LIPUTAN KHUSUS:

Perusakan Mangrove Teluk Balikpapan Terus Terjadi


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Berdasarkan citra satelit dan pantauan lapangan secara langsung, perusakan mangrove tersebut sudah dilakukan sejak lama, sebelum Oktober 2020.

Hutan

Jumat, 22 April 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Perusakan mangrove Teluk Balikpapan terus terjadi. Koalisi Peduli Teluk Balikpapan kembali melaporkan kerusakan hutan bakau (mangrove) di Teluk Balikpapan. Pada 18 April 2022 laporan tersebut telah diserahkan ke DLH Provinsi Kalimantan Timur yang ditembuskan, kepada Menteri Lingkungan Hidup, Ditjen Gakkum KLHK, Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan seksi II Samarinda, DLH Kota Balikpapan, dan Ombudsman Perwakilan Kalimatan Timur.

“Penghancuran hutan Mangrove Teluk Balikpapan kali ini berada di DAS Sungai Wain Kelurahan Kariangau dengan Titik kordinat TKP: S: 01.176.130; E: 116.832.450. Diperkirakan luas kawasan mangrove yang telah dirusak sekitar 16 hektare dengan cara ditebang. Kali pertama diketahui perusakan ini pada tanggal 14 Maret 2022,” kata Husain Suwarno Juru Bicara Koalisi Peduli Teluk Balikpapan dari Pokja Pesisir dan Nelayan, dalam pernyataan tertulis yang diterima betahita.

Dampak dari perusakan mangrove ini mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan pesisir terutama biota perairan, habitat dan koridor satwa terancam hilang. Perusakan mangrove ini pun belum diketahui siapa pelakunya dan apa motifnya.

Pada waktu Tim Koalisi Peduli Teluk Balikpapan melakukan monitoring lapangan, sudah tidak ditemukan adanya aktivitas di lapangan, di TKP juga tidak terlihat seseorang pun yang bisa dimintai keterangan. Berdasarkan foto citra satelit dan pantauan lapangan secara langsung perusakan tersebut sudah dilakukan sejak lama, sebelum Oktober 2020.

Lahan mangrove yang mengalami kerusakan di DAS Sungai Wain, Teluk Balikpapan./Foto: Koalisi Peduli Teluk Balikpapan

“Harus diakui, terdapat kelemahan pemerintah dalam hal pengawasan di lapangan sehingga aktivitas perusakan hutan mangrove seperti ini berulang kali terjadi, dan terkesan dibiarkan,” tambah Yohana Tiko, Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Timur (Kaltim), Juru Bicara Koalisi lainnya.

Atas peristiwa perusakan ekosistem mangrove, maka Koalisi memohon  agar pihak terkait melakukan tindakan penegakan hukum yang tegas sesuai peraturan yang berlaku. Karena perbuatan perusakan ekosistem mangrove tersebut telah melanggar berbagai aturan.

Aturan pertama yang dilanggar yakni Pasal 35 Huruf (e) dan (f) UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang berbunyi “Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang: (e).  Menggunakan cara dan metode yang merusak Ekosistem mangrove yang tidak sesuai dengan karakteristik Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; (f).  Melakukan konversi Ekosistem mangrove di Kawasan atau Zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil."

Para pelanggar dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan Pasal 73 Ayat (1) Huruf (b) yang berbunyi “Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2 miliar dan paling banyak Rp10 miliar setiap Orang yang dengan sengaja: (b). Menggunakan cara dan metode yang merusak Ekosistem mangrove, melakukan konversi Ekosistem mangrove, menebang mangrove untuk kegiatan industri dan permukiman, dan/atau kegiatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf e, huruf f, dan huruf g".

Yang kedua, melanggar Pasal 22 (1) UU 32 Tahun 2009 tentang PPLH yang berbunyi “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal”.

“Teluk Balikpapan sendiri memiliki luasan hutan mangrove kurang lebih 17.000 hektare, daerah aliran sungai (DAS) sekitar 211.456 hektare dan perairan 16.000 hektare. Terdapat 54 sub-DAS mengalir ke teluk ini, termasuk salah satunya DAS Sei Wain yang sudah menjadi hutan lindung atau dikenal dengan Hutan Lindung Sungai Wain. Selain itu, terdapat 31 pulau kecil di sekitarnya,” ujar Pradama Rupang, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur (Kaltim), Juru Bicara Koalisi lainnya.

Rupang bilang, sampai saat ini Koalisi masih melakukan pendalaman terhadap pelaku perusak mangrove tersebut. Kuat dugaan mangrove itu rusak akibat aktivitas penyiapan lokasi kegiatan industri smelter nikel.