluk Binebas, Sangihe, dikupas hingga menyisakan sedimentasi setinggi dua meter di perairan. Sumber Foto: Greenpeace
Kepala Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Muhammad Jamil, mengungkap pemerintah seharusnya melakukan penindakan tegas setelah pencabutan izin operasi PT TMS. Seluruh aktivitas pertambangan dengan alat berat seharusnya ditangkap karena merupakan tindakan ilegal.
“Karena jelas, ini beda dengan pertambangan rakyat. Mereka tak mampu memiliki alat berat karena tak ada modal yang cukup,” jelasnya.
Apalagi selama ini kerusakan lingkungan telah terjadi. Seharusnya pemerintah pun mulai mencari penanggung jawab kerusakan ini. Jika kerusakan itu terkait dengan aktivitas PT TMS maupun kontraktornya maka harus dimintai pertanggungjawaban.