LIPUTAN KHUSUS:
Mantan Menteri Perdagangan Diperiksa Terkait Korupsi Ekspor CPO
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Muhammad Lutfi diperiksa terkait proses pengambilan keputusan dalam kapasitasnya sebagai Menteri Perdagangan, dalam rangka mengatasi kelangkaan minyak goreng, serta upaya untuk mencukupi kebutuhan minyak goreng dalam negeri.
Hukum
Kamis, 10 Agustus 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Tim jaksa penyidik Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pemeriksaan terhadap mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi (ML), terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit, dalam rentang Januari-April 2022 lalu. Pemeriksaan Muhammad Lutfi ini dilakukan pada Kamis (9/8/2023) kemarin.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana, mengatakan, Muhammad Lutfi diperiksa terkait proses pengambilan keputusan dalam kapasitasnya sebagai Menteri Perdagangan, dalam rangka mengatasi kelangkaan minyak goreng, serta upaya untuk mencukupi kebutuhan minyak goreng dalam negeri.
Ketut bilang, pemeriksaan ini merupakan pendalaman atas fakta-fakta hukum yang ditemukan di persidangan sebagaimana tertuang dalam putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) atas nama terpidana Indra Sari Wisnu Wardhana dan kawan-kawan (dkk).
"Oleh karena itu, tim penyidik memandang pemeriksaan kali ini sebagai upaya memotret secara utuh peristiwa yang terjadi dalam perkara tersebut," kata Ketut, dalam keterangan resminya, Kamis (9/8/2023) kemarin.
Hingga saat ini, imbuh Ketut, tim penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 29 orang saksi. Terakhir, saksi Muhammad Lutfi telah melalui proses pemeriksaan selama 8 jam dengan 63 pertanyaan yang dijawab dengan baik.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tiga perusahaan minyak sawit sebagai tersangka korporasi dalam perkara dugaan korporasi persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya, termasuk minyak goreng. Tiga perusahaan dimaksud adalah Grup Wilmar, Grup Permata Hijau, dan Grup Musim Mas.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung yang sudah berkekuatan hukum tetap, tiga perusahaan ini terbukti menimbulkan kerugian negara sebesar Rp6,47 triliun. Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, penyidik Jampidsus telah melakukan penyidikan khusus terkait perkara korupsi persetujuan ekspor minyak mentah dan produk turunannya, termasuk minyak goreng itu.
Dalam perkara tipikor, dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada Januari 2021 hingga April 2022, telah selesai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht di tingkat kasasi.
Lima terdakwa telah dijatuhi pidana penjara dalam rentang waktu 5 hingga 8 tahun. Lima orang tersebut masing-masing, mantan Dirjen Pedagangan Luar Negeri Kemendag Indra Sari Wisnu Wardhana, anggota tim Asisten Menko Bidang Perekonomian Lin Chen Wei, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumonggar, Seniour Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, dan GM Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togas Sitanggang.
Dalam putusan perkara ini, terdapat satu hal penting, yakni majelis hakim memandang perbuatan para terpidana ini adalah merupakan aksi korporasi. Oleh karenanya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menyatakan yang memperoleh keuntungan ilegal merupakan korporasi (tempat para terpidana bekerja), sehingga korporasi harus bertanggung jawab.
Greenpeace Indonesia menilai penetapan Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group sebagai tersangka korporasi dalam kasus dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit atau CPO, seharusnya dapat membuka jalan pemulihan kerugian negara di balik kelangkaan minyak goreng pada akhir 2021-2022
Ketua Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas, berpendapat putusan pengadilan sebelumnya aneh dan tidak menyasar tanggung jawab korporasi, padahal majelis hakim menyatakan korupsi izin ekspor minyak sawit itu merupakan aksi korporasi. Dengan kerugian negara mencapai triliunan rupiah, para terdakwa hanya diminta membayar ratusan juta rupiah.
"Penetapan tersangka korporasi ini dapat menjadi upaya untuk pemulihan kerugian negara secara lebih optimal,” kata Arie Rompas, Sabtu (17/6/2023).
Arie melanjutkan, desakan menjerat korporasi dalam kasus kelangkaan minyak goreng ini telah lama disuarakan masyarakat sipil. Korupsi izin ekspor minyak sawit yang telah menyebabkan kelangkaan dan melambungnya harga minyak goreng yang menyusahkan rakyat, serta merugikan keuangan negara. Sehingga, Ari Rompas berpandangan, sudah seharusnya penegak hukum bertindak progresif, dengan cara menjerat korporasi demi memulihkan keuangan negara.