LIPUTAN KHUSUS:
Terindikasi Korupsi, Perusahaan Sawit di Kalsel Dilaporkan ke KPK
Penulis : Kennial Laia
Perusahaan perkebunan kelapa sawit PT MSAM dilaporkan ke KPK atas tindak pidana korupsi. PT MSAM diduga melakukan konversi kawasan hutan tanpa izin resmi di Kalsel.
Sawit
Jumat, 21 Januari 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Organisasi masyarakat sipil Sawit Watch melaporkan perusahaan perkebunan kelapa sawit ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa, 18 Januari 2022. PT MSAM, inisial terlapor, dituduh melakukan tindak pidana korupsi.
Direktur Eksekutif Sawit Watch Achmad Surambo mengatakan, pihaknya menduga indikasi korupsi di areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT Inhutani II Unit Pulau Laut, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Kawasan hutan milik Inhutani II tersebut termasuk dalam kontrak kerja sama antara PT MSAM dan PT Inhutani II Unit Pulau Laut pada 2017.
Menurut Sawit Watch, luas wilayah perkebunan kelapa sawit yang masuk dalam perjanjian kerja sama antara PT MSAM dan PT Inhutani II Unit Pulau Laut mencapai 8.610 hektare. Namun berbagai perubahan status izin pada wilayah itu dianggap tidak sesuai prosedur sehingga menyebabkan kerugian negara.
Menurut Achmad, kerja sama perkebunan sawit tersebut tidak memiliki persetujuan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. “Kerja sama perkebunan sawit ini selain tanpa persetujuan menteri, disinyalir bermaksud mengalihkan kekayaan negara berupa hutan kepada oknum korporasi secara tidak sah,” katanya dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa, 18 Januari 2022.
“Perjanjian kerja sama yang menjadi bukti dalam laporan kami, nyata-nyata bermaksud mengalihkan areal izin pemanfaatan hutan PT Inhutani II menjadi tanah HGU Terlapor sebelum ada perubahan status kawasan” tambahnya.
Achmad mengatakan pihaknya telah melaporkan masalah ini ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2018. Pasalnya, lahan yang dikonversi ke perkebunan kelapa sawit masuk ke dalam kawasan hutan seluas 8.610 hektare. Namun, respons yang didapat tidak memuaskan. Sawit Watch meminta KPK agar menindaklanjuti dugaan tersebut.
Sebelum diubah, PT Inhutani II merupakan pemegang Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.193/MENHUT-II/2006 (SK 193/2006) dengan areal kerja pemanfaatan hutan seluas 40.950 hektare di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Pada 19 Juni 2017, direksi PT Inhutani II mengadakan kerja sama perkebunan sawit di sebagian area IUPHHK-HA bersama PT MSAM—korporasi kebun sawit milik seorang konglomerat di Kalimantan Selatan.
Achmad mengatakan, kerja sama tersebut tidak sesuai dengan SK 193/2006. Pasalnya kawasan hutan PT Inhutani II digunakan sebagai perkebunan sawit tanpa memperoleh persetujuan Menteri LHK.
Pada 4 September 2018, Menteri ATR/BPN menerbitkan Keputusan Pemberian HGU kepada PT MSAM dengan nomor: 81/HGU/KEM-ATR/BPN/2018. Pemberian lokasi HGU persis di atas IUPHHK-HA PT Inhutani II. “Ini sebagaimana niatan dalam Perjanjian Kerja Sama tahun 2017, tanpa sedikit pun mempertimbangkan ada tidaknya persetujuan Menteri LHK terkait perubahan status kawasan,” jelas Achmad.
Denny Indrayana, kuasa hukum dari INTEGRITY Law Firm mengatakan, “Penerbitan HGU kepada Terlapor menyebabkan hilangnya hutan negara seluas 8.610 ha yang dahulu dimanfaatkan oleh PT Inhutani II.”
“Secara garis besar, PT Inhutani II kehilangan wilayah kelola di atas hutan yang begitu luas, di saat bersamaan Terlapor memperoleh aset baru berupa titel hak atas tanah.”
Anggota Sawit Watch lainnya, Andi Inda Fatinaware, mengatakan pengaduan ke KPK didorong oleh derita dan aspirasi masyarakat yang terdampak bisnis PT MSAM. Setidaknya dalam periode 2018-2021, nama perusahaan tersebut selalu muncul dalam konflik dan sengketa lahan dengan warga di Kotabaru. Tidak sedikit pihak yang menjadi korban kriminalisasi, intimidasi, perampasan lahan, dan sebagainya.
“Kami berupaya bersinergi dengan KPK dalam penanganan korupsi di bidang kehutanan, khususnya hutan yang dikelola PT Inhutani II. Aduan ini sekaligus menjadi ikhtiar bersama warga Kotabaru yang menghendaki adanya penegakan hukum terhadap perbuatan dzalim Terlapor,” pungkas Andi.