LIPUTAN KHUSUS:

Strategi Perlindungan Gajah versi KLHK Selepas Dicabutnya RTM


Penulis : Syifa Dwi Mutia

Dalam Surat Edaran No. SE.7/KSDAE/KICH/KSA2/10/2021 tentang Arahan Pelaksanaan Kegiatan Prioritas Pengelolaan Gajah Sumatera, Ditjen KSDAE menyampaikan 4 strategi.

Satwa

Jumat, 08 Oktober 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Selepas dicabutnya Rencana Tindakan Mendesak (RTM) Gajah Sumatera periode 2019-2022 oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, surat lainnya dikeluarkan pada 4 Oktober 2021. Alih-alih meninjau kembali RTM itu, KLHK melalui Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) menanggapinya dengan mengeluarkan berbagai langkah strategis dalam peningkatan populasi Gajah Sumatera.

Dalam Surat Edaran No. SE.7/KSDAE/KICH/KSA2/10/2021 tentang Arahan Pelaksanaan Kegiatan Prioritas Pengelolaan Gajah Sumatera, Ditjen KSDAE menyampaikan 4 strategi perlindungan Gajah Sumatera:

Strategi 1 adalah “Perlindungan gajah di alam dan penguatan kapasitas aparat penegakan hukum dalam memerangi tindakan kejahatan terhadap satwa liar, khususnya pada gajah”. Dalam poin itu dijelaskan kegiatan yang dilakukan adalah perlindungan populasi alami dan pencegahan konflik di 12 kantong habitat. Sementara lewat surat SK.400 terdapat 21 kantong habitat gajah sumatera yang 19 di antaranya beririsan dengan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Berusaha (PIPPIB).

Selain itu, dilakukan penegakan hukum terhadap pelaku tindakan pelanggaran perburuan, perdagangan, dan pembunuhan gajah yang disebabkan konflik di kawasan hutan lindung maupun hutan produksi.

Sekelompok gajah sumatra sedang beristirahat sambil meminum air di sungai. Foto: Kehati

Strategi 2 adalah “Penanggulangan dan adaptasi konflik manusia dan gajah secara efektif melalui optimalisasi pengelolaan barrier, serta mendorong praktik hidup berdampingan (koeksistensi) antara manusia dengan gajah (tidak ada kematian manusia)”.

Dalam poin itu dijelaskan kegiatan yang dilakukan berupa promosi konsep penggunaan ruang yang berkesesuaian (human-elephant coexistence) secara sistematis dan menyasar pada lokasi-lokasi konflik gajah. Selain itu, merevitalisasi SK Gubernur tentang satgas/forum prosedur penanggulangan KGM dan mengembangakan inovasi teknik mitigasi KGM yang adaptif.

Strategi 3 adalah “Menghilangkan potensi ancaman langsung pada lokasi-lokasi prioritas” dengan melakukan penanganan terhadap gajah-gajah yang mengalami luka fisik dan terindikasi penyakit dari ancaman langsung. Selain itu, dilakukan pembersihan pagar listrik dan ancaman langsung melalui cara partisipatif di desa-desa serta mengembangkan alternatif penanggulangan konflik gajah dengan manusia.

Strategi 4 adalah “Penyelamatan gajah dari populasi alami kritis (doomed population) dan pemindahan ke habitat yang aman dan layak” dengan melakukan pemindahan kelompok gajah dari populasi alami kritis dan pemindahan ke habitat yang aman dan layak. 

Dalam dokumen itu, dicantumkan bahwa populasi Gajah Sumatera atau Elephas  Maximus Sumatranus berkisar antara 924-1.359 ekor yang dibagi menjadi 22 metapopulasi tersebar di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.

Sementara dalam surat keputusan SK.400 dan buku statistik Ditjen KSDAE 2019, populasi gajah sumatera sebanyak 344 yang tersebar di 8 tempat konservasi, yakni dari Balai Taman Nasional (BTN) Way Kambas, BTN Bukit Barisan Selatan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, BTN Tesso Nilo, BTN Leuser, BKSDA Sumsel, BKSDA Bengkulu-Lampung dan BKSDA Jambi.

Gajah Sumatera menempati 4.788.933,88 hektar, lebih dari 70% areal habitatnya berada di luar kawasan konservasi yaitu Hutan Lindung (22%), Hutan Produksi (44%), dan Area Penggunaan Lain (12%).

Sebelumnya beredar Surat Keputusan Dirjen KSDAE Nomor: SK.400/KSDAE/KKH/KSA.2/8/2021. Pokok isinya tentang pembatalan SK.39/KSDAE/SET/KSA.2/1/2020 yang di dalamnya dimuat ihwal RTM Penyelamatan Populasi Gajah Sumatera periode 2019-2022.  RTM merupakan dokumen yang berisi upaya teknis konservasi gajah sumatra dari kematian non alamiah seperti: perburuan, bencana, penyakit, ataupun konflik dengan manusia. Rencana ini merupakan bagian dari Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Gajah Indonesia 2019-2029 pada tiga tahun pertama. Sebuah rencana penting bagi penyelamatan gajah yang kini statusnya kritis (Critically Endangered/CR).

Menanggapi persoalan ini, dalam tulisan panjang mengenai SK.400 KLHK, Direktur Eksekutif Yayasan Taman Nasional Tesso Nilo Riau, Yuliantony mengatakan RTM ini seharusnya menjadi blueprint dan bersifat teknis dalam upaya penyelamatan dan perlindungan gajah sumatra. SK pembatalan ini, kata dia, tidak berpengaruh pada upaya teknis perlindungan gajah di lembaganya.

Namun dirinya menyebutkan ada risiko tindakan menjadi kurang terarah dari pemerintah.

Soal arah saja ya kendalanya. Kita perlu blueprint juga. Tetapi kalau seperti lembaga saya (Yayasan Taman Nasional Tesso Nilo), aktivitas perlindungan gajah tetap jalan,” akunya.

Sementara itu, Direktur Hutan Yayasan Auriga Nusantara Supintri Yohar mengatakan pembatalan RTM akan cukup berpengaruh terhadap rencana aksi dan aktivitas perlindungan di lapangan terhadap Gajah Sumatra. “Kini seolah tidak ada rujukan lain, sebab RAK utama gajah sudah berakhir pada 2017. Tadinya RTM mengisi kekosongan rencana aksi dari SRAK yang berakhir, namun ini rujukan itu kembali kosong alias belum ada rencana alternatif,” ujarnya.

Kondisi ini, menurut Supin, mengkhawatirkan. Sebab sejatinya di tingkat tapak keterancaman gajah iemakin tinggi dan nyata terhadap risiko kematian, ujungnya yang dikhawatirkan adalah risiko kepunahan. “Dari informasi dan data bisa diketahui, tidak ada tahun tanpa kematian gajah,” ujarnya.

Soal keterancaman gajah sumatra, kata Supin, berpunca dari terbatasnya ruang hidup mereka. Sehingga, lanjutnya, yang muncul ke permukaan adalah rentetan konflik antara gajah dengan manusia.

Gajah harus diberi ruang hidup yang cukup, hampir semua kantong habitat gajah beririsan dengan izin investasi berbasis lahan, izin perkebunan, tambang, IUPHHK hutan alam maupun hutan tanaman,” ujarnya. Dengan adanya SK.400 ini, tambahnya, pemerintah dinilai belum memberikan perlindungan maksimal terhadap satwa langka: Gajah Sumatra.

Penulis merupakan reporter magang di betahita.id