LIPUTAN KHUSUS:

Walhi Sulteng Nilai PN Parimo Langgenggkan Kejahatan HAM


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

PN Parigi Moutong membebaskan terdakwa Bripka Hendra dari semua tuntutan dalam kasus hilangnya nyawa Erfaldi, peserta demonstrasi penolakan tambang emas PT Trio Kencana

Hukum

Rabu, 08 Maret 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Pengadilan Negeri (PN) Parigi Moutong (Parimo) mendapat banyak kecaman, salah satunya dari Wanaha Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah (Sulteng). Menurut Walhi, PN Parimo melanggengkan kejahatan hak asasi manusia (HAM), lantaran membebaskan terdakwa Bripka Hendra dari semua tuntutan dalam kasus hilangnya nyawa Erfaldi, peserta demonstrasi penolakan tambang emas PT Trio Kencana. Putusan bebas Bripka Hendra ini dibacakan pada Jumat (3/3/2020) kemarin.

Kepala Departemen Advokasi dan Kampanye Walhi Sulteng, Aulia Hakim, menilai putusan PN Parimo ini hanya menambah daftar panjang rendahnya hukuman bagi pelaku pelanggaran hak asasi manusia (HAM), sekaligus melukai rasa keadilan bagi keluarga korban dan masyarakat.

Putusan tersebut mencerminkan bahwa institusi pengadilan hanya menjadi alat untuk merawat dan melanggengkan impunitas terhadap para aparat keamanan yang melakukan tindakan semena-mena di luar aturan hukum dengan mengatasnamakan penegakan hukum.

“Negara memperlihatkan watak aslinya dalam menegakkan keadilan. Tidak ada keberpihakan Negara terhadap warga yang mempertahankan hak-haknya yang menjadi bagian dari Hak Asasi Manusia, termasuk hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal itu terbukti pada kasus penembakan Erfaldi ini,” ujar Aulia, dalam pernyataan resmi, Sabtu (4/3/2023) kemarin.

Senin 17/01/2022, ratusan masa yang terdiri dari Mahasiswa, nelayan dan petani se-Kecamatan Kasimbar melakukan aksi menuntut pencabutan izin tambang PT Trio Kencana./Foto: Jatam Sulteng.

Aulia menjelaskan, Erfaldi tewas tertembak di bagian punggung kanan dalam aksi demonstrasi penolakan tambang emas milik PT Trio Kencana, pada 12 Februari 2022 lalu. Pemuda asal Desa Tada, Parigi Moutong ini sempat dilarikan ke Puskesmas setempat, namun nyawanya tidak tertolong.

Menurut keterangan dari hasil uji balistik terhadap senjata api jenis Mek HS-9, serta satu proyektil yang ditemukan pada jaket Erfaldi, pada, 2 Maret 2022 di Laboratorskriminalistik, diketahui senjata api dan proyektil tersebut benar merupakan milik Bripka Hendra. Sehingga, berdasar hasil uji balistik tersebut, di waktu yang bersamaan Kapolda Sulawesi Tengah mengumumkan bahwa Bripka Hendra sebagai tersangka atas tewasnya Erfaldi.

“Kami menyayangkan putusan majelis hakim yang membebaskan Bripka Hendra. Harusnya majelis hakim dalam putusannya out of the box, melihat dari sisi luar, dan lepas dari kebiasaan-kebiasaan."

Pasalnya, lanjut Aulia, tindakan Bripka Hendra ini bertentangan dengan aturan pengendalian masa sesuai dengan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 16 Tahun 2006 Pasal 7 Ayat (1) huruf d, yang jelas menyebutkan larangan untuk membawa senjata tajam dan peluru tajam dalam melakukan pengendalian unjuk rasa.

"Oleh karena itu, Walhi Sulteng mendorong Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk melakukan upaya hukum kasasi berdasarkan Pasal 244 KUHAP jo. Putusan Mahkamah Konstitusi bernomor 114/PPU-X/2012 demi keadilan," imbuhnya.

Menurut Aulia, secara prinsip putusan terhadap Bripka Hendra ini sangatlah bertolak belakang dengan hukum HAM internasional dan konstitusi Indonesia. Mengingat pembunuhan di luar hukum (extra judicial killing) oleh aparat keamanan merupakan pelanggaran hak hidup yang merupakan hak fundamental setiap orang.

Sebagaimana tertuang dalam hukum HAM Internasional, Pasal 6 Kovenan Internasional tentang hak-hak sipil dan politik (ICCPR) menegaskan, bahwa setiap individu memiliki hak untuk hidup dan tidak boleh ada seorangpun yang boleh dirampas hak hidupnya.

Belum lagi, peristiwa ini tentu bertentangan dengan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 serta UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Mengingat apa yang dilakukan Erfaldi adalah dalam rangka mempertahankan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana sudah dijamin dalam konstitusi dan hukum di Indonesia.

Sebelumnya, Bripka Hendra, salah satu anggota Polres Parigi Moutong, diduga kuat melakukan perbuatan melawan hukum dalam penanganan masa aksi dari Aliansi Rakyat Tani yang sedang melakukan demonstrasi penolakan tambang emas milik PT Trio Kencana, pada 12 Februari 2022 lalu. Terdakwa Bripka Hendra dituntut atas peristiwa penembakan yang menyebabkan hilangnya nyawa Erfaldi, yang tewas diterjang peluru pada peristiwa demonstrasi tersebut.