LIPUTAN KHUSUS:

Sengketa Lahan Sirkuit Mandalika: AIIB Harus Turun Tangan


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Masyarakat sipil mendesak Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), sebagai pendana proyek KEK Mandalika, turun tangan untuk menyelesaikan sengketa lahan ini.

Agraria

Selasa, 14 Maret 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Hingar bingar gelaran World Superbike (WSBK) di Pertamina Mandalika International Street Circuit (Sirkuit Internasional Mandalika) di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) 3-4 Maret 2023 kemarin, tak membuat sebagian warga lingkar sirkuit bahagia. Sebab ratusah warga masih merasa tanahnya dirampas untuk proyek sirkuit.

Tanah warga desa sekitar sirkuit tiba-tiba dijadikan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika seluas 1.035,67 hektare--mencakup Sirkuit Mandalika--di Kecamatan Pujut itu tanpa adanya proses ganti rugi yang tuntas. Masyarakat sipil mendesak Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), sebagai pendana proyek KEK Mandalika, turun tangan untuk menyelesaikan sengketa lahan ini.

Sejak 2019 lalu, ratusan warga ini sudah berjuang meminta pertanggungjawaban ganti rugi kepada pihak PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau dikenal dengan Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), sebagai pengelola KEK Mandalika, namun hingga kini masalah ini tak juga terselesaikan.

Belakangan warga semakin tertekan dan serba salah, keinginannya untuk melakukan aksi damai mengingatkan pengelola sirkuit untuk memenuhi ganti rugi lahan, justru dijawab dengan tekanan aparat keamanan jelang gelaran WSBK Mandalika 2023 kemarin.

Sejumlah warga terdampak proyek Mandalika menuntut Presiden Jokowi mengganti rugi tanah masyarakat akibat pembangunan sirkuit. Foto: KPPII.

"Para aparat-aparat itu masuk ke rumah-rumah warga. Mereka minta warga untuk tidak bikin aksi atau demo. Bahkan yang paling damai sekalipun tidak boleh. Ini tekanan nyata. Artinya pengamanan ketat itu tidak hanya di dalam sirkuit, tapi di kampung-kampung juga," kata Mohammad Al Amen, Koordinator Koalisi Pemantau Pembangunan Infrastruktur Indonesia (KPPII), kepada Betahita, Kamis (9/3/2023).

Operasi intelijen jelang WSBK 2023 Mandalika ini diakui oleh Sahnan, Ketua Aliansi Solidaritas Masyarakat Lingkar Mandalika (Asli Mandalika). Sahnan bahkan mengaku dirinya mengalami sendiri tekanan tersebut.

Sahnan menjelaskan, beberapa hari jelang WSBK Mandalika digelar, personel intelijen dari TNI mendatanginya dan meminta agar dirinya tidak ikut serta dalam protes damai dalam bentuk apapun, termasuk protes terkait hak atas tanah warga selama WSBK. Sahnan mengaku merasa terancam.

"Saya didatangi intelijen, karena sebagai hak waris tanah. Jadi setelah kami pertimbangkan, aksi damai itu kita batalkan," katanya, kepada Betahita, Kamis (9/3/2023).

Namun tak hanya operasi intelijen saja, Direktur Eksekutif Satya Bumi, Andi Muttaqien mengungkapkan, ada seorang staf Gubernur NTB yang mengatakan kepada komunitas masyarakat agar mempertimbangkan keamanan dan keselamatan warga yang ingin bergabung dalam aksi damai. Andi menganggap ujaran tersebut sebagai ancaman terselubung.

Ancaman terselubung ini seharusnya mencoreng Kantor Gubernur NTB sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas proses penyelesaian sengketa," kata Andi, Kamis (9/3/2023) dikutip dari Warta Lombok.

Amin berpendapat, intimidasi dan pemaksaan yang terjadi kepada masyarakat selama gelaran olahraga internasional, tentu tidak bisa diterima. Menurutnya, masyarakat Mandalika hanya ingin menuntut proses penyelesaian sengketa yang lebih holistik.

Lebih jauh ia menjelaskan, penyelesaian sengketa tanah ini akan mengatasi dampak sosial-ekonomi negatif dari tanah, rumah, tanaman dan sumber daya alam yang diambil atau dihancurkan karena pembangunan proyek Mandalika, serta hilangnya mata pencaharian bagi semua masyarakat yang terkena dampak.

"Masyarakat yang terkena dampak memiliki hak untuk secara bebas mengungkapkan pendapat mereka dan berkumpul secara damai untuk mengadvokasi hak atas tanah mereka. Mereka berhak mendapatkan mekanisme penyelesaian sengketa tanah yang lebih mudah diakses, transparan, dan bermakna,” imbuh Amin.

Amin melanjutkan, mengingat dampak yang menghancurkan dari sengketa tanah di Mandalika dan kurangnya transparansi serta keterlibatan yang bermakna dari ITDC dalam setiap proses penyelesaian sengketa tanah, pihak AIIB, sebagai mitra ITDC, harus mempublikasikan audit yang dilakukannya atas survei tanah ITDC sebagai prasyarat untuk persetujuan proyek.

