LIPUTAN KHUSUS:

Aktivitas Operasi PLTU Bengkulu Dilaporkan Langgar Andal


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

PLTU Bengkulu, dilaporkan langgar dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Andal) dan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)-Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).

PLTU

Senin, 30 November 2020

Editor :

BETAHITA.ID - Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Teluk Sepang, Bengkulu, dilaporkan langgar analisis dampak lingkungan (Andal) dan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)-Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Namun, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Bengkulu menganggap apa yang terjadi bukanlah suatu pelanggaran.

Yayasan Kanopi Hijau Indonesia melaporkan dugaan pelanggaran Andal dan RKL-RPL PLTU batu bara 2x100 Megawatt Teluk Sepang oleh PT TLB kepada Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan juga kepada DLHK Bengkulu.

Olan Sahayu, Juru Kampanye Energi Kanopi Hijau Indonesia mengatakan, berdasarkan hasil pemantauan dan kajian, PT Tenaga Listrik Bengkulu, sebagai operator PLTU Teluk Sepang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap dokumen adendum Andal dan RKL-RPL.

"Yang sejatinya dokumen ini adalah dokumen perusahaan untuk menjalankan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup," kata Olan, Kamis (19/11/2020).

Aktivitas operasi PLTU batu bara 2x100 megawatt Teluk Sepang Bengkulu, dilaporkan melakukan sejumlah pelanggaran Andal dan RKL-RPL./Foto: Kanopi Hijau Indonesia

Olan menyebut, terdapat beberapa pelanggaran yang terjadi. Yang pertama proses pengangkutan batu bara dilakukan menggunakan jalur darat. Hal ini tidak sesuai dengan dokumen Andal, yang disebutkan pengangkutan batu bara dilakukan lewat jalur laut.

Kemudian yang kedua, pengelolaan abu dasar dan abu terbang sisa pembakaran tidak memiliki kolam pengendapan abu. Padahal dalam dokumen Andal disebutkan harus membuat kolam pengendapan (sedimen pond).

Begitu pula pengangkutan abu pembakaran batu bara yang merupakan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Dalam dokumen Andal pengangkutan abu pembakaran batu bara disebut harus dalam keadaan tertutup. Namun fakta lapangan abu pembakaran batu bara diangkut menggunakan truk bak terbuka.

Tidak hanya itu, perusahaan juga tidak membangun pagar yang berfungsi mencegah abu keluar dari area penumpukan, padahal dalam Andal disebut harus dibangun. Akibatnya, saat angin bertiup, abu yang ditumpuk tempat penumpukan sementara itu berpotensi terbang ke segala arah.

"Padahal, abu sisa pembakaran ini sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Abu ini mengandung logam berat seperti mercuri, arsenik, nikel, timbal. Apabila masuk ke dalam tubuh manusia dan terakumulasi sampai bertahun-tahun akan menumpuk di paru-paru dapat mengakibat penyakit stroke, jantung, ginjal dan kanker," kata Olan.

Olan mengungkapkan, lima hari setelah Kanopi menyampaikan laporan publik, tepatnya pada 17 November 2020, terlihat ada pekerja yang sedang membuat pagar.

Temuan lainnya, abu batu bara atau limbah B3 ditumpuk di lokasi penumpukan sementara, dengan hanya dilapisi karpet. Sementara itu dalam Amdal disebutkan abu harus disimpan dalam tempat penyimpanan yang kedap air. Dengan kata lain tidak merembes ke dalam tanah.

"Sementara dari pantauan kami, volume air kolam pada saat tertentu menyusut, artinya terjadi rembesan."

Olan juga mempersoalkan kenaikan suhu air laut. Berdasarkan KepmenLH Nomor 51 Tahun 2004, standar normal perairan Bengkulu berkisar antara 28-30 derajat celcius. Dalam Kepmen ini juga disebutkan bahwa kenaikan suhu air laut hanya dibolehkan naik 2 derajat celcius dari suhu normal tersebut.

Dengan kata lain suhu air laut tidak boleh melebihi 32 derajat celcius, karena akan mengganggu organisme laut. Sementara fakta di lapangan menunjukkan bahwa suhu air bahang 33,80 derajat celcius. Air bahang yang dibuang tersebut juga menimbulkan bau menyengat. Padahal semestinya dibuang dalam keadaan tidak berbau.

"Memang ada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi usaha dan atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal, menyebutkan kadar maksimum suhu air bahang 40 derajat celcius dan ini ambigu atau tidak sinkron dengan Kepmen Nomor 51 Tahun 2004."

