LIPUTAN KHUSUS:
Perubahan Iklim Memperparah Kekeringan di Afrika
Penulis : Aryo Bhawono
Kekeringan di benua hitam itu dimungkinkan terjadi lebih awal dan panjang.
Perubahan Iklim
Rabu, 03 Mei 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Perubahan Iklim kian memperparah kekeringan di Afrika. Kekeringan di benua hitam itu dimungkinkan terjadi lebih awal.
Tim ilmuwan iklim internasional World Weather Attribution melaporkan peristiwa cuaca ekstrem tertentu dipengaruhi oleh perubahan iklim. Sembilan belas ilmuwan dari tujuh negara menilai bagaimana pengaruh perubahan iklim terhadap curah hujan di wilayah Afrika.
"Perubahan iklim menyebabkan rendahnya curah hujan di wilayah ini. Perubahan iklim telah membuat kekeringan menjadi luar biasa," kata Joyce Kimutai, ahli meteorologi utama di Departemen Meteorologi Kenya.
Dikutip dari AP, Para ilmuwan menganalisis data cuaca historis, termasuk perubahan dua pola curah hujan utama di wilayah tersebut, dengan simulasi model komputer yang berasal dari tahun 1800-an. Data yang mereka peroleh menunjukkan musim hujan panjang (Maret hingga Mei) berubah menjadi lebih kering dan musim hujan yang pendek (biasanya pada Oktober hingga Desember) menjadi lebih basah karena perubahan iklim.
Laporan tersebut juga menyebutkan peningkatan penguapan dari tanah dan tanaman karena suhu yang lebih tinggi telah memperburuk tingkat keparahan kekeringan.
Para ilmuwan ini menyebut pengalaman kekeringan di wilayah tersebut cukup unik.
Friederike Otto, ilmuwan iklim senior di Imperial College London dan pemimpin penelitian, mengatakan penelitian ini menggarisbawahi dampak perubahan iklim bergantung pada kerentanan yang dihadapi.
Meskipun perubahan iklim telah membuat kekeringan menjadi lebih sering dan ekstrem di wilayah Tanduk Afrika, para ilmuwan mengakui kegagalan musim hujan sebelumnya, suhu tinggi, konflik, negara yang rapuh, dan kemiskinan juga menjadi penyebab dampak yang menghancurkan.
PBB mengatakan bahwa lebih dari 20 juta orang di Kenya, Ethiopia, Somalia, Uganda, dan Sudan Selatan telah terkena dampak kekeringan. Lebih dari 2,2 juta orang mengungsi di Somalia dan Ethiopia serta berisiko kehamilan yang parah bagi ratusan ribu wanita hamil atau menyusui.
Rod Beadle, Kepala Urusan Bantuan dan Kemanusiaan di Food for the Hungry, mengatakan hampir 15 juta anak terancam kekurangan gizi akut.
"Meskipun hujan baru-baru ini turun di Kenya Utara, tekanan dari musim sebelumnya membuat situasi yang mengerikan. Banjir telah berdampak pada ternak dan banyak penggembala kehilangan mata pencaharian utama mereka. Kondisi kekeringan telah mengakibatkan tanah menjadi sangat padat sehingga tidak dapat menyerap air; oleh karena itu, banjir yang terjadi menjadi lebih parah. Negara ini juga menghadapi wabah kolera dan penyakit lain yang parah seiring dengan semakin banyaknya pengungsi yang datang," ujar Beadle.
Guyo Malicha Roba, seorang pakar ketahanan pangan yang mengepalai Jameel Observatory, menyebutkan kemajuan pembangunan di negara-negara tersebut telah diimbangi oleh sejarah panjang bencana alam, kelaparan dan penyakit.
Roba mengatakan situasi pangan di lahan kering di kawasan ini telah diatasi dengan mengumpulkan dana dan dengan distribusi makanan dari pemerintah dan mitra kemanusiaan. Tetapi masih banyak yang harus dilakukan untuk menggunakan sistem peringatan dini agar dapat merespons krisis pangan dengan lebih cepat.