LIPUTAN KHUSUS:
Gugatan Perdata Satwa PT NAN Justru demi Membantu Pemerintah
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Walhi Sumut menganggap, gugatan perdata satwa ini ditempuh sebagai dukungan bagi pemerintah dalam melakukan rehabilitasi atau pemulihan satwa.
Hukum
Jumat, 17 September 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Sidang perkara gugatan perdata satwa nomor 9/Pdt.G/LH/2021/PN Psp di Pengadilan Negeri (PN) Padangsidimpuan, dengan pihak Tergugat PT Nuansa Alam Nusantara (NAN), akan memasuki sidang ke-13, pada Jumat (17/9/2021), dengan agenda terjadwal Pemeriksaan Setempat. Pihak Penggugat, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menganggap, gugatan perdata satwa ini ditempuh sebagai dukungan bagi pemerintah dalam melakukan rehabilitasi atau pemulihan satwa, sekaligus demi membangun yurisprudensi upaya hukum perdata dalam kasus satwa.
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sumatera Utara (Sumut) Doni Latuparisa mengatakan, selama ini kasus-kasus berhubungan dengan satwa, termasuk kepemilikan dan perdagangan satwa liar dilindungi, masih hanya sebatas pada kasus-kasus perorangan. Kali ini, dengan melakukan gugatan perdata satwa, pihak yang digugat adalah badan hukum.
Dalam perkara perdata ini, lanjut Doni, pihak Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) merupakan organisasi pemerintah yang berwenang dalam melakukan penanggulangan dan pemulihan kerusakan lingkungan hidup, sehingga patut dijadikan Turut Tergugat. Berdasarkan hukum yang benar, biaya kerugian yang timbul akibat dugaan Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan Tergugat, nantinya diserahkan kepada Turut Tergugat untuk melaksanakan pemulihan lingkungan dan satwa.
"Nah kita akan memberikan dukungan ke pemerintah sebagai Turut Tergugat. Memang kan BBKSDA Sumut jadi Turut Tergugat. Jadi gugatan ini tentu membantu tugas-tugas mereka. Kewenangan mereka kan jelas, bisa menyita tumbuhan dan satwa liar (TSL) dilindungi yang dimiliki atau disimpan tanpa izin Lembaga Konservasi (LK). Sewaktu digrebek Mabes Polri, Walhi ambil peran untuk menggugat, dan ganti rugi yang dimaksud dalam pekara dikembalikan ke Negara," kata Doni, Kamis (16/9/2021).
Selain menegaskan tujuan gugatan perdata satwa tersebut, Doni juga berharap dan sekaligus mengajak seluruh organisasi masyarakat sipil dan masyarakat umum di Sumut dan Indonesia umumnya untuk lebih memperhatikan sekitar, terutama juga ada indikasi kejahatan terhadap satwa, terutama perdagangan ilegal satwa, terutama satwa dilindungi.
Doni juga menyampaikan, gugatan perdata satwa ini merupakan gugatan yang pertama kalinya digelar di Dunia. Gugatan ini nantinya diharapkan akan menjadi yurisprudensi, sehingga dapat digunakan untuk melakukan gugatan perdata satwa dalam kasus-kasus lainnya.
Mengenai persidangan di PN Padangsidimpuan, Doni mengaku optimis dapat memenangkan perkara gugatan itu. Walhi bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan berupaya untuk menghadirkan fakta-fakta dan bukti, juga saksi.
Sebelumnya, dalam sidang yang digelar Kamis (9/9/2021) pekan lalu, Walhi sebagai pihak Penggugat telah mengajukan 33 Bukti Surat. Sedangkan, PT NAN sebagai Tergugat, mengajukan 23 Bukti Surat. Sementara BBKSDA Sumatera Utara yang menjadi Turut Tergugat mengajukan 15 bukti surat.
Kuasa Hukum Penggugat, Alinafiah Matondang dari LBH Medan mengatakan, pihaknya berencana akan mengajukan dua orang Saksi pada saat sidang pemeriksaan Saksi nanti. Menurut jadwal, Jumat (17/9/2021), sidang akan dilanjutkan dengan agenda Pemeriksaan Setempat (pemeriksaan terhadap objek perkara).
"Penggugat keberatan, dengan alasan seharusnya Pemeriksaan Saksi dahulu kemudian Pemeriksaan Setempat. Agar apa yang diterangkan oleh Saksi-Saksi dapat dibandingkan dan dikonfirmasi kebenarannya sesuai dengan kondisi di lapangan, serta dengan alasan tidak ada kesiapan bagi pihak Penggugat untuk dapat menyetor biaya Pemeriksaan Setempat dalam waktu singkat. Namun keberatan Penggugat ditolak," ujar Ali, Selasa (14/9/2021) kemarin.
Seperti diberitakan sebelumnya, PT NAN sebagai Tergugat, sejak berdiri 2017 hingga Juli 2019 diketahui tidak memiliki izin sebagai Lembaga Konservasi dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), sehingga secara hukum Tergugat tidak mempunyai hak untuk melakukan aktivitas terhadap tumbuhan dan satwa liar, baik itu dalam bentuk Penguasaan maupun Pengusahaan.
PT NAN diketahui memelihara dan atau menyimpan sejumlah hewan paling langka dan ikonik di Indonesia. Termasuk orangutan sumatera, komodo dan banyak spesies burung yang dilindungi seperti cendrawasih, kakatua dan kasuari. Secara keseluruhan, ada setidaknya 43 hewan dari 18 spesies, yang semuanya dilindungi undang-undang dan diperdagangkan secara ilegal dari alam liar.
Dengan tidak adanya Izin Lembaga Konservasi dari Menteri LHK, maka dapat dikatakan jika Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum. Karena faktanya sejak 2017 hingga bulan Juli 2019 Tergugat telah beroperasi dengan bertindak sebagai lembaga konservasi dalam bentuk Kebun Binatang Mini (Mini Zoo).