LIPUTAN KHUSUS:
24 Badak Afrika Dibunuh Pemburu Liar dalam Dua Pekan
Penulis : Tim Betahita
Hanya dalam dua pekan, 24 badak mati dibunuh oleh pemburu liar di Afrika Selatan. Jumlah menigkat setelah pandemi Covid.
Konservasi
Senin, 20 Desember 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Hanya dalam dua pekan, 24 badak mati dibunuh pemburu liar di Afrika Selatan. Hal itu terjadi usai adanya jeda perburuan ilegal selama pandemi Covid-19.
Pada Selasa, Kementerian Lingkungan Afrika Selatan mengumumkan otoritas terus menemukan bangkai badak satwa langka tersebut di empat provinsi di seluruh negeri sejak awal bulan Desember.
Tujuh badak ditemukan mati di Taman Nasional Kruger, enam di KwaZulu-Natal, dan tujuh di Mpumalanga. Empat lainnya, termasuk satu badak betina hamil, ditembak mati oleh pemburu liar di cagar alam di Western Cape minggu lalu. Saat ini satu individu badak tengah dirawat karena luka tembak.
Pemerintah Afrika Selatan mengutuk perburuan keji tersebut. Menurut berita setempat, sembilan orang telah ditangkap atas pembunuhan badak itu.
Catatan resmi otoritas, sebanyak 394 badak diburu untuk diambil culanya di Afrika Selatan pada 2020, yang merupakan rumah bagi sebagian besar populasi hewan di Afrika. Angka itu turun dibandingkan tahun sebelumnya, yang mencapai 594 ekor. Hampir dua pertiga tewas di taman nasional.
Rekor tertinggi tercatat pada 2014, ketika sebanyak 1.215 badak dibunuh. Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan dengan 2007, dengan 13 kematian. Peningkatan yang mengerikan ini didorong oleh permintaan di Asia yang membuat cula badak lebih berharga dari emas.
“Kemiskinan mendorong banyak orang yang direkrut sebagai pemburu liar untuk pergi ke taman nasional. Jika ada kesulitan ekonomi, maka itu akan jelas akan memperburuk keadaan,” kata Richard Emslie, mantan petugas ilmiah dari kelompok spesialis badak Afrika dari International Union for Conservation of Nature (IUCN), dikutip The Guardian, Kamis (16/12).
“Salah satu tantangannya adalah memberdayakan ekonomi orang-orang yang tinggal di komunitas pedesaan ini… tidak hanya berpikir dalam hal penegakan hukum yang keras dan anti-perburuan liar di taman.”
Penguncian akibat virus corona, pembatasan perjalanan, dan varian Omicron telah merusak industri pariwisata negara itu. Sektor tersebut merupakan sumber pendanaan utama untuk konservasi, yang menyumbang sekitar 4,5% dari total lapangan pekerjaan dan 3% dari PDB di Afrika Selatan sebelum pandemi.
Peningkatan pembunuhan badak biasa terjadi sebelum Natal dan tahun baru Cina. Namun para ahli mengatakan menangkap pemburu liar tidak akan memutus siklus, dan lebih banyak yang harus dilakukan untuk menindak kelompok kriminal dan permintaan cula di Vietnam dan Cina.
Ahli konservasi terkemuka Kevin Pietersen mengatakan, mengunjungi sekitar 3 juta orang yang tinggal di pinggir taman nasional Kruger telah membuka matanya mengenai tantangan yang dihadapi masyarakat lokal.
“Awalnya saya marah. Namun saya telah mendidik diri saya sendiri,” kata Pietersen, yang baru-baru ini menjadi pembawa cara National Geographic tentang konservasi badak.
“Ini merupakan orang-orang yang hanya ingin memberi makan keluarga mereka. Ada keserakahan manusia, yang ada dalam diri kita semua. Tapi ada banyak keputusasaan yang sayangnya tinggal di sepanjang taman nasional ini. Dan ketika Anda putus asa dan saya tahu sebagai orang tua bahwa Anda akan melakukan apa saja untuk anak-anak Anda, untuk memberi makan anak-anak Anda,” katanya.
“Anda memenangkan perang ini dengan menjaga (kesejahteraan) orang-orang. Itulah yang mereka lakukan di India.”
Cathy Dean, kepala eksekutif Save the Rhino International yang juga berada di subkelompok badak Afrika IUCN, mengatakan jatuhnya pendapatan ekowisata mungkin terkait dengan pembunuhan tersebut.
“[Pandemi] telah menjadi bencana. Jelas, kurangnya pendapatan pariwisata telah benar-benar menghancurkan taman dan cagar alam. Itu benar-benar merusak penghidupan,” katanya.