LIPUTAN KHUSUS:
Direktur Walhi Bengkulu Diperiksa Polisi
Penulis : Tim Betahita
Abdullah rencananya akan diperiksa terkait dugaan merintangi atau mengganggu aktivitas pertambangan pasir besi di Pasar Seluma, Kecamatan Seluma Selatan, Kabupaten S
Hukum
Senin, 31 Januari 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bengkulu Abdullah Ibrahim Ritonga dipanggil kepolisian untuk dimintai keterangan pada hari ini, Senin (31/1). Abdullah rencananya akan diperiksa terkait dugaan merintangi atau mengganggu aktivitas pertambangan pasir besi di Pasar Seluma, Kecamatan Seluma Selatan, Kabupaten Seluma.
"Pada surat pemanggilan tersebut, saya akan diperiksa pada 31 Januari di Polres Seluma," kata Ibrahim seperti dilansir dari Antara.
Sejauh ini, Ibrahim masih berkonsultasi dengan pendamping hukumnya sebelum memenuhi panggilan kepolisian.
Belum ada pernyataan dari polisi terkait pemanggilan Ibrahim Ritonga ini. CNNIndonesia.com masih berupaya menghubungi Polsek Seluma dan Polda Bengkulu terkait hal ini.
Diketahui, Walhi sempat menerima warga yang mengaku mendapat intimidasi dari aparat kepolisian beberapa waktu lalu.
Kala itu, warga melancarkan demonstrasi menolak aktivitas tambang pasir besi di Desa Pasar Seluma Kabupaten Seluma. Namun, warga dibubarkan oleh aparat dan mengaku mendapat kekerasan serta intimidasi.
Pada 27 Januari, warga mendatangi kantor Walhi Bengkulu untuk melaporkan hal tersebut. Mereka juga sempat melakukan zoom meeting dengan Komnas Perempuan.
Kelompok yang menamakan diri Perempuan Pasar Seluma menyampaikan kekerasan yang diterimanya dari aparat saat berunjuk rasa menolak tambang pasir besi.
Mereka berharap Komnas Perempuan membantu warga setempat yang ingin memperjuangkan kelestarian lingkungan namun mendapat kekerasan dari aparat. Warga merasa dikriminalisasi, sehingga meminta perlindungan dari Komnas Perempuan.
Setidaknya ada 8 orang yang ditangkap kepolisian pada Desember lalu. Terdiri dari 4 aktivis Walhi dan 4 warga setempat.
Kala itu, Kabid Humas Polda Bengkulu Kombes Sudarno menyebut mediasi antara Pemda dan masyarakat sudah dilakukan. Mediasi melibatkan kepala desa, camat dan Pemda Seluma.
"Tapi masyarakat tetap tidak mau meninggalkan lokasi, sehingga pemda minta ke polres agar dilakukan pembubaran," kata dia saat dikonfirmasi, Senin (27/12).
Insiden Sebelumnya
Dua hari setelah perayaan Natal, para ibu rumah tangga yang melakukan protes penolakan tambang pasir besi PT Faminglevto Bakti Abadi, sejak 23 Desember lalu, di Desa Pasar Seluma, Kabupaten Seluma, Bengkulu, diusir paksa oleh petugas kepolisian, Senin (27/12/2021) siang. Tenda protes yang dibangun warga di lokasi tambang juga dibongkar paksa oleh aparat kepolisian.
Tak hanya itu, sebanyak 8 orang bahkan dibawa paksa oleh aparat kepolisian ke Polres Seluma. Delapan orang itu terdiri dari 4 warga desa dan 4 aktivis lingkungan yang mendampingi warga.
Mulanya sekitar pukul 11.00 WIB, sejumlah aparat kepolisian Polres Seluma datang ke lokasi tenda penolakan penambangan pasir besi yang didirikan oleh warga Pasar Seluma. Di tenda itu aparat polisi menghimbau warga yang bertahan di dalam tenda penolakan tambang pasir besi oleh PT Faminglevto Bakti Abadi untuk membubarkan diri.
