LIPUTAN KHUSUS:

Revisi Kawasan Hutan Bengkulu Ancam Hutan Lindung Bukit Sanggul


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Perubahan fungsi kawasan hutan dalam revisi RTRW Bengkulu mengakibatkan eksistensi HL Bukit Sanggul di Seluma terancam.

Hutan

Rabu, 09 Agustus 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bengkulu yang disahkan 25 Mei 2023 lalu, telah mengakibatkan kawasan hutan di provinsi itu berubah. Hal tersebut mengancam eksistensi Hutan Lindung (HL) Bukit Sanggul, yang sebagian arealnya berubah status menjadi hutan produksi.

Keterancaman HL yang berada di Kabupaten Seluma itu semakin nyata, lantaran perubahan status itu diduga kuat untuk mengakomodasi kepentingan investasi pertambangan. Analisis spasial yang dilakukan Yayasan Genesis Bengkulu menunjukkan, terdapat dua perusahaan tambang emas yang mendapatkan izin di areal hutan lindung yang statusnya berubah itu.

Direktur Genesis Bengkulu, Egi Saputra, mengatakan perubahan kawasan hutan Bengkulu ini disahkan dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan Nomor SK.533/Menlhk/Setjen/PLA.2/5/2023. Dalam SK MenLHK itu, seluas 2.340 hektare kawasan hutan mengalami perubahan peruntukan menjadi bukan kawasan hutan atau menjadi areal penggunaan lain (APL).

Kemudian, seluas 221 hektare berubah dalam fungsi pokok kawasan hutan, dan terakhir seluas 20.272 hektare berubah antar-fungsi kawasan pokok hutan. Perubahan antar-fungsi kawasan pokok hutan ini, kata Egi, mengakibatkan seluas 19.939 hektare kawasan HL Bukit Sanggul--dari luas total 66.129 hektare--berubah statusnya menjadi hutan produksi.

Tampak dari ketinggian tutupan hutan alam di kawasan HL Bukit Sanggul./Foto: Genesis Bengkulu

Egi mengungkapkan, penurunan status hutan lindung ini dilakukan demi meningkatkan iklim investasi. Hal tersebut disebutkan dalam SK Menteri LHK. Dengan status hutan produksi, perusahaan tambang dapat melakukan pertambangan terbuka (open pit mining), yang berisiko membuka pintu kerusakan bagi kawasan hutan.

"Hal ini menimbulkan dugaan bahwa perubahan tersebut mungkin lebih berorientasi pada kepentingan pertambangan daripada kesejahteraan masyarakat," ujar Egi, Selasa (8/8/2023).

Egi menganggap revisi kawasan hutan ini jadi peluang bagi perusahaan untuk memenuhi keinginan mereka untuk melakukan penambangan di kawasan HL Bukit Sanggul. Egi menekankan, investasi dan iklim investasi saling berhubungan erat, karena investasi hanya dapat berhasil jika ada iklim investasi yang kondusif.

Egi menguraikan, terdapat dua konsesi pertambangan emas yang masuk dalam HL Bukit Sanggul, yakni PT Energi Swa Dinamika Muda (ESDM) dan PT Perisai Prima Utama (PPU). Rinciannya, 11.992 hektare dari total 30.010 hektare luas izin usaha pertambangan (IUP) PT ESDM masuk dalam perubahan status HL menjadi HP Bukit Sanggul, dan seluas 2.818 hektare konsesi PT PPU, dari total luas 64,964 hektare juga masuk dalam revisi status HL Bukit Sanggul itu.

"Hasil pantauan citra satelit periode Juli 2023 yang Genesis Bengkulu lakukan menemukan, seluas sekitar 19.223,73 hektare atau setara 96 persen area penurunan fungsi kawasan HL Bukit Sanggul masih bertutupan hutan lahan kering primer," ungkap Egi.

Menurut Egi, kawasan hutan ini memiliki fungsi lindung yang memiliki peran penting sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan karena menjadi area tangkapan air (catchment area), mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Namun apabila fungsi lindungnya dirusak, maka bencana banjir pun tidak bisa dielakkan.

Selain itu, hasil kajian Genesis Bengkulu dengan menggunakan data ketinggian dan kelerengan Badan Informasi Geospasial (BIG) Indonesia menemukan, area yang akan diturunkan fungsinya memiliki ketinggian wilayah 200-1.800 mdpl dengan tingkat kelerengan 25 persen (curam) hingga 45 persen (sangat curam).

"Kondisi ini menjadikan area ini rentan akan bencana longsor dan gerakan tanah," ucap Egi.