LIPUTAN KHUSUS:

Para Tetamu Penggerus Rumah Raja Rimba Sumatra


Penulis : Tim Betahita

Lebih dari 20 perusahaan menduduki rumah Harimau Sumatra. Fragmentasi dan penggerusan lahan membuat konflik dengan manusia tak terhindarkan.

World Tiger Day

Senin, 01 Agustus 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Masih ingat cerita Corina? Harimau Sumatera yang terluka karena terjerat di kawasan hutan tanaman industri PT RAPP di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau?

Ya, saat itu Corina nyaris divonis tim medis Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya di Sumatera Barat, tempat satwa liar tersebut menjalani perawatan, berisiko kehilangan kaki kanannya.

Tim Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau mengevakuasi harimau sumatera liar yang terjerat di kawasan hutan tanaman industri milik perusahaan di Kabupaten Pelalawan pada 29 Maret 2020. Harimau betina itu dinamai Corina karena terjerat saat dunia sedang sibuk menanggulangi wabah akibat virus corona.

Beruntung pada akhir 2020, luka di kaki Corina sembuh. Tubuhnya pulih. Sehingga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melepasliarkannya kemballi ke bentang alam di kawasan Restorasi Ekosistem Riau, Minggu (20/12).

Seekor Harimau sumatera masuk perangkap yang dipasang di Jorong Rawang Gadang, Nagari Simpang Tanjuang Nan Ampek, Kecamatan Danau Kembar, Kabupaten Solok, Minggu 6 Desember 2020. Harimau ini disangka satu dari dua yang sepanjang sepekan sebelumnya berkeliaran di ladang membuat warga setempat tercekam ketakutan. ANTARA/Adi Prima

Seperti dalam penyataan Beebach -panggilan akrab Hariyo T Wibisono, Direktur SINTAS Indonesia- sebelumnya, bentang alam Harimau Sumatra memang terus menyusut. Dari kajian, pada 2010, ada 27 bentang alam tempat ditemukannya Harimau di seluruh daratan Sumatra.

Namun seiring waktu, pada 2015, terjadi kepunahan lokal di 4 bentang alam menjadi 23 bentang alam. Angka ini, menurut Hariyo, berdasarkan sebuah proses pengujian kesintasan populasi Harimau.

“70 persen bentang alam Sumatra berada di luar kawasan yang dilindungi,” kata Beebach. Keempat bentang alam yang hilang dan tak lagi menjadi milik Harimau Sumatra adalah bentang alam Koto Tengah, Balai Raja, Bentayan dan Padang Sugihan.

Sebanyak 23 Bentang alam yang kini tersisa terbagi menjadi 3 jenis yaitu lanskap besar dengan daya dukung lingkungan untuk lebih dari 70 harimau, lanskap sedang untuk populasi lebih kecil dari 70 dan lanskap kecil berupa lahan gambut yang tidak terlalu luas.

(Baca juga kolaborasi investigasi: Tragedi Harimau Sumatra: Hidup Dijagal, Mati Dijual (1))

Penyebab Penyusutan Rumah Harimau Sumatra

Menurut dokumen SRAK Harimau Sumatra, deforestasi dan degradasi hutan Sumatra merupakan salah satu ancaman yang signifikan. Terutama terhadap jenis-jenis
mamalia besar yang memiliki daerah jelajah yang luas seperti Harimau.

Hilangnya hutan yang cukup luas dan cepat pada dasawarsa terakhir menyebabkan luas habitat harimau sumatera berkurang dan terpecah menjadi bagian-bagian kecil yang terpisah satu dengan yang lain.

Masih berdasarkan SRAK diperkirakan hampir 6.700.000 hektar tutupan hutan telah hilang dari pulau ini antara 1985 – 1997.

Sedangkan antara tahun 2000 – 2005 Departemen Kehutanan memperkirakan deforestasi di Sumatra mencapai 1.345.500 hektare, dengan laju deforestasi per tahun seluas 269.100 hektare.

Jika memang pemerintah mengatakan bahwa deforestasi merupakan penyebab tergerusnya luasan rumah Harimau Sumatra, bisakah teridentifikasi siapa saja yang menjadi tetamu penggerus rumah Harimau Sumatra itu?

Kantong Harimau Sumatra. (Yayasan Auriga Nusantara)

Identifikasi tetamu di Rumah Harimau Sumatra

Analisis Yayasan Auriga Nusantara terhadap intervensi manusia dan konsesi perusahaan ke dalam habitat mamalia besar di Sumatra mungkin bisa membantu kita mengidentifikasi siapa saja tetamu itu.

