LIPUTAN KHUSUS:

Butuh Kebijakan Paket Komprehensif untuk Transisi Energi


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Peralihan ke sistem energi yang lebih bersih membawa konsekuensi penurunan permintaan batu bara, yang menjadi ancaman serius bagi daerah yang sangat bergantung pada ekonomi batu bara.

Energi

Rabu, 05 Juli 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Urgensi mengubah transisi energi menjadi lebih bersih dan lebih berkelanjutan, dinilai menjadi semakin penting. Seperti yang disorot laporan IPCC yang menyatakan suhu global telah meningkat 1,1 derajat Celcius.

Energi sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi telah menjadi faktor kunci dalam kegiatan ekonomi sejak awal penambangan mineral fosil. Tetapi, peralihan ke sistem energi yang lebih bersih membawa konsekuensi penurunan permintaan batu bara, yang menjadi ancaman serius bagi daerah yang sangat bergantung pada ekonomi batu bara.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform, Fabby Tumiwa, mengatakan, beberapa provinsi di Indonesia perlu mempertimbangkan aliran ekonomi alternatif, sebagai pendapatan asli daerah mereka saat ini, terutama yang berasal dari kegiatan pertambangan batu bara.

“Beberapa provinsi perlu kita perhatikan seperti Kalimantan Timur yang memproduksi 40 persen batu bara Indonesia, dan Sumatera Selatan yang memproduksi 15 persen. Kita perlu membangun kapasitas lokal untuk menghasilkan pendapatan dari sektor selain batu bara,” ujar Fabby, dalam diskusi panel ASEAN Sustainable Energy Finance, Selasa (27/6/2023).

Seorang anak muda memegang poster bertuliskan "Coal No Longer Cool" untuk memprotes Bank BNI yang membiayai perusahaan batu bara di Indonesia. Energi fosil, termasuk batu bara, termasuk penyumbang tingginya emisi gas rumah kaca, yang memicu pemanasan global. Dok 350 Indonesia

Menurut Fabby, pemerintah perlu menyiapkan paket pembiayaan transisi yang komprehensif. Pendanaan, katanya, harus mencakup persiapan masyarakat, terutama mereka yang bekerja di industri pertambangan batu bara, untuk beradaptasi dengan pasar tenaga kerja baru.

Itu termasuk pelatihan ulang untuk menyelaraskan keterampilan mereka dengan kebutuhan pasar. Dengan kata lain, bukan hanya biaya teknis untuk pensiunnya armada batu bara, pengembangan energi terbarukan, dan peremajaan jaringan saja.

“Pemerintah pusat harus memberikan bantuan khusus bagi daerah yang sangat bergantung pada ekonomi batubara,” ucap Fabby.

Penasihat Senior Lembaga Keuangan Asia Tenggara dari Financial Futures Center (FFC), Eunjoo Park-Minc, setuju peran penting pemerintah selama masa transisi, terutama dalam merancang kerangka kebijakan yang mendukung yang memungkinkan sektor swasta untuk berpartisipasi.

“Peran investor dalam masa transisi ini adalah mengembangkan mekanisme pembiayaan yang inovatif. Untuk membuatnya lebih katalitik, kita membutuhkan kerangka kebijakan yang mendukung untuk membuatnya bekerja,” ujarnya.

Tak hanya itu, menurut Eunjoo, perlu pula adanya kerja sama internasional, karena sebagian besar proyek (transisi energi) berlangsung di negara berkembang sedangkan pembiayaan terutama berasal dari negara maju.

Veronica Joffre, Senior Gender and Social Development Specialist, Asian Development Bank (ADB), sebagai salah satu bank multilateral yang mendanai transisi energi, mengingatkan pentingnya aspek keadilan.

“Salah satu aspek ETM (Energy Transition Mechanisms) adalah keadilan. Hal ini berarti potensi dampak sosial harus dikaji mendalam dan dikelola, termasuk ketenagakerjaan, rantai pasok, dan lingkungan,” kata Veronica.

Pencapaian emisi net-zero, imbuh Veronica, adalah jalan untuk masa depan. Untuk itu, transisi menuju kesana harus dirancang secara sadar.