LIPUTAN KHUSUS:
Puluhan Perusahaan Diuntungkan dari Pembangunan Jalan Trans Papua
Penulis : Tim Betahita
Ruas pembangunan dari Wamena-Eleim-Jayapura juga Fakfak-Windesi merupakan proyek pembangunan ruas jalan dengan jumlah kehilangan hutan dan kerusakan ekosistem gambut
Lingkungan
Selasa, 06 Juli 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Studi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia mengungkap data adanya puluhan perusahaan berbasis lahan yang berpotensi mendulang untung paling besar, dengan adanya proyek strategis pembangunan jalan Trans Papua.
Dalam paparannya, Walhi mengatakan saat ini terdapat 9 proyek pembangunan ruas jalan. Lima ruas di Provinsi Paua, sisanya 4 ruas di Papua Barat. “Rata-rata ruas jalan yang dibangun di Provinsi Papua ini terletak di pegunungan tengah,” ujar salah seorang tim peneliti, Umi Marufah dalam diskusi daring, Selasa (6/7).
Menurut peneliti Walhi Bagas Yusuf, ada kategori keuntungan yang dipilah dalam studi Walhi terhadap puluhan perusahaan berbasis lahan yang berpotensi mendulang untung paling besar itu. Pertama, adalah kateogri pihak yang sangat diuntungkan, adalah perusahaan yang dilewati langsung oleh Jalan Trans Papua. Terlebih, jika perusahaan itu sudah memiliki jaringan jalan lokal yang terkoneksi dengan jalan Trans Papua.
Kedua, perusahaan yang terkategori sebagai pihak diuntungkan, yakni perusahaan yang meski tidak berada di ruas jalan Trans Papua, namun terkoneksi langsung dengan akses jalan-jalan lokal. “Baik yang dekat maupun yang jauh dari rencana ruas jalan,” ujar Bagas.
TABEL PERUSAHAAN YANG BERPOTENSI MENGAMBIL KEUNTUNGAN DARI JALAN TRANS PAPUA
sumber pusaka (2005), diolah kembali Walhi (2020)
Dari tabel terlihat ada 23 perusahaan dari 39 perusahaan yang masuk ke dalam kateogori sangat diuntungkan. Para perusahaan pemilik HPH (Hak Pengusahaan Hutan) mendominasi kategori yang sangat diuntungkan, dengan jumlah 13 perusahaan. Bisa diambil kesimpulan awal bahwa jalan Trans Papua, berpotensi lebih banyak dipakai untuk lalu lintas kayu, bukan untuk kepentingan masyarakat.
Siapa sajakah mereka?
Dari puluhan perusahaan itu, menurut Bagas, secara kepemilikannya beberapaterafiliasi dengan grup korporasi ternama dan lama beroperasi di Papua. Seperti PT Indobunta dengan Grup Salim, Abimulya Grup, Patria, PTPN, Sinar Mas. Mega Masindo. “Perusahaan itu aktif beroperasi di tanah Papua,” ujarnya.
Banyak sekali pengaruh negatif dari pembangunan jalan Trans Papua. “Mulai dari tutupan hutan, gambut, karst hingga sosial ekonomi rakyat,” ujar Umi. Dari data dilihat, bahwa ruas-ruas jalan yang dibangun sebanyak 22 persennya menapak di kawasan hutan lindung dan konservasi. Artinya, pemerintah menerabas sebagal aturan soal konservasi yang mereka buat sendiri.
Sebagian kesimpulan dari studi Walhi mengemukakan bahwa pembangungan jalan Trans Papua atau juga dikenal dengan Jalan MP-31 selama ini telah mengurangi keberadaan hutan, kawasan gambut serta keanekaragaman hayati. Dalam kurun waktu dua dekade, sejak 2001-2019, pembangunan jalan itu menurunkan tutupan hutan seluas 22 ribu hektare lebih, merusak 2 ribuan hektare lebih kawasan gambur dan karst, serta berpengaruh negatif terhadap keberadaan satu flora yakni Anggrek khas Papua dan lima fauna dengan kategori terancam.
Dalam kesimpulan lain, Walhi juga menyoroti, bahwa ruas pembangunan dari Wamena-Eleim-Jayapura juga Fakfak-Windesi merupakan proyek pembangunan ruas jalan dengan jumlah kehilangan hutan dan kerusakan ekosistem gambut terbesar. Di dua ruas jalan itu, terdapat 25 perusahaan yang diuntungkan dengan adanya proyek pembangunan jalan Trans Papua.
“Terekam pula jejak soal pelepasan hutan dan pelanggaran atas hak masyarakat adat di setiap proyek jalan MP-31,” ujar Bagas.