LIPUTAN KHUSUS:
Kemenangan #SaveMeratus: Menyoal Pembangkangan Hukum Pemerintah
Penulis : Tim Betahita
Walhi menilai belum dicabutnya SK Menteri ESDM nomor 441.K/30/DJB/2017, tanggal 4 Desember 2017, sebagai pembangkangan hukum.
Hukum
Senin, 15 Februari 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Ketukan palu di lembaga peradilan tertinggi itu akhirnya terdengar juga. Mahkamah Agung lewat putusan Peninjauan Kembali (PK) MA Nomor 15 PK/TUN/LH/2021, tanggal 04 Februari 2021, memutuskan untuk menolak upaya hukum luar biasa yang diajukan PT Mantimin Coal Mining (MCM), soal izin produksi batubara perusahaan itu di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Balangan, Tabalong dan Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.
“ini adalah berita baik ditengah terjangan bencana ekologis,” ujar Direktur Eksekutif Daerah WALHI Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono dalam rilis tertulis yang diterima betahita, kemarin.
Direktur Eksekutif Walhi Nasional, Nurhidayati, mengatakan, “Ini merupakan kabar gembira bagi semua pihak yang selama ini berjuang untuk menyelamatkan Meratus yang merupakan kawasan ekosistem vital bagi Kalsel. Ini bisa menjadi langkah awal untuk perlindungan menyeluruh kawasan esensial pegunungan Meratus.”
Seperti diketahui, Walhi Kalsel pada 2018 mengajukan gugatan terhadap SK mentri ESDM no 441.K/30/DJB/2017 tentang izin operasi produksi tambang batubara PT MCM yang ada di tiga kabupaten yaitu Balangan, Tabalong dan Hulu Sungai Tengah. Luas konsesi perusahaan PKP2B itu mencapai 5.908 hektar.
Pegunungan Meratus di Kabupaten Hulu Sungai Tengah merupakan satu-satunya wilayah kabupaten di Kalsel yang tidak terdapat tambang batubara dan perkebunan sawit. "Putusan MA ini harus menjadi penyemangat dalam perjuangan untuk menyelamatkan pegunungan meratus dari izin tambang lainnya," ujar Nur.
Kini, dalam angapan Walhi, saatnya semua mengawal putusan ini. Sudah menjadi kewajiban Kementerian ESDM untuk melaksanakan/mengeksekusi putusan pengadilan, dan PT MCM, kata Walhi, harus segera angkat kaki dari wilayah Kalsel.
Pemerintah dalam hal ini juga harus mengevaluasi seluruh izin industri ekstraktif tambang, sawit, HTI dan HPH di Kalsel sebagai resolusi dari krisis iklim dan lingkungan hidup yang terjadi dan untuk menjawab Kalsel dalam posisi darurat ruang dan darurat bencana ekologis.
Kronologi Kasus #SaveMeratus
Sebenarnya Walhi telah memenangkan gugatan di tingkat Kasasi, melalui Putusan Kasasi MA Nomor 369 K/TUN/LH/2019, Tanggal 15 Oktober 2019. Ini adalah berdasarkan permohonan Kasasi yang diajukan WALHI. Pada tingkat kasasi ini putusan pengadilan sebenarnya telah berkekuatan hukum tetap, final, dan mengikat.
Amar putusan Kasasi MA tersebut mengabulkan gugatan Penggugat (WALHI) untuk seluruhnya, yakni menyatakan pembatalan atau tidak sahnya SK Menteri ESDM nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Mantimin Coal Mining (PT. MCM) menjadi Tahap Kegiatan Operasi Produksi, mewajibkan Tergugat (Menteri ESDM), tanggal 4 Desember 2017, dan mewajibkan Menteri ESDM selaku Tergugat untuk MENCABUT SK Menteri ESDM nomor 441.K/30/DJB/2017, tanggal 4 Desember 2017.
Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Kasasi MA sesuai dengan fakta dan kondisi di Kalimantan Selatan terkait Kawasan Karst yang harus dilindungi sebagaimana yang terungkap dalam persidangan.
Pertimbangan Majelis Hakim Kasasi MA menyebutkan bahwa sebagian area tambang PT. MCM berada di kawasan karst yang merupakan Kawasan lindung geologi. Apabila kawasan tersebut dilakukan eksploitasi, maka berpotensi merusak fungsi aquifer air, karena ekosistem karst memiliki fungsi aquifer air alami, sebagai penampung dan penyalur air bagi wilayah di sekitarnya.
Majelis Hakim Kasasi MA menyebutkan bahwa tindakan hukum Menteri ESDM mengeluarkan SK Menteri ESDM nomor 441.K/30/DJB/2017, tanggal 4 Desember 2017 tersebut melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik, yakni asas kehati-hatian precautionary (precautionary principle).
Dengan demikian gugatan WALHI yang awalnya kandas di PTUN Jakarta dan PTTUN Jakarta, kemudian dimenangkan oleh Mahkamah Agung baik pada tingkat kasasi maupun pada tahap Peninjauan Kembali.
Namun, faktanya sampai saat ini Menteri ESDM tidak mencabut SK Menteri ESDM nomor 441.K/30/DJB/2017, tanggal 4 Desember 2017 tersebut. Artinya dalam hal ini Menteri ESDM tidak melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Ini menunjukkan Pemerintah yang diwakili Menteri ESDM melakukan pembangkangan hukum, ihwal putusan terkait izin.
Oleh karenanya, Walhi mendesak pemerintah melalui menteri ESDM taat dan patuh terhadap putusan Mahkamah Agung. Tidak ada lagi alasan menunda dan tidak melaksanakan putusan pengadilan, sebab putusan PK ini bersifat final dan mengikat.
Beban Lingkungan Kalimantan Selatan
Kalimantan Selatan saat ini dalam posisi Darurat Ruang dan Darurat Bencana Ekologis. Mulai dari persoalan konflik agraria yang sering terjadi, bencana ekologis termasuk banjir dan kebakaran hutan dan lahan juga sering menerpa Kalimantan Selatan.
Dengan luas wilayah kurang lebih 3,7 Juta Ha. Lahan Kalimantan Selatan yang tersebar di 13 Kabupaten/Kota, hari ini, hampir separuhnya sudah dibebani izin Pertambangan dan Perkebunan Kelapa Sawit. Belum lagi HTI dan HPH.
Izin terbesar, dibebani oleh usaha pertambangan. Selain, Hak Guna Usaha (HGU), Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Hutan Alam (IUPHHK-HA).
Apabila dirinci, beban lingkungan di Kalsel dapat dilihat melalui beban perizinan industri ekstraktif yaitu Izin Usaha Pertambangan Minerba 628.708 Ha, diantaranya IUP Mineral 81.825 Ha, IUP Mineral Bukan Logam 33.741 Ha, IUP Batubara 489.483 Ha, IUP Batubara Pulau Laut 23.659 Ha.
Di sektor hutan, Izin Usaha kehutanan Seluas 743.078 Ha yakni meliputi IUPHHK-HA seluas 197.167 Ha, IUPHHK-HT 539.882 Ha dan Izin Perkebunan seluas 811.115 Ha, yakni HGU Luas 503.704 Ha dan Izin Lokasi seluas 307.411 Ha.
Khusus dalam kontek Pegunungan Meratus, tercatat ada sekitar 4.301,78 Ha lahan terbuka pertambangan dan 10.148,29 Ha lahan berupa Perkebunan. Sedangkan dari sisi perizinan untuk korporasi di Pegunungan Meratus sekitar 6.228,36 Ha diantaranya HGU 51.644,80 Ha, Izin Usaha Pertambangan Minerba, dan 95.201,47 Ha IUPHHK-HT.