Aparat Polres Seluma meminta perwakilan warga untuk bicara. Ibu-ibu Pasar Seluma menunjuk Abdullah--seorang staf Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bengkulu--sebagai kuasa warga Pasar Seluma untuk bernegosiasi dengan pihak kepolisian.
Waktu menunjukkan sekitar pukul 11.15 WIB, Abdullah melakukan komunikasi dengan pihak kepolisian di lokasi. Namun sekitar 5 menit kemudian Abdullah justru dibawa paksa oleh aparat Polres seluma ke dalam mobil polisi.
Negosiasi yang diharapkan tidak terjadi. Kabag OPS Polres Seluma yang memimpin pasukan polisi itu tetap memaksa warga untuk membubarkan diri dan memerintahkan pasukannya untuk membubarkan ibu-ibu yang masih bertahan di tenda penolakan tambang pasir besi.
Berdasarkan amatan dari rekaman video amatir, para petugas polisi menarik-narik para ibu-ibu yang bertahan di dalam tenda. Itu terjadi sekitar pukul 11.20 WIB, di saat hampir bersamaan perobohan tenda juga dilakukan, juga oleh aparat kepolisian.
Dalam peristiwa itu kurang lebih 8 orang dibawa paksa oleh aparat kepolisian ke Markas Polres Seluma. Empat di antaranya adalah warga Pasar Seluma, yaitu Fitri Handayani, Novita Jayanto, Rustam Efendi, dan Rivaldo. Sedangkan empat lainnya merupakan para aktivis pendamping, yakni Abdullah dari Walhi Bengkulu, Selvia Ayyu Netra dari Genesis Bengkulu, Rachmad Yudiartono dan Anton Supriyanto (AMAN).
Namun, berdasarkan informasi yang terhimpun, menyusul 8 orang yang sudah ditahan sejak siang, Polres Seluma juga menahan dua orang lagi. Keduanya bernama Agusti Wulantara dan Hertoni, Kepala Desa Pasar Seluma sekaligus Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Tana Serawai. Dalam proses pemeriksaan di Polres Seluma, Hertoni dan warga serta para aktivis yang ditahan di polres menunjuk sejumlah pengacara dari Kantor Hukum Masyarakat Adat Bengkulu, sebagai kuasa hukum.
Hingga pukul 23.30 WIB, para warga dan aktivis yang ditahan di Polres Seluma tersebut belum juga dilepaskan ataupun diperbolehkan pulang. Bupati Seluma beserta jajarannya, juga Ketua DPRD Seluma mendatangi Polres Seluma. Kedatangan Bupati dan Ketua DPRD Seluma ini demi memberikan jaminan terhadap masyarakat yang ditahan. Sebelumnya mengetahui adanya penahanan warga dan aktivis ini, ratusan warga mendatangi Markas Polres Seluma. Mereka memberikan dukungan kepada warga dan aktivis yang ditahan.
Ketua Badan Pengurus Harian (BPH) AMAN Wilayah Bengkulu, Deftri Hamdi mengatakan, pembubaran aksi protes penolakan tambang pasir besi Desa Pasar Seluma ini disebabkan lambannya respon dari Bupati Seluma dan tidak mampunya pemerintah kabupaten dalam menyelesaikan persoalan agraria--dalam hal ini pertambangan pasir besi PT Faminglevto Bakti Abadi--yang mengalami penolakan dari Masyarakat Adat Serawai Pasar Seluma sejak 2010.
Penolakan ini disebabkan tidak adanya pelibatan masyarakat ataupun sosialisasi rencana pembangunan aktivitas pertambangan sesuai dengan aturan hukum dan tidak mendapatkan persetujuan Masyarakat Serawai Pasar Seluma.
