LIPUTAN KHUSUS:
Mempertanyakan Efektivitas Subsidi Kendaraan Listrik
Penulis : Aryo Bhawono
Aktivis lingkungan berpendapat subsidi kendaraan listrik demi menekan emisi adalah solusi palsu karena sistem ketenagalistrikan masih bergantung pada batu bara.
Energi
Minggu, 04 Desember 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Pemerintah akan mengucurkan subsidi untuk pembelian kendaraan listrik tahun depan. Namun subsidi untuk kendaraan listrik pribadi ini dipertanyakan karena mengakibatkan eksploitasi nikel besar-besaran hingga menyebabkan kerusakan lingkungan, termasuk deforestasi.
Dikutip dari bisnis, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, menyebut pemerintah akan mengucurkan subsidi khusus pembelian sepeda motor listrik sebesar Rp 6 juta.
"Segera mobil listrik kita luncurkan dengan subsidi, misalnya sepeda motor sedang kita finalisasi. Berapa juta mau kita kasih subsidi sepeda motor. Mungkin Rp 6 juta? Di Thailand mungkin Rp 7 juta, mungkin kita Rp 6,5 juta kira-kira berkisar segitu," kata Luhut pada acara Welcoming Stronger Investment Post-Pandemic, Selasa (29/11/2022).
Luhut juga menyampaikan bahwa pembelian mobil listrik akan disubsidi seperti halnya motor listrik. Hal itu dilakukan guna mengurangi pembelian bahan bakar minyak (BBM).
Catatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), realisasi subsidi energi yang di dalamnya termasuk untuk BBM telah mencapai Rp184,5 triliun hingga 31 Oktober 2022. Realisasi tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan posisi tahun lalu yang mencapai Rp144,4 triliun.
Klaimnya, penggunaan kendaraan listrik bakal mendorong penghematan pengeluaran untuk keperluan transportasi khususnya bagi bahan bakar.
"Kita hitung-hitung tetap akan lebih untung menggunakan sepeda motor listrik dari pada sepeda motor dan mobil [bahan bakar] fosil," ujarnya.
Selain pembelian, pemerintah turut menyiapkan skema subsidi untuk konversi mesin kendaraan dari konvensional ke berbasis baterai listrik.
Peneliti dan Senior manajer Program Trend Asia, Andri Prasetiyo, memperkirakan pemberian subsidi akan dilakukan melalui insentif pajak sehingga harga yang didapat konsumen akan lebih murah. Namun ia menganggap alasan pemerintah memberikan subsidi demi menekan subsidi bahan bakar fosil sekaligus emisi adalah omong kosong.
Menurutnya penghitungan emisi tidak hanya dilihat dari berapa yang emisi yang dikeluarkan oleh sebuah kendaraan secara fisik saja. Sumber listrik dari PLN masih didominasi oleh PLTU batu bara.
“Ini pemerintah hanya memperpanjang alur penggunaan batu bara, artinya emisi atas batu bara tetap tinggi karena sistem ketenagalistrikan masih menggantungkan pada batu bara ini. Ini kan sama saja dengan solusi palsu,” ujarnya.
Selain itu tata kelola sumber daya alam, terutama nikel, juga masih menggunakan PLTU. Belum lagi kerusakan lingkungan akibat tambang dan pengolahan nikel.
Analisis hilangnya tutupan hutan alam yang dilakukan Yayasan Auriga Nusantara menyebut setidaknya, sejak 2009 hingga 2021, ada sekitar 41 ribu hektar hutan alam yang dibabat di atas konsesi tambang di empat provinsi kaya nikel. Angka deforestasi itu mengacu pada sumber data terbaru Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan Kementerian ESDM, Juli 2022.
Secara rinci Maluku Utara seluas 9.014 hektare, Sulawesi Selatan 3.629,46 hektare, Sulawesi Tengah 13.705,71 hektare dan Sulawesi Tenggara seluas 15.057,20 hektare.
Bila ditotal, dari 2009 hingga 2021 ada sekitar 41.406,37 hektare hutan alam yang dibabat untuk kegiatan tambang nikel di 4 provinsi kaya nikel itu.
Dilihat dari tahun kejadiannya, deforestasi di tambang nikel meningkat setiap tahunnya. Data menunjukkan 2016 menjadi tahun dengan deforestasi tertinggi, yaitu seluas 10.395,38 hektare. Angka deforestasi di 2021 juga cukup tinggi seluas 4.463,39 hektare.
Menurut koleksi data Auriga Nusantara, sejak 2009 hingga 2022 tercatat setidaknya ada 48 izin yang diterbitkan di Maluku Utara seluas 213.921,25 hektare, 8 izin di Sulawesi Selatan seluas 107.334,51 hektare, 94 izin di Sulawesi Tengah seluas 310.054,66 hektare dan 120 izin di Sulawesi Tenggara seluas 197.357,08 hektare. Dengan kata lain ada 270 izin tambang nikel seluas sekitar 828.667,5 hektare yang diterbitkan di empat wilayah provinsi tersebut.
Seharusnya pemerintah memprioritaskan transisi energi. Hal konkritnya, kata dia, adalah memangkas subsidi batu bara.
Jika pemerintah ingin mengefektifkan penggunaan kendaraan listrik, maka yang harus diprioritaskan adalah transportasi umum, bukan kendaraan pribadi.
Sebelumnya Koordinator Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER), Pius Ginting, menyebutkan pemerintah seharusnya tidak memprioritaskan penggunaan kendaraan listrik, dengan baterai berbahan nikel, untuk pribadi. Hal ini justru akan memicu eksploitasi nikel besar-besaran.
“Nikelnya tidak boleh menjadi komoditi yang diproduksi sebanyak-banyaknya, jadi harus terbatas. Kita harus melakukan perubahan transportasi, memperbesar transportasi umum dengan kendaraan listrik, bukan kendaraan pribadi,” ucapnya dalam diskusi ‘Paska COP 27: Transisi Energi dan Keadilan Iklim di Indonesia’ pada Selasa (29/11/2022).