LIPUTAN KHUSUS:
Anak yang Lahir pada 2020 Lebih Berisiko Terpapar Gelombang Panas
Penulis : Kennial Laia
Anak yang lahir pada 2020 terancam mengalami gelombang panas ekstrem lebih sering. Perbandingnya tujuh kali lebih banyak dibandingkan orang yang lahir pada 1960.
Perubahan Iklim
Senin, 25 Oktober 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Lahir saat pandemi, anak-anak yang lahir pada 2020 dapat hidup melalui gelombang panas ekstrem tujuh kali lebih banyak dibandingkan orang yang lahir pada 1960.
Dalam studi terbaru berjudul Intergenerational inequities in exposure to climate extremes di jurnal Science, ilmuwan memproyeksikan angka tersebut dengan kondisi jika emisi gas rumah kaca dibatasi oleh jumlah yang saat ini dijanjikan oleh negara-negara di dunia.
Dengan komitmen saat ini, suhu rata-rata bumi diperkirakan akan meningkat sekitar 2,4C relatif terhadap masa pra-industri pada 2100. Generasi yang lebih tua akan mengalami rata-rata sekitar empat gelombang panas ekstrem selama masa hidup mereka. Frekuensi bagi generasi muda jauh lebih tinggi, yakni sebanyak 30 kali.
Ancaman ini dapat berkurang – bukan terhapus – dengan pengurangan jumlah emisi yang lebih ketat, yang membatasi pemanasan hingga 1.5C sesuai dengan Perjanjian Paris pada 2015. Namun, anak-anak yang lahir pada 2020 akan tetap terekspos pada gelombang panas ekstrem sebanyak empat kali lebih banyak dibandingkan dengan orang-orang yang lahir pada 1960.
Rata-rata anak yang lahir pada 2020 juga akan mengalami dua kali lebih banyak kebakaran hutan; 2,8 kali lebih banyak banjir sungai; 2,6 kali lebih banyak kekeringan dan sekitar tiga kali lebih banyak gagal panen dibandingkan generasi yang lahir 60 tahun sebelumnya. Hal ini diproyeksikan terjadi di bawah skenario iklim berdasarkan komitmen saat ini.
Paparan terhadap peristiwa ekstrem juga menjadi lebih tinggi di beberapa bagian dunia: di Timur Tengah, misalnya, generasi yang lahir pada 2020 akan melihat lebih banyak gelombang panas dibandingkan dengan kelompok yang lebih tua.
Studi ini merupakan yang pertama kalinya yang mengukur secara spesifik seberapa banyak generasi muda akan lebih terpapar pada peristiwa-peristiwa akibat perubahan iklim.
Proyeksi masa depan yang suram ini telah memaksa anak-anak turun ke jalan untuk mendesak pemimpin negara memperkuat komitmen iklim. Gerakan #FridaysforFuture, yang dinisiasi Greta Thunberg, telah menjadi suara protes yang paling kuat dalam beberapa tahun terakhir.
Laporan tersebut mencatat bahwa temuan ini terbit pada saat yang tepat, ketika para pemimpin dunia bersiap untuk berkumpul di Glasgow, Skotlandia, pada akhir Oktober untuk Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2021 (COP26) untuk menegosiasikan janji baru untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.