LIPUTAN KHUSUS:

Smart Watering, Cara Bertani Hidroponik Tanpa Listrik dari Unpad


Penulis : Betahita.id

Mahasiswa Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran (Unpad) mendesain teknologi pertanian hidroponik tanpa listrik.

Lingkungan

Senin, 09 November 2020

Editor :

BETAHITA.ID - Mahasiswa Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran (Unpad) mendesain teknologi pertanian hidroponik tanpa listrik. Irigasi dan sirkulasi nutrisi untuk tanamannya mengandalkan gravitasi dan Hukum Archimedes.

Sistem teknologi yang dinamakan Smart Watering ini diusung tim terdiri dari Diki Abdulah, Chaerul Amin, Shilvya Dewi Agustien, Annisa Nurdiah, dan Salma Waffiyah. Mereka mengerjakannya sejak Maret lalu di bawah bimbingan Sophia Dwiratna Nur Perwitasari dan menggunakan dana hibah universitas untuk pra-startup dan Kompetisi Bisnis Mahasiswa Indonesia.

Diki menerangkan, sistem Smart Watering bekerja mengalirkan air dari bak penampung berkapasitas 45 liter ke 70 pot untuk tanaman hidroponik secara otomatis. Salurannya melalui selang HDPE berdiameter 7 milimeter. Air akan turun dari bak secara alami karena gaya tarik bumi atau gravitasi.

Teknologi pertanian hidroponik tanpa listrik atau disebut smart watering karya Mahasiswa Fakultas Te

Sistem pertanian hidroponik Smart Watering karya tim mahasiswa Universitas Padjadjaran di teras rumah warga penggunanya. (Dok.Istimewa)

Di dalam wadah barisan pot tanaman hidroponik yang disebut bucket, dipasangi keran dan pelampung kecil. Keran akan menutup otomatis jika genangan air di dalam bucket penuh, dan sebaliknya. “Penanda turun naik air itu dari pelampung,” kata Diki, Ahad, 8 November 2020.

Biasanya, Diki membandingkan, petani atau penanam hidroponik memakai pompa listrik untuk sirkulasi air yang dicampur nutrisi untuk tanaman. Dalam irigasi Smart Watering, konsumsi setrum nihil. Hasilnya, kandungan oksigen dalam air di sistem Smart Watering memang lebih sedikit. “Tapi fungsi oksigen ke tanamannya tidak jauh berbeda.”

Selain nihil biaya listrik, petani atau penanam hidroponik Smart Watering bisa meninggalkan sementara tanamannya jika ada pekerjaan atau kesibukan lain selama 1-2 minggu. Setelah itu air dan nutrisi perlu diisi ulang. “Prinsip kami adalah bertani tanpa ribet,” ujar Diki.

Soal hal teknis seperti takaran nutrisi dan jumlah air yang dibutuhkan, Diki menjelaskan, tergantung masing-masing jenis tanaman. Adapun beberapa jenis tanaman hidroponik biasanya bayam, kangkung, cabai, tomat, paprika, juga melon.

Terkait dengan misi dari pendanaan hibah, riset tim harus menjadi produk yang bisa dijual. Untuk produk Smart Watering, Dikin dkk sejak Agustus lalu mengirim 33 unit ke tangan pembeli di Bandung, Cirebon, hingga Magelang. “Kebanyakan pemesannya ibu-ibu,” kata Diki.

Isi paketnya berupa sebuah tandon air berkapasitas 45 liter, lima buah bucket, nutrisi, 70 pot kecil, dan selang 1,5 meter. Semua komponen itu bisa dirakit sendiri oleh pengguna sesuai buku petunjuk manual.

Tim mahasiswa Unpad ini menyasar kalangan urban termasuk milenial yang sedang gandrung bertani bersih di rumah dengan aneka jenis tanaman pangan. Harga promosi yang ditawarkan untuk tiap paket adalah Rp 750 ribu. 

TERAS.ID | TEMPO.CO