Atas dasar tersebut, Kanopi telah melaporkan pelanggaran ini kepada Ditjen Gakkum secara tertulis pada 18 November 2020 melalui jasa pengiriman pos Indonesia. Pengaduan juga disampaikan secara online  pada 19 November 2020.

"Kami mendesak Ditjen Gakkum segera merespon cepat laporan kami demi keselamatan lingkungan."

Respon cepat dimaksud Kanopi adalah meminta kepada Ditjen Gakkum untuk segera melakukan verifikasi lapangan dan menjatuhkan sanksi atas pelanggaran yang telah dilakukan oleh PT TLB. Selain melapor kepada Ditjen Gakkum, Kanopi juga telah melaporkan dugaan pelanggaran ini ke Kepala DLHK Provinsi Bengkulu, pada 19 November 2020 lalu.

Jawaban DLHK Bengkulu

Kepala Bidang Penataan dan Peningkatan Kapasitas, DLHK Provinsi Bengkulu, Rico Yulyana mengatakan, berdasarkan hasil verifikasi lapangan, DLHK Bengkulu berkesimpulan bahwa apa yang dilaporkan bukanlah merupakan pelanggaran.

"Akan tetapi ada beberapa hal yang menjadi temuan dan sebelum kami turun lapangan, pihak TLB (Tenaga Listrik Bengkulu) telah lakukan langkah perbaikan sesuai prosedur," kata Rico, Senin (30/11/2020).

Saat ini, lanjut Rico, pihak PT TLB sebagai operator PLTU Teluk Sepang tengah melakukan adendum atau perubahan dokumen Amdal dan RKL-RPL dan sudah pada tahap penyusunan dokumen oleh konsultan yang ditunjuk oleh pihak TLB.

"TLB pun sudah bersurat resmi ke DLHK beberapa bulan yang lalu. Dan pihak DLHK juga telah lakukan uji tapak proyek terhadap point-point yang menjadi perubahan dalam dokumen Adendum Andal yang diajukan oleh pihak TLB."

Terkait jalur angkutan batu bara untuk bahan bakar operasi PLTU, yang semula diangkut melalui jalur laut, terjadi penambahan jalur melalui darat. Penambahan jalur angkut batu bara ini, lanjut Rico, untuk mengantisipasi terjadinya pendangkalan di pelabuhan-pelabuhan di Pulau Baai dan Pelabuhan Titan Wijaya.

Kemudian mengenai persoalan abu terbang dan abu dasar atau FABA (Fly Ash and Bottom Ash). Rico menyebutkan, pihak PT TLB telah memiliki izin Tempat Pembuangan Sementara Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) FABA, yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Bengkulu.

"Dan pihak PT TLB telah bekerja sama dengan pihak ketiga pengangkut, pengelola dan pemanfaat LB3 jenis Faba. Pihak TLB sedang lakukan pembangunan pagar tempat penumpukan sementara FABA dan semua jenis pekerjaan ini sudah masuk dalam dokumen addendum Andal."

Terakhir mengenai hasil uji laboratorium air limbah. Rico menyampaikan, pihak PT TLB telah melakukan pemantauan rutin dan pengambilan sampel air limbah setiap 1 bulan sekali. Hal itu dilakukan sesuai dengan izin pembuangan air limbah ke laut yang telah dikeluarkan oleh BKPM RI Nomor SK 45/1/KLHK/2020.

"Dan baku mutunya dibandingkan dengan PermenLH Nomor 8 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Pembangkit Listrik Tenaga Thermal. Pihak TLB memiliki SOP (standar operasional prosedur) dan prosedur system penanganan darurat pengelolaan air limbah," kata Rico.

Jawaban PT Tenaga Listrik Bengkulu

Dikutip dari Antaranews, perwakilan manajemen PLTU batu bara Bengkulu, Abu Bakar mengatakan, berdasarkan surat arahan dari DLHK Provinsi Bengkulu, PT TLB saat ini tengah melakukan proses adendum dokumen Amdal sesuai dengan kondisi aktual pengelolaan dan pemantauan lingkungan di PLTU Bengkulu.

"Proses adendum Amdal tersebut masih berjalan, jika sudah selesai akan kami informasikan kembali. Intinya PLTU Bengkulu dibangun untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di Bengkulu. Itulah yang sedang kami lakukan saat ini yaitu adendum dokumen Amdal," kata Abu, Jumat (13/11/2020).