LIPUTAN KHUSUS:

Telaah Proyek Bangun Bumi Papua dan Integritas Investornya


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Satu lagi proyek food estate raksasa akan dibangun di Tanah Papua. Namanya Bangun Bumi Papua. Integritas investor food estate ini masih dipertanyakan.

Hutan

Kamis, 02 Juni 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Satu lagi proyek food estate raksasa akan dibangun di Tanah Papua. Namanya Bangun Bumi Papua. Proyek itu konon dipromosikan dan akan dikelola oleh PT Alamindo Lestari Sejahtera Tbk. (ALS), dengan sektor yang dikembangkan adalah pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan pariwisata. Namun integritas investor food estate ini masih dipertanyakan.

Berdasarkan analisis yang dilakukan Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, diketahui bahwa PT ALS memiliki anak usaha yang sedang dan akan beroperasi di Papua Barat. Yang pertama PT Prabu Alaska, pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA)--kini disebut Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH)--yang berlokasi di Kabupaten Fakfak, Kaimana dan Boven Digoel, Provinsi Papua dengan total luas mencapai 454.700 hektare.

Yang kedua PT Rimbakayu Arthamas, yang memiliki PBPH berlokasi di Kabupaten Teluk Binuni dengan total luas 130.400 hektare. Ketiga PT Karas Industri Papua, perusahaan industri kayu olahan yang berlokasi di Distrik Karas, Kabupaten Fakfak.

Direktur Pusaka Bentala Rakyat, Franky Samperante mengatakan, dalam proyek ini puluhan ribu hutan alam terancam akan dibabat. Berdasarkan peta proyek Bangun Bumi Papua, hutan alam seluas 7.356 hektare yang ada di areal konsesi PT Prabu Alaska di Fakfak akan dikonversi menjadi lahan kebun tanaman jagung. Kemudian 77.767 hektare areal PT Rimbakayu Arthamas di Kabupaten Teluk Bintuni akan dikonversi untuk dijadikan lokasi peternakan.

Tampak dari ketinggian hutan alam di Tanah Papua./Foto: Auriga Nusantara

Menurut proposal Bangun Bumi Papua, pengembangan industri peternakan terpadu rencananya akan dimulai tahun ini. Berupa pengembangan usaha pembibitan dan penggemukan sapi potong, dan pengembangan tanaman jagung, rumput, maupun jerami untuk pengadaan pakan ternak.

"Disebutkan dibutuhkan sekitar 120.000 hektare lahan untuk industri peternakan terpadu ini. Dan Tim Manager PT ALS telah bertemu Staf Khusus Wakil Presiden," kata Franky, Sabtu (28/5/2022).

Nantinya proyek industri peternakan terpadu itu akan dikelola oleh perusahaan PT Nuansa Lestari Sejahtera (NLS), yang merupakan perusahaan peternakan dan budidaya pertanian, yang sedan mengusahakan lahan di Distrik Bomberay Kabupaten Fakfak dan di Distrik Kebar, Kabupaten Tambarauw. Industri ternak ini diharapkan akan menjadikan Provinsi Papua Barat menjadi provinsi pertama di Indonesia sebagai lumbung sapi nasional.

Ancaman Degradasi Hutan dan Lahan di Kabupaten Konservasi

Pada Januari 2022, PT NLS diketahui telah bertemu dengan Bupati Tambarauw dan menyampaikan rencana pengembangan industri ternak terpadu ini. Selanjutnya Pemerintah Tambarauw dan PT NLS mengundang tokoh masyarakat di Lembah Kebar untuk pertemuan sosialisasi rencana perusahaan untuk pengembangan peternakan sapi dan tanaman pangan di Distrik Kebar, Kabupaten Tambarauw, pada Maret 2022 lalu.

Franky mengatakan, sampai kini persyaratan izin-izin usaha industri peternakan terpadu itu belum diterbitkan. Karena masyarakat adat di Lembah Kebar dan Senopi terpecah. Ada yang pro dan ada pula yang kontra terhadap rencana perusahaan.

Pada 19 Mei 2022 lalu, pemuda, mahasiswa dan pelajar di Tambarauw melakukan aksi protes menolak perusahaan beroperasi di Kebar yang disampaikan melalui kanal You Tube. Dalam aksi tersebut pemuda dan mahasiswa meminta pemerintah kabupaten tidak menjadi fasilitator perusahaan dan tidak memberikan izin kepada perusahaan. Alasannya, Tambarauw merupakan daerah konservasi yang semestinya dikelola secara berkelanjutan.

Alasan tersebut didasarkan bahwa pada 2011 silam Kabupaten Tambarauw ditetapkan sebagai Kabupaten Konservasi dengan luas wilayah 11.529,18 km persegi atau kurang lebih 1.152.900 hektare. Yang mana sekitar 75 persen wilayah Tambrauw ditetapkan sebagai kawasan konservasi dan lindung.

