LIPUTAN KHUSUS:

PLTU Teluk Sepang Bengkulu Diduga Buang Limbah ke TWA


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Pemilik PLTU berkapasitas 2x100 mw ini dituding membuang limbah abu hasil pembakaran bahan bakar batu bara ke kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Pantai Panjang-Pulau Baai.

PLTU

Kamis, 30 Maret 2023

Editor : Redaksi Betahita

BETAHITA.ID - PT Tenaga Listrik Bengkulu (TLB) pengelola Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Teluk Sepang, Bengkulu, dilaporkan melakukan pelanggaran serius. Pemilik PLTU berkapasitas 2x100 mw ini dituding membuang limbah abu hasil pembakaran bahan bakar batu bara ke kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Pantai Panjang-Pulau Baai.

Berdasarkan fakta di lapangan, limbah abu dibuang ke area TWA Pantai Panjang-Pulau Baai, di area terbuka. Seluas 6.000 meter persegi atau 0,6 hektare kawasan TWA Pantai Panjang-Pulau Baai dijadikan tempat pembuangan limbah abu.

Padahal dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) PT TLB disebutkan bahwa abu terbang dan abu bawah atau fly ash dan bottom ash (FABA) disimpan dan dikelola sedemikian rupa sehingga tidak mencemari media lingkungan di sekitarnya.

Koordinator Posko Lentera Teluk Sepang, Harianto, mengatakan sejak awal pendirian PLTU Teluk Sepang sudah ditolak oleh warga setempat karena akan merusak lingkungan dan ruang hidup mereka.

PLTU Teluk Sepang diduga membuang limbah abu batu baranya ke kawasan TWA Pantai Panjang-Pulau Baai, Bengkulu. Foto: Kanopi Hijau Indonesia.

“Terbukti sekarang pelanggaran terjadi lagi, PT TLB membuang abu dekat bibir pantai yang merupakan kawasan TWA Pantai Panjang-Pulau Baai. Kalau terus dibiarkan, bagaimana nasib Teluk Sepang dalam lima tahun ke depan,” kata Harianto, dalam keterangan resminya, Sabtu (25/3/2023).

Harianto bilang, atas pelanggaran tersebut, Komunitas Posko Lentera telah melaporkan PT TLB ke Direktorat Jendral Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui pengaduan online dengan nomor pengaduan #230155.

Pembuangan limbah abu batu bara ke kawasan konservasi ini telah diketahui oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Bengkulu.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Seluma BKSDA Bengkulu-Lampung, Zainal Asikin, mengatakan hasil temuan tim BKSDA setelah melakukan verifikasi, seluas 0,6 hektare TWA dijadikan area pembuangan limbah abu pembakaran batu bara PLTU.

Menurut Kepala BKSDA Bengkulu-Lampung, Hifzon Zawahiri, areal tempat pembuangan limbah abu PLTU tersebut masuk dalam kawasan yang diklaim oleh PT Pelindo. Statusnya kini tumpang tindih dengan TWA.

"Areal klaim milik Pelindo, tetapi 0,6 hektare masuk areal tumpang tindih antara Pelindo dengan TWA Pantai Panjang, dan ini akan diselesaikan RTRWP oleh timdu (tim terpadu). Usulannya pelepasan menjadi APL," terang Hifzon, Minggu (26/3/2023).

Sementara, Aparatur Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah B3 dan Pengendalian Pencemaran DLHK Provinsi Bengkulu, Operi Arno, mengatakan status abu atau FABA PT TLB telah melalui uji laboratorium dan ditetapkan sebagai limbah non-B3. Walau begitu tidak serta merta dibuang tanpa pengelolaan.

“Limbah non-B3 pun harus dikelola, disimpan dan diletakkan sesuai dengan dokumen Andal PT TLB, jika tidak sesuai dengan dokumen Andal maka dinyatakan melanggar,” ujar Operi.

Manager Kampanye Anti Tambang Kanopi Hijau Indonesia, Hosani Hutapea, mengatakan sejak fase pra-konstruksi PLTU batu bara Teluk Sepang, Kanopi Hijau Indonesia telah menyatakan dokumen Andal dan RKL/RPL yang diprakarsai PT TLB dan difasilitasi oleh DLHK Provinsi Bengkulu adalah dokumen yang tidak akan mampu ditaati oleh PT TLB dan terbukti hingga saat ini.

Dalam kurun 2020-2023, PT TLB telah mendapatkan tiga Sanksi administrasi paksaan pemerintah yang diterbitkan KLHK, yaitu Tahun 2020 berdasarkan nomor pengaduan #200386 direkomendasikan dikenakan sanksi adminstrasi melalui surat kepada Dir. PPSA S.729/BPPHLHKS/TU/KUM/2/2020.

Selanjutnya pada 2021, dengan nomor pengaduan #201025 ke Dirjen Penegakan Hukum KHLK, PT TLB juga mendapatkan sanksi administrasi oleh KLHK. Kemudian pada 2022, lewat nomor pengaduan #220441 PT TLB kembali mendapatkan sanksi administratif paksaan pemerintah oleh KLHK dengan No. SK. 5202/Menlhk-PHLHK/PPSA/GKM.0/9/2020. Hal ini membut PT TLB mendapatkan Proper Merah pada 2022 dengan No. SK.1299/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2022.

“Faktanya pelanggaran terus berlanjut, terbaru temuan dari warga yang dilaporkan ke Kanopi Hijau Indonesia adalah PT TLB membuang limbah abu pembakaran batu bara atau FABA ke area konservasi di TWA Pantai Panjang-Pulau Baai,” terang Hosani.

Atas temuan ini pihaknya mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya untuk menindak PT TLB yang telah berulang kali melakukan pelanggaran untuk mencabut atau membekukan izin lingkungan yang telah diberikan.

Terpisah, perwakilan PT TLB, Abu Bakar memberikan keterangan singkat. Abu Bakar bilang pihaknya tidak merasa membuang limbah abu batu bara ke TWA Pantai Panjang-Pulau Baai. Dikatakannya, tempat pembuangan limbah abu batu bara yang disoal kelompok masyarakat sipil itu masih berada dalam areal lahan yang PT TLB sewa dari PT Pelindo.

"Lahan yang dimaksud masih di dalam area 40 Ha yang kami sewa dari Pelindo Cabang Bengkulu, belum selesai dipagar keliling," kata Abu Bakar, Minggu (26/3/2023).

Dalam kasus pembuangan limbah abu ini, kelompok masyarakat sipil menyimpulkan bahwa PT TLB telah melanggar Undang-Undang (UU) No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Dan Ekosistem, Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam.

PT TLB juga diduga telah melanggar UU Cipta Kerja; Peraturan Pemerintah (PP) No. 22 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri LHK No. 19 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengelolaan Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun, yang tercantum dalam Pasal 4 ayat 6, Pasal 9 huruf c point 1 dan 2 , Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 39 ayat (2) huruf a.

Selanjutnya, PT TLB juga dianggap telah melanggar UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2012 tentang Amdal.