LIPUTAN KHUSUS:

Warga Poco Leok Tolak Kegiatan Patok Lahan Geothermal


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Warga melarang kendaraan perusahaan untuk masuk ke wilayah Lingko Tanggong (tanah ulayat) yang ditetapkan sebagai salah satu titik pengeboran geothermal, Wellpad D.

Energi

Selasa, 13 Juni 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Di bawah guyuran hujan, sejak Jumat (9/6/2023) pagi puluhan warga di Poco Leok, Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) bertahan di jalan demi mengadang kendaraan milik perusahaan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang hendak mematok lahan untuk proyek geothermal.

Kedatangan tim PT PLN ini dikawal aparat kepolisian bersenjata lengkap dan sejumlah tentara. Meski begitu, warga dari empat kampung adat, yakni Gendang Lungar, Gendang Tere, Gendang Racang dan Gendang Rebak tetap membuat barikade, melarang kendaraan perusahaan untuk masuk ke wilayah Lingko Tanggong (tanah ulayat) yang ditetapkan sebagai salah satu titik pemboran geothermal, Wellpad D.

"Kemarin aman. Titik tergenting adalah saat saling dorong dan bersitegang. Kegiatan (pematokan lahan) tidak jadi dilaksanakan," kata Muhammad Jamil, Kepala Divisi Hukum, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam). Kelompok masyarakat sipil ini mendampingi warga Poco Leok menghadapi proyek geothermal itu.

Menurut Jamil, warga Poco Leok akan tetap menolak proyek geothermal dan akan kembali melakukan pengadangan tim PLN, yang menurut agenda, akan melanjutkan kegiatan pematokan lahan, inventarisasi dan klarifikasi lahan. Sesuai agenda, tim PLN akan melakukan pematokan lahan di sejumlah wilayah, yakni di Wellpad atau tapak pengeboran G pada 5-11 Juni 2023, di Wellpad D pada 12-18 Juni 2023, di Wellpad E dan F pada 19-21 Juni 2023.

Puluhan warga Poco Leok adang tim PLN yang akan melakukan pematokan lahan untuk proyek geothermal di Kabupaten Manggarai, NTT, Jumat (9/6/2023) kemarin. Foto: Jatam

"Nah Poco Leok itu semua Wellpad D, E, F dan G. Dan agenda PLN bersama pemerintah setempat akan berlanjut besok, Senin 12 Juni 2023," ujar Jamil.

Anno Susabun dari Sunspirit menambahkan, pengadangan yang dilakukan warga pada Jumat kemarin memang berhasil memaksa pihak PLN berhenti beraktivitas. Tetapi rencana inventarisasi dan klarifikasi lahan yang rencananya akan dilakukan tim perusahaan bersama pemerintah daerah selanjutnya diperkirakan akan berpotensi menyebabkan konflik, baik dengan perusahaan dan aparat maupun antarsesama warga yang pro dan kontra.

"Warga juga sudah membuat posko penjagaan di lahan ulayat, sebagai upaya siap siaga terhadap aktivitas perusahaan," kata Anno, Senin (12/6/2023).

Proyek geothermal di Poco Leok merupakan proyek perluasan Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) Ulumbu yang beroperasi sejak tahun 2012 lalu. Perluasan protek geothermal ke Poco Leok--berjarak sekitar 3 kilometer ke arah timur dari PLTP Ulumbu, adalah dalam rangka memenuhi target menaikkan kapasitas PLTP Ulumbu dari 7,5 MW saat ini menjadi 40 MW.

Perluasan ini terjadi menyusul penetapan Flores sebagai Pulau Panas Bumi pada 2017 oleh pemerintah, hingga kemudian memicu eksploitasi di beberapa tempat, termasuk di Wae Sano, Manggarai Barat; Mataloko, Kabupaten Ngada; hingga di Sokoria, Kabupaten Ende.

"Proyek perluasan geothermal di Poco Leok sendiri mencakup 14 kampung adat di tiga desa, yakni Desa Lungar, Desa Mocok, dan Desa Golo Muntas. Proyek ini dikerjakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), dengan pendana Bank Jerman Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW)," urai Jamil.

Tuntutan Warga

Sejak awal, lanjut Jamil, upaya paksa pemerintah dan perusahaan untuk memperluas wilayah pengeboran geothermal Ulumbu ke wilayah Poco Leok ditentang warga. Pengadangan hari ini, merupakan aksi yang ke delapan, setelah sebelumnya, pada 27 Februari lalu, warga mengadang Bupati Manggarai, Herry Nabit yang telah menerbitkan izin lokasi proyek pada Desember tahun lalu.

Warga pun telah berulang menyampaikan sikap penolakan kepada pemerintah dan perusahaan, terbaru dalam rangkaian Hari Anti-Tambang (Hatam) pada 29 Mei 2023 lalu, warga Poco Leok--juga Wae Sano di Manggarai Barat, mendesak pemerintah untuk mencabut penetapan Flores sebagai Pulau Panas Bumi.

Jamil melanjutkan, bagi warga, Keputusan Menteri ESDM Nomor 2268 K/30/MEM/2017 tentang Penetapan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi, adalah cacat, dilakukan secara ugal-ugalan, tanpa konsultasi dengan warga sebagai pemilik sah atas tanah. Keputusan itu memicu perampasan lahan, penghancuran wilayah pangan dan sumber air, serta kawasan hutan, hingga mengancam kesehatan warga akibat paparan hidrogen sulfida (H2S) dari operasi geothermal.

Lebih jauh, rencana pembongkaran sejumlah wilayah untuk perluasan operasi tambang geothermal itu, juga berpotensi memicu bencana gempa, mengingat Flores masuk dalam kawasan ring of fire. Bahkan, di Wae Sano, rencana penambangan geothermal oleh PT Geo Dipa memaksa warga di kampung Nunang (Wellpad B) untuk dipindahkan.

Warga Poco Leok sendiri mengaku khawatir, setelah mereka melihat langsung daya rusak tambang panas bumi di Mataloko dan di Sorik Marapi, Mandailing Natal yang, telah menelan korban jiwa akibat terpapar H2S.

"Di Mataloko, operasi tambang geothermal menyebabkan semburan lumpur panas keluar. Sawah-sawah warga terendam, sumber air tercemar, ladang jagung dan umbi-umbian tak lagi bisa dikelola. Atap seng rumah-rumah warga pun karatan," ungkap Jamil.

Sementara di Mandailing Natal, operasi geothermal oleh PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) telah menyebabkan 5 orang tewas, dan ratusan lainnya masuk Rumah Sakit akibat terpapar H2S.

Warga Poco Leok, imbuh Jamil, mendesak Bupati Manggarai Herry Nabit dan pemerintah pusat, serta PT PLN untuk mencabut izin lokasi geothermal Poco Leok, dan menghentikan seluruh proses perluasan wilayah pengeboran PLTP Ulumbu ke wilayah Poco Leok.