LIPUTAN KHUSUS:

Pemekaran Tanah Papua Harus Ditunda Tuk Hindari Eskalasi Konflik


Penulis : Tim Betahita

Pemerintah dan DPR diminta menunda pembahasan rencana pemekaran di Tanah Papua. Demi menghindari eskalasi konflik.

Uncategorized

Rabu, 27 April 2022

Editor :

BETAHITA.ID -  Gerakan penolakan terhadap rencana pemekaran provinsi di Papua membesar hingga memakan korban. Ihwal itu Amnesty Internasional Indonesia (AII) mendorong pemerintah untuk menunda pembahasan demi menghindari eskalasi yang semakin tinggi di Bumi Cenderawasih.

Menurut Direktur AII Usman Hamid, terdapat dua warga sipil tewas ditembak aparat saat melakukan demonstrasi di Kabupaten Yahukimo, 13 Maret 2022 lalu. Korban diidentifikasi bernama Yakop Deal (30) dan Erson Weipsa (22).

“Sudah ada dua orang tewas akibat dari demonstrasi penolakan pemekaran baru, seperti di Yahukimo. Kita tidak ingin kalau ini dipaksakan akan kembali jatuh korban warga asli Papua,” kata Usman di Gedung Nusantara III, Kompleks Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta, Selasa, 26 April 2022.

Baru-baru ini konflik kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia di Tanah Papua meningkat. Khususnya di Intan Jaya, salah satu kabupaten yang direncanakan masuk dalam calon Provinsi Papua Tengah.

Mahasiswa dari wilayah adat La Pago menggelar demonstrasi penolakan terhadap rencana pembentukan provinsi baru di wilayah tersebut. La Pago meliputi kabupaten di pegunungan tengah sisi timur, meliputi Jayawijaya, Bintang, Lanny Jaya, Tolikara, Nduga, Puncak Jaya, Yalimo, Yahukimo, Membramo Tengah, dan Puncak. Foto: Yance Wenda/Jubi

Menurut Usman, provinsi baru akan memperkeruh situasi di kabupaten tersebut. Sebelumnya rencana penambangan di Blok Wabu, Intan Jaya, juga telah menyebabkan konflik bersenjata. Akibatnya, puluhan Orang Asli Papua meninggal dan ribuan terpaksa mengungsi. 

Usman khawatir penolakan akan meluas. Terutama jika tanpa memberi informasi kepada masyarakat, tanpa konsultasi dengan masyarakat adat, dan tanpa persetujuan orang asli Papua. Menurut Usman, pemerintah dan DPR harus melibatkan masyarakat adat dalam prosesnya. Khususnya dalam menyediakan informasi, konsultasi, dan meminta persetujuan.

“Ini sangat penting dalam perspektif hak asasi manusia,” ujar Usman.

Hari ini AII juga mendampingi Majelis Rakyat Papua (MRP) ke Senayan untuk menyuarakan penolakan rencana pembentukan daerah otonomi baru provinsi Papua. Rencana tersebut dinilai akan merugikan Orang Asli Papua.  

Ketua Majelis Rakyat Papua Timotius Murib mengatakan pihaknya telah meminta penundaan pembahasan tiga Rancangan Undang-Undang Daerah Otonomi Baru Provinsi Papua. Di antaranya meliputi Provinsi Papua Selatan, RUU tentang Provinsi Papua Tengah, dan RUU tentang Provinsi Pegunungan Tengah.  

Sebelumnya Majelis Rakyat Papua telah mengajukan peninjauan kembali terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.  

Terkait hal tersebut, Timotius meminta agar pemerintah dan DPR menunda pembahasan hingga putusan keluar dari Mahkamah Konstitusi.

"Masyarakat minta supaya pemekaran itu ditunda, sampai dengan ada keputusan Mahkamah Konstitusi. Oleh karenanya kami menyampaikan aspirasi kepada Wakil DPR RI, karena beliau sangat merespons aspirasi yang disampaikan Majelis Rakyat Papua," ujar Timotius.