"ITDC mengklaim tidak lagi sengketa tanah. Tapi warga muncul sebagai saksi hidup. Gubernur coba mediasi, ingin memediasikan dengan sanding data. Tapi sampai WSBK kemarin hanya masyarakat yang menunjukkan tanahnya, sedangkan ITDC tidak membuktikan tanah yang sudah dibebaskan."

Amin menyebut AIIB harus bekerja untuk memastikan ITDC dan Pemerintah Indonesia memimpin proses penyelesaian sengketa yang bermakna, dapat diakses, dan efektif.

Sengketa Tanah Sirkuit Mandalika Libatkan 144 KK

Sahnan mengungkapkan, ada lima desa yang terimbas proyek KEK Mandalika ini, yakni Sengkol, Sukadana, Rambitan, Kuta, Meretak. Di antara desa-desa tersebut, Desa Kuta dan Desa Meretak terdampak paling besar.

Jumlah warga yang tanahnya bersengketa dengan pihak ITDC--pengelola KEK Mandalika/Sirkuit Mandalika--saat ini sebanyak 144 orang. Awalnya, jumlah warga yang merasa tanahnya dirampas hanya 79 orang, namun setelah terbentuk tim mediator, jumlahnya bertambah, terutama dari warga asli Mandalika yang belum teriventarisasi.

Sahnan menyebut sengketa tanah sirkuit Mandalika ini bermacam-macam kasusnya. Ada warga yang tanahnya sudah digunakan untuk proyek sirkuit, namun sampai sekarang belum menerima ganti rugi sama sekali. Kemudian ada pula warga yang sudah menerima pembayaran uang muka ganti rugi tanah, tapi hingga sekarang belum ada kelanjutan pembayaran selanjutnya.

"Ada yang sudah dibayar, tapi cara mengukur tanahnya beda. Ada yang tanahnya malah dijual oleh orang yang dipercayakan menyelesaikan sengketa tanah. Dan ada mafia tanah juga, tanahnya si A misalnya dijual (ganti rugi), tapi ternyata di titik yang berbeda," ungkap Sahnan.

Dalam kasus ini, Sahnan mengaku memperjuangkan ganti rugi tanah orang tuanya. Ia menyebut tanah orang tuanya yang seluas sekitar 4,8 hektare masuk dalam proyek Sirkuit Mandalika. Lokasi tanah itu hanya sekitar 400 meter dari Gerbang Timur sirkuit.

"Tanah itu kita garap. Itu kebun milik ayah saya dan sudah ditanami."

Sahnan menyebut tanah itu sudah digarap oleh orang tuanya sejak 1974 berdasarkan Surat Izin Menggarap dan Surat Land Reform yang diterbitkan tahun itu. Kepemilikan tanah itu juga dikuatkan dengan surat keterangan tanah dan surat yang dikeluarkan camat setempat pada 2018.

Ia menguraikan, tanah-tanah warga yang sekarang disengketakan ini pada masa pemerintahan gubernur sebelumnya tiba-tiba masuk dalam Hak Pengelolaan (HPL) ITDC. Sejak jaman Orde Baru, terhitung sudah ada lima perusahaan pengembang pariwisata yang datang dan pergi mengelola lahan yang kini dikelola PT ITDC itu.

"Yang pertama itu PT RTDC. Lalu ganti PT LTDC, ganti lagi PT BTDC. Pokoknya belakangnya DC begitulah. Kemudian ada PT EMAR yang sempat ramai penolakan. Kemudian setelahnya diterbitkanlah HPL untuk PT ITDC oleh Gubernur TGB. Yang secara praktiknya di lapangan tidak tahu kepemilikan lahannya," terang Sahnan.

Sahnan yang mengaku lahir dan tumbuh besar di Mandalika menegaskan, akan tetap memperjuangkan hak atas tanah orang tuanya ini. Walaupun beberapa pihak berupaya mendorong agar kasus ini diselesaikan di pengadilan atau jalur hukum.

"Kami berharap sengketa tanah sirkuit ini bisa diselesaikan lewat jalur mediasi. Tapi saya bilang ke teman-teman, kalau itu memang tanah kita dan bisa kita perjuangkan, kenapa tidak kita diperjuangkan? Mau sampai kemana pun akan tetap saya perjuangkan," ujarnya.

Ditanya kesannya terhadap balapan internasional yang digelar di Sirkuit Mandalika, Sahnan mengaku tidak tertarik. Bahkan ia bilang tidak pernah menonton gelaran balapan apapun di sirkuit itu.

Sahnan juga bilang, sebagian besar warga di lingkar sirkuit juga tidak terlalu terkesan dengan balapan di sirkuit itu. Ketimbang menonton balapan, sebagian besar warga memilih pergi ke laut mencari ikan atau rumput laut, sebagaimana mata pencaharian utama warga di sana.

"Tidak pernah (menonton). Kalau ada tiket gratis, masih enggak menarik," tutup Sahnan.