LIPUTAN KHUSUS:
Pulau Kecil dan Kekayaan Bawah Laut Terus Dieksplorasi
Penulis : Gilang Helindro
"Wisatawan berlebih dan pembangunan fasilitas tanpa memerhatikan kelestarian bisa menjadi ancaman baru bagi kekayaan di Pulau Kecil".
Kelautan
Sabtu, 08 Juli 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Prof Sitti Hilyana, Guru Besar Kelautan Universitas Mataram, dalam diskusi Uniknya Biodiversitas di Pulau-Pulau Kecil menyebut, pulau-pulau kecil memiliki kekayaan flora dan fauna, kekayaan bawah laut yang hingga saat ini masih terus dieksplorasi.
Prof Nana mengatakan, kehadiran wisatawan yang berlebih dan pembangunan fasilitas yang tanpa memerhatikan kelestarian bisa menjadi ancaman baru bagi kekayaan di pulau-pulau kecil. Kehadiran wisatawan di satu sisi mendatangkan manfaat ekonomi, tapi limbah yang dihasilkan juga bisa menjadi masalah baru.
Nusa Tenggara Barat (NTB) terdapat 505 pulau, dua diantaranya daratan utama seperti Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Sebagian pulau berpenghuni menjadi kawasan wisata, daerah nelayan. Sebagian pulau tidak berpenghuni dikembangkan untuk pariwisata.
Begitu juga pengembangan sektor pertanian dan peternakan di pulau-pulau kecil harus menghitung daya dukung pulau kecil tersebut. “Pulau-pulau kecil memiliki kekayaan biologinya beragam, bisa menjadi laboratorium hidup untuk berbagai riset baik di daratannya maupun di lautannya,” katanya.
Disisi lain, Forest Watch Indonesia (FWI) menyebut dalam Kertas Analisis: Eksistensi Pulau-pulau Kecil dalam Skema Kebijakan Kehutanan Pasca UU CK, nilai laju deforestasi di pulau-pulau kecil mencapai 318,5 ribu hektare, atau setara 3 persen dari nilai laju deforestasi nasional.
Tingginya nilai laju deforestasi di level nasional mengakibatkan Secara proporsi, deforestasi di pulau-pulau kecil dapat dibagi menjadi dua keadaan. Pertama deforestasi di dalam konsesi perizinan, kedua yang terjadi di luar konsesi perizinan. Di dalam konsesi perizinan deforestasi pulau-pulau kecil mencapai 56 ribu hektare. Sementara itu, deforestasi yang terjadi di luar konsesi perizinan mencapai 262,5 ribu hektare.
FWI menilai, masih terjadinya deforestasi di pulau-pulau kecil merupakan bagian dari deforestasi yang direncanakan. Ini juga merupakan cara pendekatan yang keliru. Tidak adanya perspektif pulau-pulau kecil dalam instrumen kebijakan yang selama ini dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan. Terjadinya deforestasi di dalam konsesi perizinan benar-benar tidak mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat, malah justru masih mengedepankan nilai pendapatan dari aktivitas industri destruktif.