LIPUTAN KHUSUS:

Phaseout PLTU Terlalu Lamban untuk Penuhi Target Paris


Penulis : Aryo Bhawono

Sebuah laporan menyebutkan penghapusan tenaga batu bara terlalu lambat untuk menghindari kekacauan iklim.

Perubahan Iklim

Senin, 10 April 2023

Editor : Raden Ariyo Wicaksono

BETAHITA.ID -  Semua pembangkit listrik tenaga batu bara harus ditutup pada tahun 2040 dan tidak boleh ada pembangkit listrik baru yang beroperasi jika ingin memenuhi kesepakatan iklim Paris.

Seluruh dunia harus mempercepat laju penutupan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) sebanyak lima kali lipat jika ingin memenuhi target iklim Paris. Penutupan PLTU secara total pun harus dilakukan pada 2040.

Laporan Global Energy Monitor, sebuah LSM yang berbasis di San Fransisco, menyebutkan tidak ada kemajuan yang cukup untuk menghindari kekacauan iklim. Rencana peningkatan jumlah pembangkit listrik tenaga batu bara di Cina berdampak pada percepatan pensiun dini pembangkit di negara lain. 

Semua pembangkit listrik tenaga batu bara harus ditutup pada tahun 2040 dan tidak boleh ada pembangkit listrik baru yang beroperasi jika ingin memenuhi kesepakatan iklim Paris.

Ilustrasi pembangkit listrik tenaga uap batu bara. Foto: Getty Images

Negara-negara maju diperkirakan akan menutup pembangkit listrik mereka satu dekade lebih awal dari penghentian global. Negara-negara yang tergabung dalam Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development/ OECD) pun harus menutup 60 gigawatt kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara setiap tahunnya hingga tahun 2030. 

Jumlah ini sekitar empat setengah kali lipat dari jumlah yang tercatat pada tahun lalu. Negara-negara non-OECD harus menutup 91GW kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara setiap tahunnya hingga tahun 2040.

Dikutip dari Guardian, survei global tersebut menyebutkan meski jumlah total kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara yang ada dan yang direncanakan di luar Cina turun tahun lalu, penghentian tersebut telah melambat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Cina juga tengah mempersiapkan peningkatan penggunaan batu bara secara drastis, dengan rencana untuk membangun cukup banyak pembangkit listrik baru untuk mengimbangi kapasitas yang dihentikan di AS dan Uni Eropa yang digabungkan tahun lalu.

"Pada tingkat ini, transisi dari batu bara yang sudah ada dan yang baru tidak terjadi cukup cepat untuk menghindari kekacauan iklim," kata Flora Champenois, penulis utama laporan tersebut dan manajer proyek untuk pelacak pembangkit listrik tenaga batu bara global Global Energy Monitor.

Menurutnya semakin banyak proyek batu bara baru yang beroperasi, semakin tajam pula pengurangan dan komitmen yang harus dilakukan di masa depan.

Secara keseluruhan, armada PLTU batu bara yang ada di dunia tumbuh sebesar 19,5 GW pada tahun lalu, lebih dari setengahnya dioperasikan di Cina. Negara ini juga memiliki rencana untuk meningkatkan kapasitas listrik tenaga batu baranya sebesar 126 GW.

Amerika Serikat memimpin penghentian penggunaan tenaga batu bara secara global, dengan menutup 13,5GW kapasitas tahun lalu. Sedangkan di Uni Eropa, penutupan melambat dari 14,6 GW kapasitas pada tahun 2021 menjadi 2,2 GW pada tahun 2022, karena blok tersebut merespons perang di Ukraina yang meningkatkan biaya pembangkit listrik tenaga gas.

"Kemajuan dalam penghentian pembangkit listrik tenaga batu bara di negara-negara kaya dan pembatalan proyek-proyek pembangkit listrik tenaga batu bara baru di negara-negara berkembang, terlepas dari krisis gas yang mengguncang pasar energi global pada tahun 2022, cukup menggembirakan," ujar Lauri Myllyvirta, analis utama untuk Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih, sebuah lembaga pemikir.

Ia menyebutkan respons terhadap krisis energi didominasi oleh investasi di bidang energi bersih di luar Tiongkok. Namun, kemajuan tersebut perlu dipercepat. 

Cina, kata dia, justru bergerak ke arah yang berlawanan. Negara itu merencanakan peningkatan kapasitas tenaga listrik batu bara secara tajam.