Hasil Ekspedisi Tambrauw (LIPI, 2019) mengungkap kondisi hutan di Tambrauw berada dalam fase klimaks, yang merupakan ciri khas hutan primer yang kaya akan keanekaragaman hayati folra dan fauna, dengan tipe ekosistem yang unik. Salah satunya ekosistem padang rumput dan hutan di Lembah Kebar, tempat hidup lebah endemik. Kelompok lebah ini berperan sebagai agen pengendali hama.

Franky menyebut, kawasan hutan dan padang rumput di Kabupaten Tambrauw ini sedang menghadapi ancaman dikarenakan kebijakan dan pemberian izin usaha untuk penebangan kayu, perkebunan skala besar, industri peternakan dan pertambangan serta pembangunan infrastruktur, yang dilakukan dengan mengabaikan prinsip pembangunan berkelanjutan, keadilan dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat.

"Pada gilirannya akan menimbulkan potensi bencana dan kerusakan lingkungan, masalah sosial ekonomi, yang akan sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat dan lingkungan, serta daerah sekitarnya," ujar Franky.

Proyek pembangunan dan investasi skala luas ini, lanjut Franky, juga akan meningkatkan ancaman kepunahan flora dan fauna. Beberapa flora dan fauna di Tambrauw memiliki tingkat ancaman kepunahan tinggi dalam daftar ICUN Red List. Seperti jenis tumbuhan Dipterocarpaceae, yaitu Hopea gregaria, dan jenis mamalia landak irian (nokdiak naroten), jenis burung mambruk (Goura cristata) dan Epimachus fastosus.

Integritas Investor

Franky melanjutkan, Presiden Joko Widodo menyebut pemerintah terus memperbaiki tata kelola sumber daya alam agar ada pemerataan, transparan dan adil. Dikatakan pula, Indonesia terbuka bagi para investor yang memiliki kredibilitas, yang memiliki rekam jejak dan reputasi yang baik, serta memiliki komitmen untuk ikut menyejahterakan rakyat dan menjaga kelestarian alam.

Akan tetapi pelaksanaan komitmen Presiden Joko Widodo itu nyatanya masih jauh panggang dari api. Franky menganggap, proyek food estate Bangun Bumi Papua dalam pengembangan industri peternakan terintegrasi melibatkan perusahaan-perusahaan, PT ALS dan PT NLS, masih belum dapat disebut investor terpercaya.

"Karena integritas perusahaan dan pemodal yang terlibat dalam industri peternakan terintegrasi ini ditengarai mempunyai riwayat masalah hukum yang buruk dan konflik kepentingan," kata Franky.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal (Ditjen) Administrasi Hukum Umum (AHU), Kementerian Hukum dan HAM, diketahui saham PT NLS dimiliki oleh PT Artha Tera Niaga (5 persen), PT Puma Berkatindo (10 persen) dan Juan Mulya (75 persen). Pemilik saham dominan, Juan Mulya, merupakan mitra kerja dari Kim Johanes Mulia, pemilik saham dominan PT ALS melalui PT Intra Alamindo Investama.

"Kim Johanes Mulia beberapa kali tersandung masalah jukum skandal keuangan," sebut Franky.

Kemudian, pemilik PT Artha Tera Niaga terdiri dari PT Supradinakarya Multijaya (40 persen), PT Mitrausaha Suma Perdana (30 persen) dan PT Inara Investama Internusa (30 persen). Beberapa nama yang duduk di kursi pengurus yakni, Rinaldy Ananda sebagai Direktur, Sumadi Seng sebagai Komisaris Utama dan Andri Boenjamin sebagai Komisaris.

PT Supradinakarya Multijaya dimiliki Enggartiasto Lukita, mantan Menteri Perdagangan (2016-2019) dan pengurus Partai Nasional Demokrat Nasdem. Istri dan anak-anak Enggaritasto, yakni Kho Pik Hiang, Rina Anandita dan Rinaldy Ananda turut menjadi pemilik saham di perusahaan tersebut.

Selanjutnya, PT Inara Investama Internusa dikethaui dimiliki oleh Andri Boenjamin (Direktur) dan Rudy Samuel, dan PT Mitrausaha Suma Perdana, dimiliki oleh Sumadi Seng (Direktur) dan Eddy (Komisaris).

Andri Boenjamin juga diketahui sebagai Direktur PT Kencana Investindo Nugraha, dan pernah diperiksa KPK terkait kasus perizinan reklamasi laut Teluk Tering untuk pengembangan mega proyek Batam Marina Bay, Provinsi Kepuauan Riau. Andri Boenjamin merupakan adik dari Karli Boenjamin, pengusaha minyak kelapa sawit dan Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Nasdem.

Investor kontroversial, Sumadi Seng, tercatat menjadi pemilik saham di PT NLS, melalui PT Inara Investama Internusa. Sumadi dikenal sebagai penguasa bisnis pelabuhan dan terlibat dalam kejahatan korupsi, menjadi penghubung pejabat bea dan cukai, penegak hukum dan politikus Senayan.

"Seng juga menjabat Komisaris Utama perusahaan PT Inti Bios Persada Sejahtera, yang didirikan Enggartiasto Lukita untuk bisnis klinik dan laboratorium usap PCR," tutup Franky.