LIPUTAN KHUSUS:

2050: Semua Anak di Bumi Hidupnya Terancam Gelombang Panas


Penulis : Kennial Laia

Para pemimpin dunia harus segera mengambil tindakan iklim yang lebih serius. Kehidupan, masa depan anak-anak menjadi taruhannya.

Perubahan Iklim

Sabtu, 29 Oktober 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Laporan terbaru dari Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) menggambarkan dengan jelas betapa krisis iklim merupakan krisis hak bagi anak-anak. Satu dari empat anak secara global telah terkena dampak darurat iklim, dan pada 2050 hampir setiap anak di setiap wilayah akan menghadapi gelombang panas yang lebih sering. 

Bagi ratusan juta anak, gelombang panas juga akan berlangsung lebih lama dan lebih ekstrem, meningkatkan ancaman kematian, penyakit, kelaparan, dan migrasi paksa. 

Temuan ini muncul kurang dari dua minggu sebelum konferensi iklim PBB COP27 berlangsung di Mesir. Laporan ini juga terbit setelah tahun bencana cuaca ekstrem, termasuk gelombang panas, badai, banjir, kebakaran, dan kekeringan. Deretan peristiwa itu menunjukkan kecepatan dan besarnya kerusakan iklim yang dihadapi planet Bumi. 

Menurut UNICEF, 559 jiwa anak-anak saat ini mengalami setidaknya empat hingga lima gelombang panas berbahaya setiap tahun. Jumlah ini akan meningkat empat kali lipat menjadi 2 miliar pada 2050, bahkan jika pemanasan global dibatasi hingga 1,7 derajat Celcius, yang saat ini merupakan skenario terbaik di atas meja. 

Pada 2050, akan semakin banyak anak-anak di seluruh dunia mengalami gelombang panas yang lebih ekstrem. Dok UNICEF Kambojoa/Fani

Dalam skenario terburuk – kenaikan 2,4 derajat Celcius yang disebabkan oleh pembakaran terlalu banyak bahan bakar fosil dalam waktu yang terlalu lama – diperkirakan 94% anak-anak akan terkena gelombang panas berkepanjangan yang berlangsung setidaknya 4,7 hari pada 2050 dibandingkan dengan satu dari empat anak saat ini. Dalam kondisi ini, hanya wilayah kecil di Amerika Selatan, Afrika Tengah, Oseania, dan Asia yang akan lolos dari musim panas yang berbahaya. 

Anak-anak dan bayi kurang mampu mengatur suhu tubuh mereka, sehingga lebih rentan terhadap dampak panas yang ekstrem dan berkepanjangan dibandingkan dengan orang dewasa. Dampaknya termasuk segudang masalah kesehatan seperti asma, penyakit kardiovaskular, dan bahkan kematian. 

Kekeringan parah juga memperburuk kekeringan, sehingga dapat mengurangi akses ke makanan dan air. Ini dapat menghambat pembangunan dan meningkatkan paparan kekerasan dan konflik jika keluarga terpaksa bermigrasi. Penelitian juga menunjukkan bahwa panas yang ekstrem berdampak negatif pada konsentrasi dan kemampuan belajar anak-anak. 

“Meskipun kekuatan penuh dari krisis iklim akan membutuhkan waktu untuk terwujud, gelombang panas sudah dekat dan terlihat sangat suram,” kata Nicholas Rees, pakar lingkungan dan iklim Unicef. 

Laporan Unicef, berjudul The Coldest Year of the Rest of Their Lives, merupakan seruan untuk bertindak bagi para pemimpin politik yang terus ragu-ragu dan mengikuti kepentingan bisnis besar. Kurangnya aksi itu terus terjadi meskipun tujuh tahun terakhir merupakan rekor terpanas, mulai dari daerah kutub hingga tropis. Frekuensi gelombang panas berbahaya meningkat, durasi dan skalanya, dan telah membunuh hampir setengah juta orang setiap tahun. 

Tahun ini saja, gelombang panas di China mengeringkan sungai dan merusak tanaman. Sementara itu di Pakistan suhu mencapai 48 derajat Celcius, yang disusul oleh hujan ekstrem terbesar yang merendam sepertiga negara tersebut. Suhu panas juga menembus rekor di seluruh Eropa, yang menyebabkan puluhan ribu kematian yang dapat dicegah dan secara drastis mengurangi hasil panen. Lebih dari 100 juta orang Amerika juga berada di bawah peringatan panas selama musim panas. 

Semakin panas planet Bumi, konsekuensinya pun bertambah besar. Peneliti Unicef memeriksa potensi paparan tiga ukuran panas – durasi, keparahan, dan frekuensi – berdasarkan dua skenario gas rumah kaca yang digunakan oleh Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) untuk model iklim. Temuannya mencengangkan: 

Pertama, pada tahun 2020 ada sekitar 740 juta anak di 23 negara di mana suhu mencapai 35 derajat Celcius setidaknya dalam 84 hari. Dalam skenario terburuk, ini akan meningkat menjadi 816 juta anak yang tinggal di 36 negara, sebagian besar di Asia dan Afrika. Dalam panas seperti itu, aktivitas sehari-hari seperti bermain dan sekolah terganggu, dan lebih banyak anak jatuh sakit atau meninggal dunia.  

Kedua, anak-anak di Eropa akan mengalami paparan tertinggi terhadap gelombang panas yang parah pada 2050 – satu dari tiga dalam skenario terbaik, dua dari tiga dalam skenario terburuk. Di Amerika, paparan gelombang panas yang parah akan meningkat lima kali lipat dari 13 juta menjadi 62 juta anak pada 2050. 

Ketiga, pada tahun 2050, 5 hingga 8 juta anak akan terpapar ke dalam tiga tolak ukur gelombang panas, dibandingkan dengan nol pada 2020. 

Unicef menyerukan kepada pemerintah untuk mengurangi emisi lebih cepat dan lebih jauh, dan membantu masyarakat mempersiapkan pada apa yang akan datang. Ini mengingat bahwa dalam tiga dekade hampir setiap anak akan terkena panas ekstrem, bahkan di bawah janji terbaik pengurangan bahan bakar fosil. 

“Kita harus memperluas pendanaan untuk adaptasi karena dampaknya bergantung pada kapasitas keluarga dan masyarakat untuk bertahan… Memiliki akses ke tempat berlindung, air, dan pendingin udara akan berarti hidup dan mati,” kata Rees. 

Para advokat juga mendesak para pemimpin dunia di COP27 untuk mendengarkan kaum muda dan memprioritaskan kebutuhan mereka dalam negosiasi November mendatang. 

“Kejutan iklim tahun 2022 memberikan peringatan yang kuat tentang meningkatnya bahaya yang meluncur ke arah kita semua,” kata Vanessa Nakate, seorang aktivis iklim dan duta besar Godwill untuk UNICEF. 

“Kecuali para pemimpin dunia di COP27 mengambil tindakan untuk memperbaiki arah yang kita tempuh, gelombang panas akan menjadi lebih keras dari yang sudah ditakdirkan,” pungkas Nakate.