Berdasarkan data Auriga, setidaknya berdasarkan temuan mereka ada empat jenis izin di sektor kehutanan yang bertumpang tindih dengan bentang alam Harimau Sumatra. Tumpangannya mulai dari ratusan hektare hingga puluhan ribu hektare. Keempat izin itu antara lain Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Izin Hutan Tanaman Industri dan Izin Penggunaan Kawasan Hutan (PKH).

Identifikasi menyasar dari mulai bentang alam paling barat: Leusuer - Ulumasen, Aceh. Di bentang alam ini, rumah Harimau Sumatra cukup tergerus banyak. Luasannya mencapai seratus ribu hektare lebih.

Di urutan paling luas irisannya, terdapat Aceh Inti Timber pemilik izin HPH, yang 62 ribu hektare lebih konsesinya berada di bentang alam Harimau Sumatra. Lalu ada juga PT Aceh Nusa Indrapuri pemilik izin Hutan Tanaman Industri (HTI) yang 50 ribu hektare lebih konsesinya berada di rumah Harimau Sumatra. Di urutan ketiga ada PT Lamuri Timber perusahaan berizin HPH, dengan 47,573 hektare miliknya berada di bentang alam Harimau Sumatra.

(Baca juga : Tragedi Harimau Sumatra: Hidup Dijagal, Mati Dijual (2)

Lalu masih dari bentang Leuseur - Ulumasen, Aceh, ada PT Rimba Penyangga Utama, PT RImba Timur Sentosa, dan PT Rimba Wawasan Permai yang masing-masing mengantongi izin Hutan Tanaman Industri (HTI), di mana konsesinya rata-rata seluas 6 ribu hektare lebih berada di rumah Harimau Sumatra.

Lalu identifikasi bergerak ke bentang alam Kerinci Seblat - Batang hari - Hutan Harapan -Bukit Dua Belas - hingga Bramitan yang terletak secara administratif di Provinsi Jambi, menunjukkan ada PT Arangan Hutan Lestari (HTI) dengan 8.700 hektare lebih konsesinya berada di rumah Harimau. Di urutan kedua ada PT Limbah Kayu Utama, pemilik izin HTI dengan luasan 7.500 hektare lebih konsesinya berada di rumah Harimau Sumatra. Dalam skala kecil ada juga PT Bangun Desa Utama dari Korporasi Ganda Grup yang mengubah rumah Harimau Sumatra menjadi lahan sawit seulas 30 hektare lebih dan PT Bahari Gembira Ria (II) dari Grup korporasi Sime Darby yang mengubah rumah harimau menjadi kebun sawit seluas 58 hektare.

Bergeser ke Riau, ada empat perusahaan yang konsesinya menggerus luasan rumah Sang Raja Hutan Sumatra. Pertama ada PT Bukit Raya Pelalawan dengan luasan 3.800 hektare lebih, lalu ada PT Merbau Pelalawan Lestari dengan luas gerusannya 6.200 hektare lebih, Ada PT Samantaka Batubara -perusahaan yang pernah terkait kasus korupsi di Komisi Pemberantasan Korupsi- seluas 1.000 hektare lebih, dan yang terakhir PT Riau Bahararum dengan luas caplokan yang sama yakni 1.000 hektare lebih terhadap rumah harimau di Jambi.

Di Sumatra Selatan dan Bengkulu, terdapat 2 perusahaan yang menjadi tetamu di rumah Harimau Sumatra. Pertama, PT Dwinad Nusa Sejahtera seluas 950 hektare lebih lebih dan kedua, PT Karya Perintis Sejati seluas 373 hektare. Sedangkan di Bengkulu ada dua perusahaan yakni, PT Bentara Agra Timber dan PT Anugerah Pratama Inspirasi.

Direktur Hutan Yayasan Auriga Nusantara, Supintri Yohar mengatakan pencaplokan banyak rumah Harimau Sumatra membuat tereduksi dan terfragmentasinya bentang alam tempat harimau hidup dan menjelajah. Hilangnya hutan yang kemudian beralih fungsi membuat hilang pula daya dukung terhadap Harimau Sumatra, berupa pakan atau tempat perlindungan mereka.

“Konflik meningkat, gesekan antara aktivitas manusia dan harimau kemudian juga kerap kali memakan korban jiwa,” ujarnya. “Konflik juga mengancam banyak pihak, jika dibiarkan ancaman kepunahan satwa akan lebih besar, kerugian ekonomi bahkan kematian warga oleh serangan harimau yang terusik bentang alamnya.”

(Yayasan Auriga Nusantara)

Seperti apa deretan konflik harimau dan manusia? ikuti terus penelusuran betahita ihwal segala masalah Sang Raja Rimba Sumatra. Semua bakal dibahas tuntas secara kontinu dalam rangka memperingati hari Harimau Sedunia 2022, yang jatuh pada 29 Juli setiap tahunnya.