LIPUTAN KHUSUS:
Masyarakat Adat Pargamanan-Bintang Maria Minta Pengakuan
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Masyarakat Adat Pargamanan-Bintang Maria meminta Bupati Humbang Hasundutan menerbitkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Masyarakat Adat
Rabu, 23 Maret 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Lebih dari 23 ribu tanda tangan petisi diserahkan oleh Masyarakat Adat Pargamanan-Bintang Maria kepada Bupati Humbang Hasundutan Dosmar Banjarnahor, Senin (21/3/2022). Petisi itu berisi permintaan kepada Bupati Dosmar agar segera menerbitkan Pengakuan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA), sebagai payung hukum untuk menyelamatkan hutan kemenyan mereka.
Hutan kemenyan ini telah lama menjadi sumber kehidupan masyarakat adat. Namun sayang kini keberlangsungannya terancam diambil alih perusahaan pulp dan kertas PT Toba Pulp Lestari (TPL).
Perwakilan Masyarakat Adat Pargamanan-Bintang Maria, Eva Junita Lumban Gaol meminta pemerintah bisa lebih berpihak kepada masyarakat, dengan kata lain tidak melulu kepada PT TPL. Diungkapkannya, PT TPL masuk ke Kecamatan Parlilitan, khususnya Desa Simataniari, dan membuat masyarakat menjadi terpecah belah dengan menawarkan skema Kelompok Tani Hutan (KTH).
Menurut Eva, Masyarakat Adat Pargamanan-Bintang Maria tidak bersedia menerima tawaran PT TPL itu. Masyarakat adat masih menginginkan untuk mempertahankan hutan kemenyan. Eva menyebut hutan kemenyan itu warisan nenek moyang sekaligus tumpuan ekonomi masyarakat adat.
"Tidak terima dengan tawaran tersebut. Kami akan tetap mempertahankan hutan kemenyan yang diwariskan secara turun temurun dari nenek moyang kami, tidak mau kami menggantinya dengan eukaliptus,” ungkap Eva melalui pernyataan tertulisnya, Senin (21/3/2022).
Masyarakat adat, termasuk Eva, sangat berharap agar pemerintah bisa segera menyelesaikan konflik antara masyarakat dengan PT TPL hingga mengakui hutan adat mereka. Namun usaha ini kian dipersulit karena Peraturan Daerah (Perda) PPMHA Kabupaten Humbang Hasundutan tidak kunjung disahkan dan masih dalam pembahasan.
Kondisi ini kemudian mendorong Masyarakat Adat Pargamanan membuat petisi daring di laman change.org/SelamatkanHutanPargamanan menuntut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan pemerintah daerah untuk segera menyelamatkan hutan kemenyan milik mereka. Petisi ini juga disebar ke jaringan internasional dan mendapatkan lebih dari 11.000 dukungan global.
Dalam penyerahannya, tanda tangan petisi dari perwakilan Masyarakat Adat Pargamanan diterima secara langsung oleh Bupati Dosmar. Dalam momen tersebut, Bupati Dosmar mengatakan, pada dasarnya konflik yang dialami Masyarakat Pargamanan-Bintang Maria mudah untuk diselesaikan karena masih terdapat pohon endemik seperti kemenyan.
Masih menurut Bupati Dosmar, masyarakat hanya perlu membuat surat permohonan melalui kepala desa yang ditujukan kepada dirinya yang selanjutnya akan dilanjutkan kepada KLHK. Bupati Dosmar berjanji akan segera menyelesaikan kasus Masyarakat Adat Pargamanan-Bintang Maria, seperti yang dialakukan untuk Masyarakat Adat Pandumaan-Sipituhuta dan akan memerintahkan Dinas Lingkungan Hidup agar segera menindaklanjuti pertemuan ini.
Koordinator Studi dan Advokasi Kelompok Studi Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), Rocky Suriadi menjelaskan, meskipun Presiden Jokowi telah menyerahkan sejumlah SK Hutan Adat di Danau Toba pada awal Februari 2022 kemarin, akan tetapi Hutan Adat Pargamanan tidak masuk dalam penyerahan SK tersebut. Padahal hutan di wilayah ini masih sangat alami dan menjadi bagian dari 1.763 hektare wilayah adat Masyarakat Adat Pargamanan-Bintang Maria.
"Meski, lebih dari 40 persen hutan alam tersebut kini berada dalam konsesi PT TPL, yang mana hampir sepertiganya sudah dikembangkan menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI) dan sisanya terancam untuk areal pengembangan PT TPL. Akibatnya kini masyarakat tengah dihadapi pada bencana akibat alih fungsi lahan tersebut, seperti banjir, longsor dan kekeringan,” kata Rocky.
Masyarakat Adat Pargamanan-Bintang Maria adalah salah satu dari setidaknya 23 kelompok Masyarakat Adat Batak Toba yang berkonflik dengan PT TPL. Kini mereka menuntut agar wilayah adat seluas 737 hektare dikeluarkan dari konsesi TPL dan diakui sebagai hutan adat.
Ketika PT TPL mulai menghancurkan hutan-hutan di wilayah adat Masyarakat Adat Pargamanan-Bintang Maria pada sekitar 2003 silam, masyarakat tidak dikonsultasikan dan sama sekali tidak diinformasikan tentang rencana pembangunan HTI tersebut. Saat itu, kegiatan PT TPL selalu dikawal aparat keamanan dan aparat hukum setempat untuk mengintimidasi masyarakat adat yang tidak setuju.
Tidak hanya konflik lahan dengan TPL, kini wilayah adat milik masyarakat Pargamanan-Bintang Maria juga terancam dijadikan kawasan Food Estate.