LIPUTAN KHUSUS:

WALHI Mengutuk Tindakan Sewenang-wenang Polisi di Desa Wadas


Penulis : Kennial Laia

WALHI mendesak adanya pembatalan proyek penambangan batuan andesit di tanah kelola warga Desa Wadas, Jawa Tengah.

Agraria

Rabu, 09 Februari 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengutus tindakan sewenang-wenang yang dilakukan polisi di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, Selasa, 8 Februari 2022. Organisasi ini mendesak agar polisi menghentikan kekerasan dan intimidasi serta membebaskan warga yang ditangkap.  

Seperti diketahui, hari ini ribuan personil kepolisian memasuki Desa Wadas, Kecamatan Bener. Menurut Walhi, polisi datang dengan peralatan lengkap seperti tameng, senjata, dan anjing polisi. Dalihnya untuk mengawal proses pengukuran lahan yang dilakukan oleh tim pengukuran dari Kantor Pertanahan Purworejo.

“Aksi kepolisian di lokasi dibarengi dengan intimidasi dan pengepungan di beberapa titik lokasi rumah warga dan masjid yang sedang digunakan untuk mujahadah,” kata Walhi dalam keterangan tertulis, Selasa, 8 Februari 2022.

Menurut organisasi tersebut, polisi telah berkumpul dan melakukan apel di Polres Purworejo sejak Senin, 7 Februari 2022. Direktur Eksekutif WALHI Yogyakarta Halik Sandera mengatakan, pihaknya mendapat informasi ribuan personil polisi mendirikan tenda di Lapangan Kaliboto pada sore hari, tak jauh dari pintu masuk ke Desa Wadas. 

Suasana penangkapan paksa warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, Selasa, 8 Februari 2022. Foto: Tangkapan layar video @wadas_melawan/Betahita

Menurut Halik, malam harinya desa tersebut menjadi satu-satunya yang mengalami pemadaman listrik dan kehilangan sinyal telekomunikasi. “Ada indikasi kesengajaan dalam mematikan listrik dan membuat down sinyal di Desa Wadas, karena hanya terjadi di satu lokasi. Desa sekitar lainnya tidak,” terang Halik.

Halik menerangkan, polisi telah membawa paksa salah satu pengurus organisasi Gempa Dewa hingga Selasa siang. Perkumpulan tersebut terdiri dari warga desa dan solidaritas yang aktif menolak proyek tambang andesit di tanah dan hutan yang dikelola warga sekitar. Warga yang hendak sholat ke masjid pun ditangkap.

Selain itu, aparat terus melakukan intimidasi termasuk menyita seluruh pisau yang sedang digunakan untuk aktivitas membuat besek dan memasak oleh ibu-ibu. Para perempuan yang sedang menggendong anaknya di halaman rumah dibentaki. Hingga saat ini, informasi terus berkembang mengenai beberapa warga yang ditangkap.

Halik mendesak Kepala Kepolisian Indonesia (Kapolri) Listyo Sigit Prabowo untuk menghentikan tindakan sewenang-wenang aparat di Desa Wadas.   

“Tindakan sewenang-wenang kepolisian terhadap warga Desa Wadas sama sekali tidak menunjukkan komitmen terhadap semangat perlindungan hak asasi manusia dan sikap humanis dari kepolisian,” kata Halik. 

Manajer Kampanye Tambang dan Energi Walhi Fanny Tri Jambore mengaku prihatin dan mengutuk tindakan kepolisian di Desa Wadas. Menurutnya, penangkapan paksa dilakukan tanpa didahului surat pemberitahuan.

Salah seorang warga Desa Wadas dikepit dua orang tidak berseragam. Seorang polisi (kiri) ikut berjalan mengiringi. Foto: Tangkapan layar video @wadas_melawan/Betahita

Fanny mengatakan, kegiatan pengukuran yang dilakukan Kantor Pertanahan Purworejo mustinya dihentikan. Hal itu terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 91/PUU-XVIII/2020. Dalam amarnya, Mahkamah Konstitusi memerintahkan untuk menangguhkan segala tindakan maupun kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, seperti proyek strategis nasional (PSN). 

“Kegiatan pengadaan tanah untuk quarry Bendungan Bener mustinya dihentikan sebagaimana seluruh PSN yang harus ditangguhkan terlebih dahulu. Kegiatan untuk PSN yang menyandarkan pada Undang-Undang Cipta Kerja ditangguhkan berdasarkan Putusan MK tersebut,” terang Fanny.

Fanny mendesak agar pemerintah tunduk terhadap Putusan MK. “Presiden harus mampu menunjukkan sikap patuh terhadap hukum,” imbuhnya. 

Berkaitan dengan quarry yang merupakan kegiatan pertambangan, Fanny menyatakan, mustinya ada IUP untuk sebuah aktivitas yang kaitannya adalah pertambangan, baru setelah itu melakukan pembebasan lahan.

“Ini kok quarry untuk Bendungan seperti special kedudukannya. Ia tidak mempunyai IUP dan difasilitasi pengadaan tanahnya, berbeda dengan kebutuhan quarry di proyek kepentingan umum lainnya”, ungkapnya. 

Walhi mendesak gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan kepolisian untuk membatalkan proses pengadaan tanah quarry untuk Bendungan Bener serta menghentikan pengukuran tanah dan rencana pertambangan di Desa Wadas.

Walhi juga meminta agar aparat kepolisian meninggalkan desa, menghentikan kriminalisasi dan intimidasi, serta membebaskan warga Wadas yang ditangkap oleh Polresta Purworejo.