LIPUTAN KHUSUS:
Area Konservasi Orangutan Kalimantan Terbakar pada Agustus
Penulis : Kennial Laia
Area terbakar diperkirakan seluas 50 hektare. Tim pemadam membutuhkan seminggu untuk memastikan api padam.
Konservasi
Rabu, 13 September 2023
Editor :
BETAHITA.ID - Kebakaran hutan dan lahan kembali terjadi di area program konservasi orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus) di Kalimantan Tengah. Menurut Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (BOS), organisasi nonprofit yang mengelola area ini, kebakaran meluas hingga ke area gambut sebelum dapat dipadamkan.
Kebakaran dilaporkan pada pertengahan Agustus di dua lokasi berbeda di wilayah kerja Program Konservasi Mawas. Program ini sendiri mencakup kabupaten Barito Selatan dan Kapuas, yang melindungi sekitar 309.000 hektare habitat alami orangutan liar.
“Tim pemadam kebakaran kami dengan bantuan masyarakat setempat berhasil memadamkan kebakaran tersebut,” kata CEO Yayasan BOS, Dr. Jamartin Sihite, Selasa, 12 September 2023.
Area terbakar diperkirakan seluas 50 hektare. Keterbatasan akses menuju lokasi dan kedalaman kubah gambut mengakibatkan api meluas jauh di kedalaman gambut, sehingga menyulitkan tim pemadam mengidentifikasi kebakaran dari permukaan. Tim membutuhkan seminggu untuk memastikan api padam.
Menurut Jamartin, area kerja Yayasan BOS berada di kawasan eks Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG) seluas 1 juta hektare lahan gambut dan rawa. Proyek ini diluncurkan pada 1995 pada era Presiden Soeharto. Megaproyek ini kemudian kandas, dan menjadi area rawan kebakaran yang kaya karbon. Kondisi ini menjadikan risiko kebakaran selalu ada.
Pada 2015, El Niño memicu kebakaran besar-besaran di Indonesia, termasuk di Kalimantan. Fenomena alami ini menyebabkan musim kemarau menjadi lebih panjang dan ekstrem. Lebih dari 2 juta hektar hutan hilang, dan masyarakat menderita masalah pernapasan akibat bencana asap. Kerugian ekonomi saat itu mencapai Rp 220 triliun.
Dr. Jamartin mengatakan, habitat spesies flora dan fauna turut hancur, tak terkecuali orangutan kalimantan. Akibatnya, Sepanjang November 2015-Februari 2017, Yayasan BOS harus merelokasi orangutan liar ke hutan yang lebih aman.
“Kobaran api kembali muncul pada 2019. Walau tidak separah tahun 2015, kebakaran masih menjadi ancaman serius bagi lingkungan dan kesejahteraan manusia,” kata Dr. Jamartin.
“Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi secara tiba-tiba pada tahun 2023 ini menggarisbawahi perlunya tindakan segera dan kolaboratif untuk mencegah kemungkinan yang lebih buruk,” tambahnya.
Menjelang musim kemarau, Yayasan BOS melakukan beberapa upaya sebagai tindakan preventif untuk mengurangi dampak kebakaran hutan. Sejak kebakaran besar pada 2015 dan 2019, pihaknya pun rutin pelatihan penanganan kebakaran, pemantauan wilayah kerja, membentuk dan melatih kelompok pemadam kebakaran, serta membangun sumur dan kolam sebagai tempat penampungan air untuk memadamkan kebakaran.
“Untuk memaksimalkan dampak persiapan mitigasi bencana, kami juga memastikan bahwa infrastruktur pemadam kebakaran dan sumur dapat diakses di lokasi-lokasi yang rawan atau pernah mengalami kebakaran hebat,” jelas Dr. Jamartin.
“Bersama dengan mitra internasional, kami telah melakukan pembasahan lahan, serta membangun sumur serta beje (kolam) sebagai sumber air untuk memadamkan api. Yayasan BOS juga bekerja bersama dengan masyarakat sekitar untuk meningkatkan kepedulian akan pencegahan kebakaran," pungkasnya.
Memasuki musim kering ekstrem tahun ini, fenomena El Niño menyebabkan dan meningkatkan risiko kebakaran dan gelombang panas di seluruh dunia, termasuk hutan-hutan di Indonesia.