LIPUTAN KHUSUS:
Warga Wadas Gugat Dirjen Minerba
Penulis : Aryo Bhawono
Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM memperbolehkan penambangan batu andesit di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, tanpa mekanisme perizinan tambang.
Hukum
Senin, 07 November 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempa Dewa) menggugat sikap Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM memperbolehkan penambangan batu andesit di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, tanpa mekanisme perizinan tambang. Pemberian izin ini menyalahi UU No 3 Tahun 2020 Tentang Minerba.
Dikutip dari CNN Indonesia, Daniel Al Ghifari selaku Kepala Divisi Advokasi LBH Yogyakarta yang tergabung dalam Solidaritas untuk Wadas, menyatakan gugatan ini dilayangkan ke PTUN Jakarta pada Senin pekan lalu (31/10/2022).
Izin penambangan tersebut diberikan dalam surat No.T-178/MB.04/DJB.M/2021 tertanggal 28 Juli 2021 yang ditandatangani Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin.
Surat ini merupakan tanggapan terhadap surat Dirjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor PR.02.01-DA/758 tertanggal 24 Juni 2021 tentang Permohonan Rekomendasi Perizinan Penambangan untuk Kepentingan Sendiri PSN Pembangunan Bendungan Bener.
"Sejak awal rencana pertambangan di Wadas ini tidak memiliki izin. Karena dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air PUPR baru mengajukan permohonan rekomendasi perizinan. Artinya, sejak awal mereka secara melawan hukum dan mereka coba untuk melakukan penyelundupan hukum atas rencana pertambangan di Wadas," kata Daniel di Kantor LBH Yogyakarta, Rabu (2/11).
Surat Dirjen Minerba itu menyatakan pelaksanaan kegiatan pengambilan kuari untuk pembangunan Bendungan Bener yang dilaksanakan Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR tidak memerlukan izin di sektor pertambangan. Daniel menganggap surat itu menyisakan masalah, yakni tidak sesuai dengan UU No 3 Tahun 2020 Tentang Minerba.
"Makanya kami kemarin Senin kita ajukan gugatan ke PTUN Jakarta terkait dengan pelanggaran-pelanggaran Dirjen Minerba dalam surat itu," ungkanya.
Ia mengklaim pihaknya mencoba menelusuri izin pertambangan ini ke Dinas ESDM Jawa Tengah sejak 2020 lalu, dan hasilnya nihil. Bahkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan BBWS Serayu-Opak juga mengklaim kegiatan pertambangan ini tidak memerlukan izin.
Namun pernyataan ini justru merupakan pengakuan pelanggaran UU Minerba dan aturan turunannya. Pada beleid itu, kata dia, tidak ditemukan klausul atau pasal yang memperbolehkan pertambangan dilakukan tanpa izin, dengan alasan dan kepentingan apapun.
Perseorangan, kelompok, dan/atau badan usaha apapun hanya dapat melakukan pertambangan apabila telah mendapatkan izin, baik berupa IUP, IUPK, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, IPR, SIPB, Izin Penugasan, Izin Pengangkutan dan Penjualan, IUJP, atau IUP untuk Penjualan. Tanpa adanya izin pertambangan, maka hal tersebut masuk dalam kategori pertambangan ilegal.
"Dalam Pasal 17 UU Nomor 30 Tahun 2014 itu dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah dilarang menyalahgunakan kewenangan. Satu, melampaui kewenangan, dilarang mencampuradukkan kewenangan, dan dilarang bertindak sewenang-wenang," imbuhnya.
Kepala Divisi Advokasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta Himawan Kurniadi mengungkapkan, bahwa izin sangat krusial dalam kegiatan pertambangan. Sebab memuat hak, kewajiban, dan larangan bagi pemegang izin.
Selain itu, izin juga memuat antara lain jaminan kelestarian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, hak dan kewajiban pemegang izin, jaminan reklamasi dan pascatambang, penggunaan kaidah teknik pertambangan yang baik.
"Tanpa izin, pertambangan dilakukan secara sewenang-wenang. Namun secara ideal, Wadas seharusnya tidak menjadi lokasi pertambangan, mengingat Desa Wadas menjadi salah satu wilayah dengan tingkat kerentanan tinggi bencana longsor. Sehingga tidak layak dijadikan sebagai lokasi pertambangan," jelas Himawan.