LIPUTAN KHUSUS:
Pemerintah Amerika Serikat Hukum Pabrik Kertas Indonesia
Penulis : Sandy Indra Pratama
Melalui skema multinasional yang canggih dan ilegal, BMJ sengaja mengaburkan sifat sebenarnya dari transaksi mereka untuk berdagang ke Korea Utara.
Hukum
Selasa, 02 Maret 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Dikutip dari laman resmi Departemen Kehakiman Amerika Serikat, sebuah perusahaan Indonesia, bernama PT Bukit Muria Jaya (BMJ), diputus bersalah dan dikenakan denda sebesar US$1,56 juta atau setara Rp21,97 miliar oleh otoritas yang menangani perkara di sana. BMJ menurut otoritas, terbukti mengelabui sejumlah bank di negara Abang Sam lewat aktivitas perdagangan ilegalnya, agar mengirimkan produk kepada pelanggan di Korea Utara (Korut).
"BMJ telah menipu bank-bank AS untuk memroses pembayaran yang melanggar sanksi kami terhadap Korea Utara," ujar Asisten Jaksa Agung Keamanan Nasional John Demers, dilansir dari pernyataan resmi Departemen Kehakiman AS, Selasa medio Januari.
BMJ merupakan pabrik penghasil kertas tiket pesawat, kertas rokok, kertas untuk bingkai dalam kotak rokok, kertas laminasi aluminium foil untuk bungkus rokok, kertas laminasi.
Perusahaan yang didirikan pada 1989 lampau di Karawang, Jawa Barat, itu diketahui menjual produk ke dua perusahaan di Korea Utara, serta satu perusahaan dagang asal China.
Untuk permasalahan ini, perusahaan pemasok produk kertas rokok itu telah mengakui kesalahan dan menyanggupi untuk membayar denda yang ditetapkan pemerintah AS. Selain itu, mereka menyetujui untuk menandatangani perjanjian penundaan penuntutan perkara dari Departemen Kehakiman AS dan perjanjian penyelesaian dengan Kantor Pengendalian Aset Asing Departemen Keuangan AS atau Office of Foreign Assets Control (OFAC).
Perusahaan juga menyatakan komitmennya untuk melaporkan pelanggaran hukum AS serupa kepada Departemen Kehakiman. Mereka menyanggupi bekerja sama dengan otoritas AS guna menyelidiki pelanggaran tersebut.
"Melalui skema multinasional yang canggih dan ilegal, BMJ sengaja mengaburkan sifat sebenarnya dari transaksi mereka untuk berdagang ke Korea Utara," imbuh Asisten Jaksa Agung Keamanan Nasional John Demers.
Berdasarkan pernyataan dalam perjanjian penundaan penuntutan, BMJ mengakui bahwa mereka menjual produk ke dua perusahaan di Korea Utara, serta satu perusahaan perdagangan asal China. Mereka mengetahui produk tersebut ditujukan kepada pelanggan di Korea Utara.
Pada saat perjanjian dagang itu terjadi, AS memberikan sanksi terhadap Korea Utara, yakni mencegah bank koresponden di AS untuk memproses transfer dana atas nama pelanggan yang berlokasi di Korea Utara.
Setelah mengetahui bahwa salah satu pelanggan Korea Utara mengalami kesulitan untuk melakukan pembayaran ke BMJ, maka pihak BMJ setuju untuk menerima pembayaran dari pihak ketiga yang tidak terkait dengan transaksi tersebut.
Pembayaran dari pihak ketiga ini menghindari pemantauan sanksi dan sistem kepatuhan bank AS, sehingga mendorong mereka melakukan transaksi terlarang.
"Perusahaan ini mencoba menyembunyikan aktivitas ilegalnya, tetapi FBI dan mitranya melihat dan membawa terdakwa ke pengadilan," ucap Asisten Direktur Divisi Kontra Intelijen FBI Alan E. Kohler, Jr.
Dengan asumsi BMJ terus mematuhi perjanjian penuntutan yang ditangguhkan, maka pemerintah AS sepakat untuk menunda tuntutan dalam jangka waktu 18 bulan. Setelah jangka waktu tersebut, pemerintah AS akan mempertimbangkan membatalkan dakwaan.