LIPUTAN KHUSUS:

Studi Terbaru: Emisi Karbon Negara Kaya Kembali Naik Pada 2021


Penulis : Tim Betahita

Emisi karbon negara kaya anggota G20 meningkat drastis pada 2021.

Perubahan Iklim

Selasa, 26 Oktober 2021

Editor :

BETAHITA.ID -  Memasuki akhir tahun kedua pandemi, emisi karbon kembali meningkat secara cepat di seluruh dunia, terutama di negara kaya anggota G20.

Laporan terbaru dari Climate Transparency mengungkap emisi karbon dioksida (CO2) naik hingga 4% tahun ini akibat aktivitas ekonomi negara kaya. Sebelumnya angka ini turun hingga 6% pada 2020 karena pandemi Covid-19. Cina, India, dan Argentina diperkirakan hampir pasti akan melampaui tingkat emisi pada 2019. 

Menurut laporan tersebut, penggunaan energi fosil yang terus menerus menjadi akar utama sekaligus menghambat upaya menahan kenaikan suhu bumi.

Topik mengenai perubahan iklim dan dampaknya yang saat ini berlangsung di mana-mana akan dibahas pada konferensi tinggi tentang perubahan iklim atau COP26 di Glasgow, Inggris. Negara-negara dari seluruh dunia akan membawa proposal dan target iklimnya ke meja negosiasi.

Ilustrasi pembangkit listrik tenaga uap batu bara. Foto: Getty Images

Salah satu topik utama yang akan menjadi pembahasan adalah bagaimana langkah untuk menahan kenaikan suhu bumi pada ambang batas 1.5C. Saat ini suhu bumi berada di level 1.1C lebih hangat dari era pra-industri. Mendekati target ambang batas 1.5C yang disepakati dunia dalam Perjanjian Paris pada 2015.

Jika pemerintah dunia ingin mencapai target tersebut, maka negara-negara penghasil karbon terbesar harus memasang ambisi yang lebih besar lagi diikuti dengan kebijakan nyata.

Negara ekonomi G20 bertanggung jawab terhadap sekitar 75% emisi global, yang turun secara signifikan tahun lalu akibat turunnya karena Covid-19. Amerika Serikat (4,9 tCO2/kapita) dan Australia (4,1 tCO2/kapita) memiliki emisi bangunan per kapita tertinggi di antara anggota G20, dengan rata-rata 1,4 tCO2/kapita. Ini mencerminkan tingginya pangsa bahan bakar fosil, terutama gas alam dan minyak yang digunakan untuk pembangkit energi panas.

Menurut laporan tersebut, yang disusun oleh 16 lembaga penelitian dan grup kampanye lingkungan, konsumsi batu bara negara G20 juga diproyeksikan meningkat sebesar 5% tahun ini.

Cina disebut berkontribusi paling banyak pada kenaikan tersebut, pada angka 60%, selain Amerika Serikat (18%) dan India (17%). Penggunaan batu bara di Cina melonjak karena tingginya permintaan terhadap energi usai ekonomi dunia mulai menggeliat memasuki tahun kedua pandemi. Harga batu bara juga naik 200% sejak tahun lalu.

Di sisi lain, energi terbarukan seperti solar dan angin di negara-negara kaya juga naik, dengan kapasitas terpasang baru di negara-negara G20. Saat ini energi terbarukan memasok 12% listrik dibandingkan dengan 10% pada 2020.