"Ibu-ibu yang menyampaikan aspirasi dan meminta Bupati untuk mengeluarkan peralatan tambang dari wilayah adat Pasar Seluma dari hari pertama tidak disanggupi oleh Bupati Seluma. Pemerintahan Desa Pasar Seluma beserta perangkatnya dari hari pertama sudah mencoba merespon dan menyampaikan tuntutan dari ibu-ibu dengan pihak Pemerintah Kabupaten Seluma," kata Deftri, Senin (27/12/2021).
Minggu (26/12/2021) siang hingga malam kemarin, lanjut Defftri, disaksikan oleh pihak Kepolisian Resort Seluma, pemerintahan desa/Kepala Desa (Ketua PD AMAN Tana Serawai) Pasar Seluma sudah kembali menengahi dengan menyampaikan aspirasi dari ibu-ibu kepada pihak Pemerintah Kabupaten Seluma. Namun negosiasi dengan tuntutan yang sudah disesuaikan dengan tupoksi yang dimiliki oleh Bupati dan pemerintah kabupaten malah kembali ditolak oleh pihak pemerintah kabupaten.
"Dengan ini kami meminta kepada Bupati Pemerintah Kabupaten Seluma yang gagal menyelesaikan persoalan agraria dalam melindungi wilayah Adat Serawai di Kabupaten Seluma terkait pertambangan di Pasar Seluma bertanggung jawab dengan kejadian pembubaran ibu-ibu masyarakat Pasar Seluma."
Pengkampanye Tambang dan Energi Eksekutif Nasional Walhi, Fanny Tri Jambore mengatakan, penangkapan paksa warga Desa Pasar Seluma dan pendamping warga saat tengah menggunakan haknya menyampaikan pendapat dan suaranya untuk menolak keberadaan tambang pasir besi, merupakan upaya pengekangan terhadap kemerdekaan berpendapat. Menurutnya aksi penolakan warga terhadap pertambangan pasir besi yang mengancam ruang hidupnya ini adalah hak yang telah dijamin dalam hierarki hukum tertinggi di Indonesia.
"Jika kekerasan seperti ini kita diamkan, maka sesungguhnya demokrasi kita akan semakin mundur jauh ke belakang. Peran dan partisipasi masyarakat akan semakin habis," ujar Fanny, dalam pernyataan tertulis yang disampaikan Koalisi Selamatkan Pesisir Barat Sumatera, Senin (27/12/2021).
Sejak 23 Desember 2021 lalu, masyarakat telah menduduki lokasi tambang untuk meminta pemerintah daerah menghentikan aktivitas ilegal yang dilakukan PT Faminglevto Bakti Abadi dan menindak tegas perbuatan melawan hukum tersebut. Disebut ilegal karena aktivitas PT Faminglevto Bakti Abadi ini masih belum memenuhi persyaratan dan mengantongi perizinan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan, seperti belum adanya dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan Izin Lingkungan.
Selain itu, hingga 2018, PT Faminglevto Bakti Abadi, tercatat belum membayar dana Jaminan Reklamasi dan Pascatambang yang disyaratkan pemerintah. Kemudian, perusahaan yang terindikasi berkelindan dengan proyek smelter pasir besi PT Rusan Sejahtera ini juga mencaplok sebagian kawasan konservasi Cagar Alam Desa Pasar Seluma.
Yang lainnya, PT Faminglevto Bakti Abadi juga pernah masuk dalam daftar Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dicabut, berdasarkan pengumuman yang dikeluarkan Kementerian ESDM No: 1343.Pm/04/DJB/2016 tentang Penetapan IUP Clean and Clean (CnC) ke-19 dan Daftar IUP yang Dicabut oleh Gubernur atau Bupati atau Walikota. Nama PT Faminglevto Bakti Abadi berada di urutan ke-279 dalam daftar IUP yang dicabut itu.
Penolakan tambang pasir besi di Desa Pasar Seluma ini sebetulnya telah berlangsung sejak 2010. Alasannya karena tambang itu mengancam ekosistem pesisir barat Sumatera.
Selain itu tambang pasir besi ini diduga juga melanggar ketentuan Peraturan Menteri (Permen) Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 43 Tahun 2015 juncto Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2013, sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Penambangan ilegal ini terindikasi memiliki keterkaitan dengan proyek smelter atau pemurnian konsentrat pasir besi di Kabupaten Kaur, Bengkulu.
