LIPUTAN KHUSUS:

NTT Diguncang Gempa 7,4 SR, Potensi Tsunami Sudah Dicabut


Penulis : Sandy Indra Pratama

Perlu diingat ribuan proyek industri ekstraktif di Indonesia berada di daerah beresiko tinggi bencana.

Lingkungan

Selasa, 14 Desember 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Gempa dengan magnitudo 7,4 Skala Richter mengguncang Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (14/12) siang. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, gempa terjadi pada pukul 11.20 Wita.

Dalam jumpa persnya, Dwi mengatakan gempa sebelumnya dinyatakan berpotensi tsunami, namun dalam perkembangannya status potensi tsunami kemudian telaj dicabut.

Lokasi gempa bumi terletak pada 7.59 derajat lintang selatan dan 122,26 derajat bujur timur. Pusat gempa bumi berada pada 112 kilometer arah barat laut Larantuka, Kabupaten Flores Timur, dengan kedalaman 12 kilometer.

Dwi menghimbau agar masyarakat terutama yang berada di sekitar Flores Timur, Sikka dan Lembata tetap waspada meski peringatan tsunami sudah dcabut. “Apabila terjadi gempa susulan dan mengayun cukup lama masyarakat diharap kembali ke tempat tinggi,” ujarnya.

Ilustrasi Gempa NTT. (USGS)

Dwi berharap tidak terjadi kepanikan yang berlebihan dari masyarakat demi kondisi keamanan. BMKG menjamin akan siaga memantau terus kondisi.

Hingga saat ini, dinyatakan sudah terjadi 20 kali gempa susulan. Dwi juga menjelaskan telah trjadi kenaikkan permukaan air laut setinggi 7 sentimeter di perairan NTT. Namun adanya fenomena itu tidak mengindikasikan bahaya bagi masyarakat.

Ribuan Industri Ekstraktif Indonesia Berdiri di Jalur Bencana

April lalu laporan berjudul Bencana yang Diundang: Bagaimana Potret Awal Investasi Ekstraktif-Energi Kotor dan Keselamatan Rakyat di Kawasan Resiko Bencana Indonesia, diterbitkan oleh gerakan #BersihkanIndonesia bersama Jatam Nasional dan Trend Asia, menyatakan ribuan proyek industri ekstraktif di Indonesia berada di daerah beresiko tinggi bencana. Proyek tersebut, seperti pembangkit listrik, tambang, dan smelter, rawan terpapar jika terjadi tsunami, longsor, ataupun banjir.

Di seluruh Indonesia, ada 131 izin konsesi pertambangan yang berada di wilayah beresiko tinggi bencana gempa bumi, 2.104 konsesi pertambangan berada di wilayah beresiko tinggi bencana banjir, 744 konsesi pertambangan berada di wilayah beresiko tinggi bencana tanah longsor.

“Salah satu temuan kunci adalah sebanyak 131 pertambangan di Indonesia berada di kawasan resiko gempa bumi. Luasnya mencapai 1,6 juta hektare atau setengah dari luas negara Belgia,” kata Direktur Program Trend Asia Ahmad Ashov Birry kepada wartawan dalam peluncuran laporan virtual.

Ashov menyebut, konsesi pertambangan di wilayah beresiko tinggi bencana banjir di Indonesia mencapai 4,5 juta hektare, atau setara luas negara Swiss. Luas konsesi pertambangan di wilayah beresiko tinggi bencana tanah longsor pun mencapai 6.154.830 hektare.

Sementara itu, 57 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan kapasitas 8.887 Megawatt (MW) dalam status beroperasi dan 31 PLTU lain dengan total kapasitas 6.950 MW dalam status ragam tahap pembangunan berada di wilayah berisiko tinggi bencana gempa bumi. Angka itu belum termasuk PLTU yang berada di daerah resiko banjir dan tanah longsor. 

Menurut Ashov, masifnya proyek di daerah rawan bencana terjadi karena adanya kesenjangan antara sains dan kebijakan serta implementasinya di lapangan. Hal itu juga dipengaruhi oleh kepentingan oligarki industri ekstraktif di lingkar pemerintahan.

“Mereka yang berkuasa inilah, yang dapat membuat dan mendorong berbagai kebijakan berbasis proyek pro-industri ekstraktif yang memperparah resiko bencana,” ujar Ashov.