LIPUTAN KHUSUS:
12 PLTU Batu Bara Disetop, JATAM Minta Pemerintah Lebih Serius
Penulis : Kennial Laia
Sebanyak 12 PLTU batu bara batal dibangun akibat kehilangan dana dari lembaga keuangan dunia.
PLTU
Rabu, 09 Juni 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Berbagai lembaga keuangan asing telah menarik diri dari pendanaan proyek energi fosil di dunia. Hal ini berdampak pada proyek energi di Indonesia karena masih menggunakan energi fosil batu bara.
Saat ini setidaknya 34 proyek pembangkit listrik tenaga batu bara di Indonesia terancam mangkrak. Dari jumlah tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan 12 proyek batal dibangun.
“Itu benar-benar dihentikan, batal membangun PLTU,” terang Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana dalam konferensi pers, Sabtu 5 Juni 2021.
"Lembaga keuangan di luar negeri banyak yang men-declare tidak akan lagi membiayai. Artinya proyek itu tidak akan terlaksana kalau enggak ada yang membiayai karena enggak mungkin semuanya dibangun dengan equity," tuturnya.
Data Kementerian ESDM, empat dari 12 proyek yang kandas itu berada di Sumatera yakni PLTU Tembilahan berkapasitas 2x5,5 megawatt (MW), PLTU Kuala Tungkal berkapasitas 2x7 MW, PLTU Ipuh Seblat berkapasitas 2x3 MW, dan PLTU Bengkalis berkapasitas 2x10 MW.
Di Kalimantan, ada tiga proyek batal yakni PLTU Buntok berkapasitas 2x7 MW, PLTU Kuala Pambuang berkapasitas 2x3 MW, dan PLTU Tarakan berkapasitas 2x7 MW.
Di Sulawesi ada PLTU Bau-Bau berkapasitas 2x10 MW, PLTU Wangi-Wangi berkapasitas 2x3 MW, dan PLTU Raha berkapasitas 2 x 3 MW.
Sementara itu di Indonesia bagian timur ada PLTU Ambon-FTP1 berkapasitas 2x15 MW di Maluku serta PLTU Jayapura berkapasitas 2x15 MW di Papua.
Rida mengatakan, 22 proyek lain juga terkendala. Namun, 7 telah beroperasi kembali dan 15 masih dalam proses konstruksi.
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang Merah Johansyah mengatakan, penyetopan PLTU karena kehilangan dana menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam mengurangi emisi untuk mengatasi krisis iklim dan kerusakan lingkungan.
Merah menggarisbawahi PLTU yang disetop berkapasitas lebih kecil dibandingkan dengan PLTU eksisting maupun yang akan dibangun. Menurut Merah, dalam dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, proyek pembangunan pembangkit listrik batu bara masih akan dilakukan, termasuk megaproyek 35.000 MW dan Proyek FTP-11 berkapasitas total 7.000 MW.
Merah juga mengkritik produksi tambang batu bara yang masih tinggi di Indonesia. Diketahui target produksi 2021 sebesar 625 juta ton, naik dari target awal sebesar 550 juta ton. "PLTU dan tambang batu bara kan sama-sama menghasilkan emisi," kata Merah kepada Betahita, Selasa, 8 Juni 2021.
“Yang harus dilakukan itu adalah moratorium perizinan tambang batu bara dan penghentian pembangunan PLTU. Batasi juga produksi batu baranya, baru kita lihat apakah pemerintah sungguh-sungguh ingin menghentikan penderitaan rakyat di kampung-kampung,” pungkasnya.