“Hingga saat ini Pemda menunjukkan sikap yang represif terhadap masyarakat terutama pada para perempuan yang bertahan untuk memperjuangkan wilayah kelolanya dari ancaman industri ekstraktif. Seharusnya pemerintah hadir di tengah masyarakat memastikan perlindungan atas wilayah kelolanya, memberikan keberpihakan kepada masyarakat dengan menunjukkan political will bukan malah sebaliknya," kata Abdullah Ibrahim Ritonga, Direktur Walhi Eksekutif Daerah Bengkulu.
Kawasan Pesisir Pantai Barat Sumatera saat ini sedang terancam oleh abrasi terjangan gelombang Samudera Hindia dan juga dampak dari perubahan iklim. Penambangan pasir besi di pesisir Pantai Pasar Seluma dikhawatirkan akan membuat kawasan ini menjadi rentan terhadap kerusakan.
"Wilayah pesisir yang relatif aman di sepanjang provinsi Bengkulu adalah Pesisir Ilir Talo, Kecamatan Ilir Talo, Kabupaten Seluma. Walaupun belum ada kajian yang mendalam, akan tetapi pasir besi ditengarai menjadi salah satu penyelamat. Upaya penyelamatan pantai barat ini sudah sejak lama dilakukan, dari gempuran investasi yang dilegalisasi negara. Sekarang terang benderang mau dibawa kemana negara ini, keruk habis," ujar Ali Akbar, Ketua Kanopi Hijau Indonesia dan Perwakilan #BersihkanIndonesia.
Terpisah, Kapolres Seluma AKBP Darmawan Dwiharyanto menjelaskan, tindakan pembubaran warga pemrotes tambang pasir besi di Desa Pasar Seluma yang dilakukan aparat kepolisian ini merupakan upaya penegakan hukum yang ditempuh setelah beberapa kali imbauan dan negosiasi yang coba dilakukan tidak mampu menghentikan aksi protes itu.
"Upaya penegakkan hukum dilakukan setelah beberapa imbauan, negosiasi yang dilakukan oleh berbagai pihak tidak berbuah hasil. Kami sudah persuasif selama beberapa hari ini. Dan mohon maaf dengan terpaksa kami lakukan penertiban," kata AKBP Darmawan, Senin (27/12/2021).
Penertiban, atau pengusiran paksa para warga pemrotes tambang pasir besi ini, menurut Kapolres, dilakukan berdasarkan hasil koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Seluma.
Kapolres bilang, para warga dan aktivis dibawa ke Markas Polres Seluma untuk dimintai keterangan. Kapolres belum bisa memastikan apakah akan ada pihak warga ataupun aktivis yang akan dikenai pasal pidana atas aksi penolakan tambang ini. AKBP Darmawan juga belum bisa memastikan perlu tidaknya mengerahkan anggota kepolisian untuk mengamankan lokasi tambang PT Faminglevto Bakti Abadi.
"Saat ini kami masih ambil keterangan dulu. Kita lihat hasil pemeriksaan (kemungkinan penersangkaan). Nanti kita lihat ya (pengamanan lokasi tambang)."
Mengenai polemik perizinan tambang PT Faminglevto Bakti Abadi, Kapolres Darmawan menyebut, sejauh yang dirinya ketahui, Pemerintah Kabupaten Seluma telah bersurat secara resmi kepada Pemerintah Pusat--Kementerian ESDM-- dan pihak Pemerintah Kabupaten Seluma juga telah mendapatkan jawaban.
"Silakan ditanyakan kepada yang berwenang menjawab akan masalah perizinan tersebut. Namun sepengetahuan kami, dari Pemda sudah bersurat kepada pusat dan sudah dijawab. Kami juga sudah berkoordinasi dengan Polda Bengkulu tentang perizinannya. Demikian," terang AKBP Darmawan.