LIPUTAN KHUSUS:
Klaim Jokowi Soal UU Cipta Kerja Dianggap Inkonstitusional
Penulis : Aryo Bhawono
Mahkamah Konstitusi harus beri penjelasan supaya putusan UU Cipta Kerja tak multitafsir
Hukum
Selasa, 30 November 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Presiden Joko Widodo menyatakan peraturan turunan UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja tetap berlaku meski Mahkamah Konstitusi memutuskan UU itu inkonstitusional bersyarat. Namun tafsir presiden atas putusan MK ini dianggap inkonstitusional oleh penggugat.
"Dengan dinyatakan masih berlakunya UU Cipta Kerja oleh MK, maka seluruh materi dan substansi dalam UU Cipta Kerja dan aturan sepenuhnya tetap berlaku tanpa ada satu pasal pun yang dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku oleh MK," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (29/11).
Salah satu pemohonan Judicial Review UU Cipta Kerja, Rachmi Hertanti, menganggap tafsir presiden itu sama inkonstitusionalnya dengan UU Cipta Kerja. MK menyatakan pemerintah tidak dibenarkan untuk mengambil tindakan atau kebijakan strategis dan berdampak luas, termasuk menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU No. 11 Tahun 2020 Cipta Kerja.
Seharusnya poin yang ada dalam amar putusan MK ini menjadi dasar untuk melaksanakan UU Cipta Kerja secara lebih jauh. Artinya peraturan turunan yang telah dikeluarkan pemerintah selama ini tidak boleh diberlakukan.
“Dalam konteks putusannya, hakim memerintahkan untuk menangguhkan segala kebijakan dan keputusan strategis termasuk peraturan pelaksananya,” ucap Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) ini pada Senin (29/11/2021).
IGJ sendiri menganggap putusan MK ini masih setengah hati karena memberikan waktu dua tahun kepada pembuat UU untuk melakukan perbaikan. Padahal bila sudah ditetapkan inkonstitusional seharusnya UU ini tidak berlaku.
Meski begitu putusan ini tetap menjadi kemenangan kecil untuk menjadi dasar hukum bahwa UU Cipta Kerja cacat formil. Selanjutnya jangan sampai tafsir sepihak presiden ini dibiarkan karena seolah UU Cipta Kerja tak bermasalah.
“Makanya, rakyat harus menolak keberlakuan peraturan turunan UU Cipta Kerja, karena UU ini bertentangan konstitusi dan tidak layak lagi rakyat mematuhinya,” tegasnya.
Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Raynaldo G. Sembiring, mengungkapkan akan muncul banyak tafsir dari putusan MK soal UU Cipta Kerja. Pemerintah sendiri, selaku pihak eksekutor putusan, memiliki tafsirnya. Pidato Jokowi soal pemberlakuan peraturan turunan merupakan salah satu tafsir itu.
Ada beberapa poin pokok yang harus diperhitungkan untuk melaksanakan aturan turunan seperti jaminan HAM, kesejahteraan, lingkungan, keadilan, dan lainnya. Namun penafsiran tersebut dirasanya terlalu rumit karena cakupan UU Cipta Kerja yang luas.
Makanya supaya tidak menimbulkan simpang siur maka MK harus memberikan penjelasan atas putusan mereka.
“Cara paling adil adalah dengan penjelasan, kalau tidak mau mengeluarkan fatwa. Supaya tidak ada penafsiran tunggal maupun multitafsir,” jelasnya.
Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Eknas Walhi, Wahyu A. Perdana, menyebutkan putusan MK ini menjadi multitafsir karena tidak memberikan ukuran soal frasa ‘strategis dan bermakna luas’ dalam poin tujuh amar putusan. Padahal seharusnya putusan MK tak boleh ditafsirkan dan harus bersifat konkrit untuk dilaksanakan.
Tentu pemerintah ambil penafsiran paling mudah dan menguntungkan, kata dia, dan ini catatan buruk juga buat MK karena membiarkan penafsiran ini.
Juru Bicara MK, Fajar Laksono, menyebutkan hakim konstitusi tidak akan menanggapi penafsiran Presiden Joko Widodo atas putusan UU Cipta Kerja.