LIPUTAN KHUSUS:
Kekhawatiran Dunia Turun di Tengah Naiknya Dampak Krisis Iklim
Penulis : Kennial Laia
Menurut survei terbaru, wilayah yang menghadapi ancaman ekologi tertinggi rata-rata paling tidak peduli dengan perubahan iklim.
Perubahan Iklim
Senin, 24 Oktober 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Kekhawatiran tentang perubahan iklim menyusut di seluruh dunia tahun lalu. Menurut survei terbaru, kurang dari setengah dari responden percaya bahwa krisis iklim merupakan “ancaman yang sangat serius” bagi negara mereka dalam 20 tahun ke depan.
Hanya 20% orang di China, pencemar terbesar di dunia, yang mengatakan mereka percaya bahwa perubahan iklim adalah ancaman yang sangat serius. Angka ini turun 3 poin persentase dari survei terakhir oleh Gallup World Risk Poll pada 2019.
Secara global, angka tersebut turun 1,5 poin persentase menjadi 48,7% pada 2021. Survei ini didasarkan pada lebih dari 125.000 wawancara di 121 negara.
Menurut penulis survei, pandemi Covid-19 dan kekhawatiran tentang masalah yang lebih mendesak seperti kesehatan dan mata pencaharian turut menyumbang penurunan tersebut.
Sementara itu wilayah yang menghadapi ancaman ekologi tertinggi rata-rata paling tidak peduli dengan perubahan iklim. Hanya 27,4% di Timur Tengah dan Afrika Utara dan 39,1% di Asia Selatan yang mengkhawatirkan risiko ini.
Meskipun kekhawatiran menyusut, dampak ekologis akibat perubahan iklim terus meningkat secara global. Sebuah studi terhadap 228 negara dan wilayah oleh Institute for Economics and Peace menemukan bahwa 750 juta orang di seluruh dunia kini terkena dampak kekurangan gizi, dan bahwa perubahan iklim, kenaikan inflasi, dan perang Rusia di Ukraina akan memperburuk kerawanan pangan di masa depan.
Studi tersebut juga menunjukkan bahwa lebih dari 1,4 miliar orang di 83 negara menghadapi “kekurangan air” yang ekstrem, yang didefinisikan sebagai lebih dari 20% populasi tidak memiliki akses ke air minum bersih.
Beberapa negara Eropa diperkirakan akan mengalami kekurangan air bersih yang kritis pada 2040, termasuk Yunani, Italia, Belanda, dan Portugal, menurut laporan tersebut. Sementara sebagian besar Afrika sub-Sahara, Timur Tengah, dan Afrika utara akan turut terpengaruh.
Temuan ini muncul menjelang putaran pembicaraan iklim global ketika negara-negara bertemu di Mesir pada bulan November untuk Cop27.
“Negosiator di Cop27 perlu mempertimbangkan cara perubahan iklim memperburuk dampak ancaman ekologi … dan bagaimana komunitas internasional dapat menguranginya,” pungkas Steve Killelea, pendiri institut yang berbasis di Sydney.