LIPUTAN KHUSUS:
RDF Berpotensi Menunda Pensiun PLTU di Jatim
Penulis : Gilang Helindro
Teknologi ini hanya fokus pada mengubah bentuk sampah menjadi bentuk baru seperti pelet atau briket, bukan menguranginya.
Energi
Jumat, 15 September 2023
Editor :
BETAHITA.ID - Di Provinsi Jawa Timur terdapat proyek PLTSa Benowo Surabaya yang menjadi proyek percontohan pembangkit tenaga sampah nasional. PLTSa ini telah beroperasi sejak 2021. Pemerintah pusat mengklaim PLTSa Benowo sebagai proyek yang berhasil mengatasi persoalan sampah. Namun, penerapan RDF ini menunjukkan bahwa tidak ada itikad baik dari pemerintah untuk transisi energi.
“Pengolahan sampah secara termal adalah proses pengolahan sampah yang melibatkan pembakaran bahan yang dapat terbakar yang terkandung dalam sampah dan/atau menghasilkan energi. Saat ini sampah kita belum terpilah. siapa yang bisa menjamin B3, vinyl, PVC, kaca dan aluminium foil yang ikut dibakar tidak menimbulkan racun?” kata Wahyu Eka Styawan, Direktur Walhi Jatim.
Wahyu menyebut, Refuse Derived Fuel (RDF) di Jawa Timur (Jatim) prinsipnya secara umum terdiri dari komponen limbah yang mudah terbakar, seperti plastik yang tidak dapat didaur ulang (tidak termasuk PVC), kertas karton, dan bahan yang sejenis lainnya.
Wahyu menjelaskan, prosesnya yakni melakukan pemisahan melalui langkah-langkah pengolahan yang berbeda, seperti penyaringan, klasifikasi udara, pemisahan balistik, pemisahan bahan besi dan non besi, kaca, batu dan bahan asing lainnya, lalu dibuat berukuran kecil seperti diparut sehingga menjadi ukuran butiran yang seragam, atau juga dipeletkan untuk menghasilkan bahan homogen yang dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil.
“Nah di Jawa Timur difokuskan untuk menjadi bahan bakar campuran batu bara atau Co-Firing sebagai bentuk pengurangan komposisi batu bara,” katanya saat dihubungi Kamis, 14 September 2023.
Menurut Wahyu, penerapan RDF ini menunjukkan bahwa memang tidak ada itikad baik untuk transisi energi ke EBT dan pengurangan sampah. Pasalnya hasil dari metode RDF ini nantinya dicampur batu bara untuk menghindari pemensiunan dini PLTU tua di Jawa Timur, seperti Paiton.
Wahyu menambahkan, kalau dilihat secara seksama, teknologi ini hanya fokus pada mengubah bentuk sampah menjadi bentuk baru seperti pelet atau briket, bukan menguranginya. Sebab, jika berjalan dan kebutuhan meningkat maka akan dibutuhkan pasokan sampah yang lebih banyak lagi. Karena pengurangan sampah berbeda dengan menghancurkan atau mengubah bentuk sampah. “Pengurangan sampah harusnya dilakukan dari sumbernya atau melihat dari skema hulu dan hilir, seperti di produsen dan konsumen,” tutupnya.
Saat ini pemerintah berusaha mengubah sampah plastik menjadi bahan campuran untuk bahan bakar pembangkit listrik. RDF dari sampah plastik dianggap solusi pengurangan sampah plastik menjadi bahan bakar. Menurut data KLHK, potensi RDF diperkirakan mencapai 20.000 ton per-hari, yang dapat dimanfaatkan pada 52 PLTU serta 34 pabrik industri semen di seluruh Indonesia.
Yuyun Ismawati, salah satu peneliti senior Nexus3Foundation menyebut, RDF dapat menjadi salah satu solusi dari masalah persampahan, tapi hanya jika diproses secara benar. RDF yang dibuat dari sampah residu atau sampah tercampur akan menghasilkan nilai kalor yang tinggi sebagai bahan bakar alternatif. “Namun demikian, produksi dari RDF yang berbasis biomassa ataupun sampah tercampur tetap akan membutuhkan offtaker industri yang akan menerima dan menggunakannya,” katanya daam laporannya.
Saat ini, pengguna RDF di Indonesia yang dapat diandalkan hanya perusahaan semen dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), dan ini pun harus diperkuat dengan regulasi untuk mengontrol emisi. Walaupun beberapa dokumen SNI sudah diterbitkan untuk biopelet dan briket untuk produsen RDF dan industri. “Hal ini masih belum cukup untuk menjamin selesainya masalah lingkungan dari proses co-firing (pembakaran bersama) atau co-processing (pemrosesan bersama),” tambahnya.
Saat ini emisi dioksin (PCDD/PCDF) yang dilepas dari tanur semen yang menggunakan sampah campuran sebagai bahan bakar alternatif hanya diwajibkan untuk diperiksa empat tahun sekali. Regulasi ini perlu diubah menjadi setidaknya satu tahun sekali.